Tidak ada pemberian yang ikhlas dalam lingkaran jabatan. Bahkan, untuk perayaan-perayaan tertentu, misalkan, seseorang memberi sesuatu dengan iming-iming agar di suatu saat ia akan menerima hal yang sama. Ketika nostalgia tentang logika timbal-balik ini tak hilang, tindakan korupsi pun bertahan kekal.
Korupsi, hemat saya, bukanlah sebuah bentuk disorder (gangguan). Korupsi justru dilihat sebagai sebuah total penjumlahan dari budaya memberi yang bertahan karena rekaman relasi timbal-balik disertai pamrih.
Si A, sebagai contoh, diangkat untuk menduduki posisi tertentu, karena si A sudah memberi jasa tertentu untuk saya. Tugas saya yang lebih dulu menerima jasa si A adalah melakukan hal yang sama.
Gurita tindakan korupsi persis lahir dari sarang memberi yang disertai pengembalian. Ketika budaya memberi disertai pamrih menguat, di situlah fase embrional korupsi berkembang biak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H