Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nyepi Bersama Maria (Sabtu Suci)

3 April 2021   13:27 Diperbarui: 3 April 2021   13:27 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nyepi bersama Maria di Sabtu Suci menyongsong kebangkitan Yesus Kristus. Foto: Dok Pribadi Kristianto Naku.

Kepedihan Maria diisi di sekujur Sabtu. Maria membalut Sabtu dengan keheningan, tatapan kosong, dan harapan. 

Dalam keheningan, Maria membenamkan harapan bahwa Putranya kelak bangkit sebagai Juruselamat. Ia percaya. Ia tak berhenti di Sabtu yang tergeletak kosong. Maria berusaha mengubah Sabtu menjadi sebuah akhir pekan yang membawa harapan dan kehidupan baru.

Sabtu kosong. Yesus sudah disalibkan. Ia wafat dengan darah mengucur. Mati dengan lambung tertikam. Tak ada yang peduli. Semua merasa tak bertanggung jawab. Pilatus mencuci tangan. 

Pilatus bahkan tak mampu menghentikan persekongkolan Imam-Imam Kepala dan Tua-Tua Orang Yahudi. Yesus menjadi tanggup jawab siapa? Murid-murid semuanya pada lari ketakutan. 

Tinggal Maria. Sebagai seorang ibu yang mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan Yesus, Maria setia menemani. Maria hadir untuk tetap berjalan (caminar), menemani (acompaar), dan menyembah (adorar) Yesus hingga kematian-Nya di kayu salib.

Maria tegar dalam kesepian, kesendirian, kepedihan, kesakitan, kehilangan, dan nestapa. Maria sungguh-sungguh masuk dalam kehampaan, kekosongan, dan keheningan. 

Maria speachless. Menyaksikan secara langsung penderitaan yang dialami Putra-Nya, bukanlah hal yang mudah bagi sosok seorang ibu seperti Maria. Biasanya, Maria selalu sigap dalam memerhatikan kebutuhan Yesus. 

Tapi, kali ini, Maria dibatasi. Maria disekap kerumunan dan suara-suara menggelegar mereka yang berkuasa. Maria hanya mampu menemani. Ia hanya menarik diri sedikit jauh. Maria, berjalan, menemani, dan menyembah hingga di kaki salib.

Relasi Maria dan Yesus memang sudah terjalin ketika Maria mendapat kabar sukacita dari Malaikat Gabriel. Atas tawaran Allah melalui Gabriel, Maria menyatakan kesiapsediaan dan ketaatan dengan sebuah magnifikat.

"Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku. Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku yang berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan ajaib kepadaku dan namanya pun kudus" (Lukas 1:46-49).

Ketika Maria menyaksikan secara langsung bagaimana Putranya Yesus Kristus diarak ke ruang pengadilan Mahkamah Orang Yahudi, Maria hanya bergumam: "Malam ini, semuanya sudah dimulai!" Maria tahu apa yang akan terjadi dengan Putranya. Maria tahu bahwa akhir dari kabar sukacita yang ia terima dari Malaikat Gabriel akan berujung pedih. Ia tak berbicara banyak. Maria selalu menyimpan semua yang dialami dan disaksikan secara langsung di dalam hatinya (Lukas 2:51).

Ketika semua orang "mencuci tangan" usai peristiwa penyaliban, Maria dan beberapa wanita lainnya memilih bertahan di kaki salib. Mereka meratap, memeluk kaki salib, dan mengusap darah yang jatuh membasahi bumi. 

Maria tak ingin Putranya tergantung berlama-lama di palang penghinaan sementara orang lain beramai-ramai merayakan Paskah Yahudi. Maka, dari itu, Maria berinisiatif untuk menguburkan Putranya secara layak dan pantas. 

Pelukan dan dekapan terakhir Maria cukup lama usai Yesus diturunkan dari salib. Betapa pedih hati seorang ibu menyaksikan Putranya sendiri mati menggenaskan di atas kayu salib.

Kepedihan Maria diisi di sekujur Sabtu. Maria membalut Sabtu dengan keheningan, tatapan kosong, dan harapan. Dalam keheningan, Maria membenamkan harapan bahwa Putranya kelak bangkit sebagai Juruselamat. 

Ia percaya. Ia tak berhenti di Sabtu yang tergeletak kosong. Maria berusaha mengubah Sabtu menjadi sebuah akhir pekan yang membawa harapan dan kehidupan baru.

Dari ratapan bisu Bunda Maria, Sabtu berubah suci. Sabtu berubah putih. Sabtu berubah menjadi sukacita. Sabtu mengubah galau. Kehidupan baru ditawarkan saat Sabtu membenamkan lampu. 

Sabtu mengubah kekosongan menjadi sebuah kehidupan baru. Sebelum menyentuh kabar kebangkitan Tuhan Yesus, Maria tetap menjaga Sabtu 'tuk selalu nyepi dan bercadar. Maria tetap menjaga Sabtu menjadi momen suci.

Bersama Maria yang tengah berduka atas kepergian Yesus, orang-orang yang menaruh kepercayaan kepada-Nya pun ikut mendekorasi Sabtu. 

Sabtu tetap kosong. Sabtu tetap nyepi. Sabtu akhirnya ikut menghimpun suci. Mari menanti kebangkitan Yesus Kristus dengan nyepi bersama Maria. Per Mariam ad Jesum!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun