Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ketika Hukum dan Politik Tidur Seranjang

24 Maret 2021   21:26 Diperbarui: 24 Maret 2021   21:28 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi arah politik hukum dalam pemberantasan korupsi. Foto: nasional.kompas.com.

Lembaga-lembaga hukum di era demokrasi tidak boleh eksklusif dalam hal mekanisme institusional mereka. Hukum harus membuka diri dan memberikan informasi kepada publik terhadap setiap proses dan putusan yang mereka lakukan. Institusi hukum yang tertutup adalah anti demokrasi.

Ketiga, "Hubungan Politik & Hukum". Sudding menggambarkan hukum yang 'tidur seranjang' dengan politik. Hal ini tentunya bertentangan dengan pendapat Hans Kalsen, "Hukum adalah hukum. Ia murni". Hukum adalah pure norm, di mana tidak boleh ada faktor non-hukum yang akan memengarui hukum. 

Sudding mengutip Harord D. Laswell dan Abraham Kaplan yang melihat map of power sebagai arus yang menentukan tindakan seseorang (hal. 96). Ia juga mengutip R. J. Mokken yang merumuskan konsep kekuasaan sebagai kemampuan dari pelaku untuk menetapkan tindakan bagi pelaku lain, atau Vicktor Hugo yang mengartikan hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Konsep-konsep ini menjadi 'belati' analisis yang tajam pada bagian ketiga buku ini.

Bagian keempat, "Distingsi antara Teori dan Fakta dalam Penegakan Hukum". Pada bagian ini dimejakan soal jarak antarteori dan fakta yang amat jauh. Jarak itu menimbulkan perang yang tak pernah usai antarkaum idealis dan kaum realis-pragmatis. 

Kaum idealis memandang hukum harus patuh pada konsep-konsep ideal tentang keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Hukum tidak boleh keluar dari preferensi ini. 

Namun, kaum realis-pragmatis melihat sebaliknya, bahwa hukum akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari politik dan akan selalu menjaga kepentingan politik. 

Pada bagian ini juga penulis menampilkan istilah menohok, yakni vandalisme. Vandalisme dimaknai sebagai ekspresi eksesif untuk melakukan tindakan perusakan dan penghancuran (hal. 176-182).

Bagian kelima, "Korupsi sebagai Peristiwa Hukum & Politik". Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang tidak kasat mata dan tidak berciri. Ada tiga bentuk korupsi, yakni political corruption, judicial corruption dan birroucratic corruption (hal. 206-249). Pengelompokkan ini berdasarkan pelaku. Dari "trias politica menuju trias koruptika". Meskipun faktanya ada juga pelaku korupsi dari kalangan pengusaha, jelas bahwa epicentrum dari kejahatan korupsi bekerja di tiga arena di atas.

Bagian keenam, "Parlemen sebagai Industri Politik Hukum". Apakah hukum sebagai sebuah nilai, punya industri yang memproduksinya? Bagi Sudding, industri hukum adalah parlemen yang memiliki trio fungsi utama, yakni controlling, budgetting and legislation (hal. 340-352). Fungsi legislasi -- membuat UU - inilah yang meletakan parlemen sebagai industri hukum.

Sudding juga mempersoalkan kuantitas dan kualitas produk legislasi. Dinamika pembahasan sebuah rancangan UU tidak sesederhana yang dibayangkan kalangan tertentu. 

Perdebatan yang menguras energi, pertarungan kepentingan yang sulit terurai, dan saling menghujat membuat keputusan susah landing. Akhirnya, tidak ada sahabat sejati dan musuh abadi dalam politik. Soal dilema etis di atas, Sudding bergumam, "Saya merasakan perang antarpragmatisme dan idealisme terus terjadi. Karena itu dilema etis dan dilema politis merupakan dua anak kandung yang akan selalu ada dalam institusi kekuasaan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun