Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi Urun Angan atau Turun Tangan

25 Februari 2021   13:01 Diperbarui: 25 Februari 2021   13:53 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah eufemisme yang cukup sarkastik untuk menyatakan bahwa, 'Kalau saudara (para kandidat politisi) menggunakan saya sebagai alat untuk mencapai kekuasaan, silahkan, tetapi Anda harus menyewanya." Betapa cerdik rakyat kita sekarang. Tidak ada negosiasi. Harga menyundul langit. Rakyat tidak peduli lagi apa itu demokrasi hanya karena ulah para elite yang menunggang demokrasi sebagai kuda perampas. 

Rakyat tahu jika selama ini mereka diakali oleh para tunaetik abad ini. Kecerdasan tradisional ini mungkin tak terlihat dan kadang terselubung kecerdasan para elite yang congkak dan high profile. Tak terbayangkan misalnya seorang kandidat harus merogoh kocek demi mulusnya perjalanan menuju tribun kekuasaan itu. Kecuali dari uang haram (mengkorupsi) untuk sebuah casino yang bernama pemilu.

Prospek Rakyat

Republik ini adalah milik kita semua. Bukan milik segelintir orang, apalagi orang-orang yang sanggup membayar siapa saja untuk berbuat semaunya. Berhenti cuma urun angan, harus turun tangan. Tidak semua orang harus ikut partai politik, tetapi saat pemilu jangan pernah diam membiarkan orang-orang bermasalah melenggang tak ditantang, tak dihentikan. 

Pada saat pemilu, harus muncul kesadaran kolektif bahwa ini bukan ceremony politik, namun ini sebuah kesempatan menempatkan orang baik menjadi pengurus negeri. Rakyat harus membantu orang-orang yang tak bermasalah di sekitar kita yang terpanggil untuk ikut mengurus (bukan menguras) republik ini agar mereka bisa menang.

Keinginan rakyat adalah agar hatinya senang, pikiran tenang, dan perut kenyang. Kini kita sedang menyaksikan gelombang baru yang dalam tahap bangkit. Bukan generasi yang mau membeli dukungan karena rupiah. Pilihan untuk membantu orang baik dalam pemilu adalah pilihan sejarah. Masa depan bangsa ada pada generasi berikutnya. Wariskan budaya yang beradap dan mengedepankan butir-butir Pancasila. Kerakyatan kita adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan ketamakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun