Pertanyaan "Kapan balik?" seperti tak pernah usai. Apapun pembicaran kita, selalu dilengkapi refren sempurna "Kapan balik?" Aku belum tahu persis bagaimana merangkai jawaban yang memuaskan untuk tajuk "Kapan balik?" Aku persis dihimpit, disekap, dirogoh silau masa lalu, dan masuk ke dalam penjara kata. Aku berusaha merangkai jawaban pasti, biar kepastian itu menjadi jawaban terakhir. Entah kapan balik, kita harus selalu menyeka ingatan. Di sanalah jawaban itu mendekati kepastian.
Katanya: "Jadi, kutunggu balimu!" Jangan berlama-lama. Jangan sungkan 'tuk pulang. Jangan gegabah pula. Jika suatu saat aku pulang, apakah kamu masih mengingat dengan pasti jejak-jejak yang dipadu jarak saat ini? Jika lupa, jangan tanya lagi "Kapan balik?" Aku pasti balik. Aku pergi agar kupenuhi jawaban "Kapan balik?" Menunggu "Kapan balik" adalah kita. Menunggu "Kapan balik" adalah kita yang tak sempat pamitan.
Sabtu untuk sebuah pertanyaan "Kapan balik?" menjadi momen langka untuk bersatu. Jika aku balik untuk sebuah janji, hal apa yang pertama kali kamu lakukan? Kalimat apa yang bakal terucap dari rona bibir sepimu? Apakah tangan kananmu akan membuat perjanjian di perjumpaan kedua kita? Soal kapan aku balik, hanya spasi yang tak mau tahu. Soal kapan aku balik, yakinlah aku punya kesempatan untuk balik. Tapi, mungkin sebaiknya sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H