Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi dari Elite, oleh Elite, dan untuk Elite

18 Februari 2021   04:35 Diperbarui: 18 Februari 2021   04:53 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi pada dasarnya bukan bertujuan pada dirinya sendiri, melainkan hanya sebuah cara rakyat untuk hidup adil sejahtera dengan jalan bernegara. Oleh karena itu, demokrasi tidak hanya oleh rakyat, tetapi juga untuk kebaikan rakyat.

Ukuran sukses demokrasi bukanlah massa demokrasi berada di bilik suara selama lima menit, melainkan kualitas elite demokrasi yang berperan sebagai wakil rakyat. Dalam trias politika, tiada demokrasi tanpa legislatif.

Namun, kenyataannya demokrasi sering disusupi para penumpang gelap. Selepas dari belenggu otoritianisme rezim Suharto, rakyat sempat mengalami euforia demokrasi. Namun, euforia demokrasi berubah seketika menjadi sebuah elegi dan eulogi -- mendengar dan menyaksikan praktik-praktik buruk yang berkembang pesat di kalangan pemangku jabatan (Yonky Karman, Kompas 18 April 2014).

Korupsi, mafia, pencucian uang, serta aneka atribut lainnya datang menghiasi wajah negeri ini. Istilah-istilah, seperti pencucian uang dan mafia muncul seperti sebuah kata serapan yang kelak menjadi istilah keren bagi para elite di kemudian hari.

Hemat saya, tindakan koruptif yang sudah menjamur di negeri ini, muncul dari istilah perjudian modern yang bernama demokrasi. Kita ingat bahwa politik uang (money politic) dipakai sebagai salah satu cara mendulang suara saat pesta demokrasi berlangsung.

Sebelum duduk di kursi pemimpin, agaknya para pemangku kepentingan ini sudah terlebih dahulu (terbiasa) belajar untuk calo suara, menipu, merekayasa, menjiplak sebagai cara-cara modern mencapai tampuk kekuasaan.

Membeli suara rakyat dengan sistem piutang -- setelah terpilih utang-utang dilunasin. Praktik seperti ini tentunya akan terbawa hingga seorang politisi duduk di kursi jabatan. Lebih buruknya lagi cara-cara serta tujuan yang dicapai pun akan bertambah buruk pula. Demokrasi adalah akar tindakan koruptif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun