Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sabtu dan Catatan Tim Passosmed RS Panti Rapih

2 Oktober 2021   18:22 Diperbarui: 2 Oktober 2021   18:23 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu, 21 September 2019

Hari ini saya bertugas di bangsal Carolus Baromeus (CB) Lantai V-VI. Kegiatan shiff agak sedikit terlambat karena bertabrakan dengan kegiatan evaluasi bersama tim Passosmed. 

Kegaiatan evaluasi bersama berlangsung dari pukul 12.30 -- pukul 15.30. Praktis hal ini memangkas waktu kunjungan kami ke tempat-tempat yang telah ditentukan.

Di CB VI semua pasien tengah dimandikan ketika kami tengah berkunjung. Hal yang sama juga terjadi ketika saya mengunjungi bangsal CB V -- semua pasien juga tengah mandi. Hal ini tidak membuat saya kehabisan cara untuk bisa melakukan sesuatu. Saya akhirnya memilih melakukan pelayanan di ruang Mikael.

Di ruang Mikael juga tidak ada jenazah. Akan tetapi, sekitar pukul 17.14 kami diminta untuk menjemput jenazah seorang ibu di ruang IGD. Ibu ini meninggal karena usianya yang terlanjur tua. Ia hanya ditemani anaknya perempuan. 

Segala periasan jenazah tidak dilakukan oleh pihak RS Panti Rapih. Sebelum diberangkatkan, kami ikut mendoakan keselamatan jiwannya. Pada pukul 18.00 saya menemani Mbak Monik siaran -- ibadat persiapan komuni bagi para pasien Katolik.

Ritme hidup selama di RS Panti Rapih sangat membantu. Selama proses live in, saya benar-benar menggunakan waktu dengan baik. Ritme hidup yang selalu berubah menyadarkan saya tentang hidup yang selalu misteri dan penuh kejutan. 

Ada banyak teka-teki yang disuguhkan oleh realitas hidup harian kita. Seperti halnya ketika saya berada di ruang Mikael. Di sana saya hampir setiap hari melihat jenazah.

Pasien yang semalam saya temani di ruang ICU, kadang-kadang sudah ada ruang Mikael. Ada sebuah kejutan seklaigus misteri di balik semua peristiwa hidup manusia. Berhadapan dengan kenyataan hidup "berada di antara hidup-mati," kita hanya bisa berpasrah dan menempelkan sedikit harapan untuk kehidupan. 

Akan tetapi, di saat tertentu, kita mesti rela dan dengan kuat mengatakan bahwa saya berhenti. Berhenti tidak berarti kita cuek atau tidak mau tahu soal kesengsaraan orang lain atau berhenti tidak berarti kita tidak peduli. Berhenti dalam hal ini berarti kita mengembalikannya kepada Sang Pemilik Hidup, yakni Tuhan sendiri.

Ketika kita tengah berharap dengan semua kemampuan yang kita miliki -- ekonomi, kedudukan sosial, relasi sosial -- kita sejatinya tengah adu kekuatan dengan Tuhan. 

Hemat saya, sakit yang dialami oleh si pasien adalah bentuk cinta Tuhan kepadanya, akan tetapi kita justru mencari cara agar rencana Tuhan itu bisa ditunda. 

Dari segi manusiawi upaya Allah menunda kematian si pasien sangat berarti bagi keluarga dimana mereka masih bisa berinterkasi dengan pasien, masih bisa merawat pasien, dll.

Lalu bagaimana dengan si pasien yang mengalami penundaan sebagai efek adu kekuatan (cinta) keluarga dan Tuhan sebagai Pemilik Kehidupan? Si pasien justru mengalami kesengsaraan yang luar biasa. 

Keluarga memang mencintai pasien dan bentuk kecintaannya itu beragam -- bahkan membayar perlatan medis dengan harga yang mahal sekalipun -- hanya untuk membuat pasien tetap hidup. Manusia mungkin lupa bahwa Tuhan selalu memiliki rencana untuk setiap orang dengan tugasnya masing-masing.

Maka, salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah pasrah kepada Tuhan. Kita harus percaya bahwa di luar semua usaha medis dan kemampuan manusiawi, selalu ada kekuatan yang lebih besar yang tidak bisa dipahami oleh manusia. 

Berhadapan dengan semuanya itu, kadang kita hanya bisa diam. Penolakan memang muncul pertama kali ketika hal yang susah dipahami hadir sebagai sebuah kejutan dalam kehidupan seseorang. 

Kita hanya bisa diam. Kita tidak bisa memahami semua kejutan dengan akal budi. Hal itu justru membuat hidup manusia itu bukan misteri atau justru terpahami seluruhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun