Paulus dipercaya (dihargai dan diberi apresiasi) untuk mewartakan Injil. Di zaman itu, kepercayaan untuk mewartakan Injil tidak diberikan kepada semua orang. Akan tetapi, Paulus justru diberi kepercayaan. Inilah upah yang sebanding dengan kerja keras Paulus, yakni membuat banyak orang percaya pada Kristus yang bangkit.
Jika demikian, apa hubungannya dengan orang-orang di Korintus? Sudah menjadi rahasia umum bahwa problem mengenai apresiasi dunia kerja disembunyikan oleh kebanyakan perusahaan. Ada begitu banyak orang yang kadang dipekerjakan (laiknya budak), tanpa apresiasi apapun. Bahkan, ada yang bekerja hingga nyawa melayang.Â
Fenomena ini, bisa jadi tetap dihidupi di zaman sekarang. Banyak buruh yang bekerja sehari suntuk ditambah waktu lembur, tanpa diberi apresiasi apapun. Relasi majikan -- buruh, kadang-kadang tregelincir ke relasi tuan-budak.
Ketika relasi dunia kerja antara pemilik usaha dan pekerja jatuh pada relasi tuan-budak, maka apresiasi dengan sendirinya hilang. Dalam relasi tuan-budak, tuan melihat pekerja sebagai mesin yang bertugas menghasilkan dan memenuhi target. Soal nilai luhur martabat manusia, tidak terhitung dalam logika ekonomi sang pemilih usaha. Inilah bahaya laten dalam dunia kerja -- pada zaman Paulus -- yang cenderung didiamkan.
Paulus memahami betul bagaimana logika profitable dari banyak pebisnis di Kota Korintus cenderung merusak moral dan relasi sosial. Di antara kalangan pebisnis, ada begitu banyak orang yang dieksploitasi habis-habisan (tenaga, waktu, kreativitas, keterampilan, harga diri, dan keluarga) demi upah.Â
Tapi, apakah upah benar-benar diterima? Persis inilah persoalan yang hendak dikritisi Paulus. Kepada Jemaat di Korintus, Paulus mengingatkan agar praktik-praktik moral dalam dunia kerja tetap dihidupkan sebagaimana mestinya -- jangan hanya mengejar keuntungan pribadi melulu, tetapi perhatikan juga nasib para pekerja.
Hemat saya, wejangan Paulus, tetap eksis untuk zaman kita sekarang. Etika dunia kerja pada dasarnya adalah memberi apresiasi atas kreativitas dan keterampilan seseorang sambil di saat yang sama, si pekerja mampu mengaktualisasikan diri sebagai makhluk bekerja (homo laborans atau homo faber).Â
Semakin besar pengharagaan atas nilai kerja seseorang, dengan sendirinya, semangat kerja seseorang akan meningkat dan mendapat ruang tuk berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H