Kata "Allah memberkati" dan menyuruh "beranakcucu". Konsekuensinya adalah bahwa tidak ada hubungan sex di luar perkawinan. Orang disuruh beranakcucu, justru ketika mereka usai diberkati.
Yang boleh beranakcucu adalah mereka yang sudah diberkati (kumpul kebo dilarang).
Akan tetapi, sebagai Gereja yang satu, kita tidak boleh menghukum mereka yang tidak bersalah (the innocent children). Anak di luar pernikahan boleh dibaptis, dengan persyaratan pendidikan iman anak terjamin di masa depan. Maka, perkawinan tidak dilihat sebagai urusan manusia belaka tetapi juga perkara Allah. Kehendak Allah hadir melalui pemberkatan dan membuat perkawinan itu menjadi sah.
"Laki-laki dan perempuan". Hal ini menunjukkan unsur sexualitas. Sex berarti memisahkan, membagikan. Maka, sexualitas menunjukkan sesuatu yang baik dan dikehendaki Allah.
Seluruh tubuh manusia diciptakan oleh Allah, maka hal aneh seperti menstruasi atau mimpi basah adalah kendak Allah.
Perkawinan kristiani adalah monogami, bukan poligami (antara laki-laki dan perempuan) yang diberkati oleh Allah dan diberi tugas untuk beranakcucu.
Unsur fundamen perkawinan kristiani adalah "diberkati Tuhan", sedangkan tugas keluarga adalah melanjutkan keturunan.
Kisah Kitab Kej 2: 18--25, kemudian meneruskan alur katekese konsep perkawinan Katolik secara teologis-biblis.
Ayat 18
Manusia dari kodratnya adalah makhluk sosial. Sosial, dari kata socius yang berarti teman, kawan. Keduanya sama (laki-laki dan perempuan) sebagai ciptaan Allah.
Ayat 19