Kemerdekaan Indonesia menginjak angka 76 tahun. Kita merayakan. Kita berbaris. Kita memproklamasikan. Kita membacakan Undang-Undang Dasar 1945. Kita menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kita mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Kita pun berteriak: "Merdeka!"
UsiaDi usianya yang ke-76, kesehatan menjadi bidik nomor satu. Kesehatan fisik segenap bangsa dan kesehatan ekonomi secara komunal-negara. Perang melawan wabah belum berakhir.Â
Perang melawan pandemi virus korona, belum selesai. Sistem pertahanan diperkuat. Tanggul kerbesamaan dan optimisme dibangun. Meski dilanda pandemi, kita tetap tangguh dan tumbuh menjadi sebuah negara yang makmur.
"Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh!" Itulah semangat kemerdekaan yang diteriakkan dari Sabang-Merauke. Kita merdeka dari, supaya. Kita merdeka dari penjajah dan perbudakan.
Kita merdeka dari sel-sel kemelaratan dan sengsara. Kita merdeka dari kekejian dan bentuk-bentuk intimidasi. Kita merdeka dari para pemalak dan senjata. Kita merdeka dan maju mandiri.
Lalu kita merdeka dari untuk apa? Untuk kemakmuran bersama. Untuk kesejahteraan bersama. Untuk kebaikan bersama. Untuk memelihara perdamaian dan kedamaian. Untuk berkompetisi. Untuk bersaing. Untuk membangun ekonomi. Untuk menjaga. Untuk meregenerasi. Untuk melindungi segenap tanah tumpah darah Indonesia.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, ada begitu banyak tantangan yang harus dilalui secara komunal. Ada banyak reaksi pro dan kontra. Ada rasa pesimis, ada rasa optimis.Â
Ada luka, ada duka. Ada yang pulang, ada yang bersulang. Ada kemajuan, ada kekuatan pertahanan. Ada infrastruktur, ada teknologi. Ada hasil karya, ada yang diekspor. Kita tangguh, meski diganggu. Kita tumbuh, meski tak terlalu subur.
Raut wajah Indonesia di usianya yang ke-76, tentu lebih tegar. Lebih memantapkan langkah. Lebih rileks. Lebih optimis. Ketika para Bapa bangsa ini memproklamasikan kemerdekaan bangsa dan negara, kita menyimaknya dari kejauhan.Â
Mereka, dengan gegap gempita, tanpa takut melebarkan ceramah dan merapatkan barisan demi terciptanya Kemerdekaan seutuhnya.Â
Kita merdeka dari, supaya. Kemajuan, kesejahteraan, kedamaian, dan berkat yang kita terima sejauh 76 tahun ini adalah hadiah. Ketuhanan yang Maha Esa tetap menjadi pilar penopang keutuhan bangsa-negara.
Sejauh 76 tahun, apa yang bisa kita refleksikan? Sekali merdeka, tetap merdeka. Jangan tanyakan keberhasilan yang terlalu ninggrat! Jangan terlalu berlarut dalam kepedihan karena dibujuk provokasi! Jangan goyah dikoyak isu perpecahan. Itu semua kiat penjajah. Kita merdeka, karena kita mampu merawat kemerdekaan.Â
Kita merdeka, karena kita mampu menjaga kesatuan. Tugas kita, tak lain menggotong "feel" kemerdekaan itu hingga akhir hayat. Biar anak cucu kita ikut merasa.
Di usianya yang ke-76 ini, kita patut bersyukur karena memiliki pemimpin yang bijak lagi tangguh. Kita bersyukur karena kita mampu bekerja sendiri dan berikhtiar maju. Tujuh tahun terakhir, kita benar-benar merasakannya. Meski sekarang digonggong wabah, barisan pasukan pembawa Sang Saka Merah Putih tetap laju. Kita tetap ada, dan senantiasa mendampingi tumbuh-kembangnya Nusantara.
Mari mendukung pemerintah. Mari merawat kebhinekaan. Mari merajut kebersamaan-solidaritas. Budaya gotong-royong gemar digotong. Ritme toleransi tetap dipupuk dan dijaga. Meski bermasker, kita tetap memiliki keberanian 'tuk melawan. Meski harus mencuci tangan, kita tetap mengayunkan semangat. Meski dalam kawal jarak, kita tetap bersatu melangkah. Untuk Indonesia, kita tetap merawat kemerdekaan. Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H