Pada tanggal 15 -- 18 Maret 1966, banjir melanda kota Solo. Permulaan Orde Baru dengan dikukuhkannya Letjen Suharto sebagai Presiden RI, pada 11 Maret 1966, seakan memberitahukan kepada warga Solo tentang masa-masa krisis Indonesia dengan tragedi banjir.Â
Menurut Rm. Kuris, SJ (2009: 145), banjir Solo menjadi semacam air purifikasi dan pembersihan genangan darah seusai tragedi berdarah G30S PKI, 1965.
Kejadian serupa (banjir) juga seakan mengantar warga Solo pada persitiwa silam 1961, saat sungai Bengawan Solo meluap hingga wuwungan rumah warga. Sebagian besar dari kota Solo saat itu terendam air, bahkan Kraton, Gereja Purbayan dan Pura-Mangkunegaran juga mendapat bagian.Â
Pada saat itu, Pak Sularso masih memegang tampuk kepemimpinan wilayah Kepatihan. Tidak banyak hal yang beliau lakukan. Karena kesibukan pekerjaan sebagai sersan saat itu, fokus kerjanya pun terbagi.
Untuk keluar dari situasi memprihatinkan setelah peristiwa banjir, umat merasa terbantu oleh kebaikan dan uluran tangan para anggota Perkumpulan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang saat itu ikut merobohkan Orde Lama.Â
Periode Pak Sularso adalah tahap embrional wilayah Kepatihan -- yang geraknya masih tergopoh-gopoh dan masih mencari-cari bentuknya yang kolektif sebagai sebuah wilayah Gereja.
Tahun 1974, Pak Sularso menyerahkan kepemimpinannya kepada Pak Bonifacius Suranto. Masa transisi ini dilihat sebagai suatu pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan -- mengingat masa kepemimpinan Pak Sularso tidak terlalu memberi pengaruh yang signifikan.Â
Memasuki fase baru dalam tahap penemuan identitas dan pembenahan masa embrional, Pak Bonifacius Suranto pun mulai bekerja. Tahun 1974, kepemimpinan Pak Sularso berakhir.
Walaupun tidak terlalu memberi suatu perubahan yang mencolok, hal ini bukan berarti bahwa masa kepemimpinan Pak Sularso dan dibantu oleh rekannya Pak Ping An disepelekan.Â
Sebagaimana suatu organisasi atau kelompok yang baru bertunas, masa kepemimpinan mereka dilihat sebagai suatu upaya mencari pembentukan yang tepat.Â
Krisis pemimpin saat itu, juga menjadi pemicu mandeknya pergerakan roda kemajuan di segala jenis organisasi atau pengembangan kuantitas dan kualitas umat.