Perjuangan untuk membuktikan ambisi kemudian tak berhenti di poin "menerima kekalahan" dengan lapang. Ketika ambisi yang menggebu-gebu dari awal masa pencalonan dibredel oleh selisih suara yang mencurigakan, strategi lain pun diupayakan.Â
Di sana, uang kembali dihambur. Untuk mencapai kursi ruang sidang dan mencari ketetapan yang adil, uang lagi-lagi dipakai sebagai infrastruktur. Dalam hal ini, uang, kekuasaan, dan ambisi berjalan beriringan.
Pada momen PSU nanti, ada kemungkinan besar kecurangan bisa kembali terjadi. Kekuatan di balik itu, tidak lain adalah kompensasi dari suara konstituen yang menjadi angka taruhan.Â
Jika PSU dilaksanakan tanpa pengawasan yang ketat, bukan tidak mungkin kecurangan yang lebih masif dan terstruktur akan dibawa-serta.Â
Setiap suara, dalam hal ini, adalah harapan bagi pasangan calon yang bertikai. Jika, pengawasannya ketat, saya percaya, vox populi vox Dei hadir dalam peristiwa semacam ini.
Tentunya, kita tak hanya menjadi penonton bungkam dari ritual PSU di 15 daerah nanti. Pengawasan yang akurat, hemat saya, mampu mencegah rusaknya kualitas suara dari setiap konstituen. Ruang gerak pemilihan dan dinamika PSU tentunya cukup mudah untuk diberi pengawasan ekstra.Â
Untuk itu, kita berharap, PSU untuk menemukan keadilan dan potret pemimpin yang merakyat, bisa dilakukan secara transparan, jujur, dan demokratis melalui mekanisme pengawasan yang ketat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H