Ketika kita tengah berharap dengan semua kemampuan yang kita miliki -- ekonomi, kedudukan sosial, relasi sosial -- kita sejatinya tengah adu kekuatan dengan Tuhan.Â
Hemat saya, sakit yang dialami oleh si pasien adalah bentuk cinta Tuhan kepadanya, akan tetapi kita justru mencari cara agar rencana Tuhan itu bisa ditunda.Â
Dari segi manusiawi upaya Allah menunda kematian si pasien sangat berarti bagi keluarga dimana mereka masih bisa berinterkasi dengan pasien, masih bisa merawat pasien, dll.
Lalu bagaimana dengan si pasien yang mengalami penundaan sebagai efek adu kekuatan (cinta) keluarga dan Tuhan sebagai Pemilik Kehidupan? Si pasien justru mengalami kesengsaraan yang luar biasa.Â
Keluarga memang mencintai pasien dan bentuk kecintaannya itu beragam -- bahkan membayar perlatan medis dengan harga yang mahal sekalipun -- hanya untuk membuat pasien tetap hidup. Manusia mungkin lupa bahwa Tuhan selalu memiliki rencana untuk setiap orang dengan tugasnya masing-masing.
Maka, salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah pasrah kepada Tuhan. Kita harus percaya bahwa di luar semua usaha medis dan kemampuan manusiawi, selalu ada kekuatan yang lebih besar yang tidak bisa dipahami oleh manusia.Â
Berhadapan dengan semuanya itu, kadang kita hanya bisa diam. Penolakan memang muncul pertama kali ketika hal yang susah dipahami hadir sebagai sebuah kejutan dalam kehidupan seseorang.Â
Kita hanya bisa diam. Kita tidak bisa memahami semua kejutan dengan akal budi. Hal itu justru membuat hidup manusia itu bukan misteri atau justru terpahami seluruhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H