Tuntutan hak hidup pada dasarnya muncul karena seseorang mempunyai hidup. Jadi, jelas bahwa tuntutan hak hidup itu bukan untuk mendapat, tetapi supaya hidup itu tetap dijaga, dipelihara, dan tidak dihancurkan. Â
Orang tidak perlu menuntut supaya dia mendapat hidup, sebab hidup itu sendiri sudah ada ketika orang tersebut menuntut. Oleh karena itu, hak untuk hidup bukan berarti hak untuk mendapatkan hidup, tetapi hak untuk bebas dari ancaman yang membahayakan hidup -- termasuk hak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang baik.
Hak untuk hidup adalah hak manusiawi yang paling mendasar. Hak ini dimiliki oleh seorang manusia yang hidup, bukan subjek yang mati. Secara ringkas bisa dikatakan bahwa hak untuk hidup menjadi syarat utama dan mendasar ketika membicarakan mengenai hak-hak manusiawi.Â
Tuntutan agar hidup dijaga dan dilestarikan ini muncul dari tuntutan hukum kodrat yang memang sudah ada dalam semua makhluk hidup.
Tuntutan kodratiah ini ditanamkan Sang Pencipta dalam setiap makhluk hidup sehingga keberadaan hak itu ada bersama dengan keberadaannya sebagai makhluk hidup. Menghormati hak hidup berarti menjamin dan memelihara hidup itu sendiri. Bioetika pada dasarnya dirancang untuk menjaga dan melestarikan hidup manusia.
Adanya hidup dihubungkan dengan adanya jiwa di dalam badan, yakni masuknya jiwa ke dalam badan. Ada dua kelompok yang berpendapat mengenai ini.
Pertama, kelompok yang mengatakan bahwa hidup manusia dimulai saat selesainya pembuahan. Mereka mengatakan bahwa jiwa masuk ke dalam badan serta-merta (immediate) bersamaan dengan pembuahan. Kelompok ini dinamakan kelompok "immediate animation."
Kedua, kelompok yang mengatakan bahwa jiwa masuk ke dalam badan beberapa hari (14 atau 40 hari) sesudah pembuahan. Kelompok ini dinamakan kelompok "late animation."Â
Pada umumnya, disepakati bahwa hak itu lebih dihubungkan dengan kepemilikannya daripada dengan status persona. Orang mempunyai hak karena dia memiliki apa yang dihakinya.Â
Selama seseorang memiliki sesuatu, ia berhak atas apa yang dimilikinya itu. Maka zigot hasil fertilisasi sudah disebut persona. Ia memiliki hak atas hidup yang ia hidupi.Â
Zigot terlepas dari kedua orangtuanya. Ia adalah makhluk hidup baru yang berhak mempertahankan hidupnya. Hukum alam mengatakan bahwa semua makhluk hidup berhak mempertahankan hidupnya.
Dari hak hiduplah hak-hak manusiawi lainnya dapat mengalir. Hak hidup dengan demikian tidak boleh dirampas oleh orang lain. Kekuasaan manapun -- negara sekalipun -- tidak berhak merampas hak untuk hidup.Â
Dengan demikian "hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapa pun."
Hak Kesehatan dan Hak untuk Hidup Sehat
Manusia yang hidup berhak untuk hidup. Hidup sejahtera menjadi cita-cita semua manusia. Bahkan keadaan sejahtera itu menjadi cita-cita sebuah bangsa dan negara (Pembukaan UUD 1945).Â
Maka, sia-sialah kekayaan yang melimpah ruah jika si pemilik kekayaan sakit-sakitan. Maka, kesehatan adalah syarat awal mencapai kesejahteraan dan kualitas hidup manusia.Â
Sehat adalah keadaan sejahtera secara penuh, baik fisik, mental, maupun sosial, dan bukan berarti tidak terkena penyakit atau pun lemah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H