Jika kita mencermati lebih mendalam mengenai identitas para murid Yesus, kebanyakan dari mereka adalah para nelayan -- dimana pekerjaan sehari-hari mereka tak lain melaut. Dari aspek sosiologis latar belakang ini (nelayan) adalah salah satu profesi yang menjanjikan. Mereka yang menjadi nelayan -- setidaknya untuk konteks Yesus -- umumnya memiliki jaringan yang luas. Setiap hari mereka berkenalan dengan banyak orang. Dengan intensitas interaksi yang melebar, para nelayan umumnya mempunyai "link" yang luas.
Pada hari Minggu Biasa III ini, bacaan-bacaan suci  (Yunus 3:1-5.10; 1Korintus 7:29-31; Markus 1:14-20) yang disajikan di meja Sabda memang tak terlalu fokus untuk berbicara mengenai tema kualitas kemuridan. Umumnya, untuk konteks bacaan-bacaan hari ini, orang justru mendalami tema mengenai pertobatan dan Sabda Tuhan. Memang, jika mau disinkronkan untuk ketiga bacaan hari ini, tema mengenai pertobatan (conversion) dan kesetiaan pada Sabda Allah (fidelity on the Word of God) direfleksikan secara umum. Akan tetapi, saya justru mendalami sebuah pertanyaan teologis berbeda: "Mengapa Yesus memilih para penjala ikan (fishermen) menjadi murid-murid-Nya?"
Data-data historis memang tidak terlalu memperlihatkan alasan-alasan detail mengapa Yesus lebih memilih para penjala ikan ketimbang yang lain. Kitab Suci hanya menyajikan informasi seadanya (terbatas) tentang keterpanggilan para murid. Selebihnya, Yesus sendiri yang memahami dengan baik kenapa para penjala ikan ini dipanggil. Saya tentunya tidak ingin "merampas" alasan-alasan akademis atau apa saja soal keterpanggilan para murid. Tapi, setidaknya, kita perlu mencermati bagaimana uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) untuk para murid bisa dipakai dari kacamata pengalaman.
Dari pembacaan yang saksama, disermen menyeluruh, dan refleksi yang mendalam, saya menemukan, sekurangnya ada lima alasan mengapa para penjala ikan (the fishermen) direkrut Yesus menjadi murid-murid-Nya.
Pertama, Yesus memilih para penjala ikan (fisherman) menjadi murid-Nya karena kekuatan jaringan relasi (social hyperlink). Kita tahu, para nelayan, umumnya berinteraksi dengan banyak orang. Ketika seorang nelayan menurunkan hasil tangkapan dari geladak kapal atau perahu, mereka biasanya langsung diserobot para penada, distributor, dan masyarakat umum. Kedatangan mereka setelah semalaman melaut menjadi kabar gembira bagi masyarakat. Untuk itu, ketika para nelayan selesai melaut, mereka langsung dihadapkan dengan begitu banyak orang.
Mereka yang menyerbu -- baik di tepi pandai atau di tempat jualan -- datang dari berbagai wilayah. Bisa saja yang datang adalah masyarakat sekitar pantai. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, mereka yang berasal dari daerah pegunungan juga doyan dengan ikan. Untuk itu, dalam waktu sehari, para nelayan bisa berjumpa dengan begitu banyak orang dari beragam latar belakang (sosial, ekonomi, budaya, dan bahasa). Pada tahap ini, hemat saya, para nelayan memiliki kekuatan jaringan yang sangat luas. Mereka, dengan demikian, sangat memahami karakter seseorang (pembeli), memahami bahasa, dan sangat pandai memengaruhi seseorang. Kekuatan ini, boleh jadi adalah salah satu alasan kenapa Yesus merekrut mereka.
Kedua, Yesus memilih para penjala ikan (fishermen) menjadi murid-Nya karena kekuatan kerja sama tim (teamwork). Para nelayan biasanya melaut dalam satu kelompok tertentu. Jarang kita menemukan orang melaut seorang diri. Jika ada yang melaut seorang diri, dia tak lain sedang menghidupi hobinya -- katakanlah ia berlayar hanya untuk senang-senang, biar bisa memancing ikan. Untuk suatu proyek tangkapan ikan dengan jumlah yang besar, para nelayan akan membentuk sebuah kelompok. Mereka akan berlayar dengan satu tim yang solid.
Kekuatan tim ini mengarah pada keberhasilan visi-misi, yakni tangkapan dengan jumlah yang banyak. Kerja sama tim antar-nelayan membentuk sebuah kekuatan besar dalam merogoh kesuksesan. Katakanlah sebelum berlayar, para nelayan akan membuat sebuah kesepakatan bersama. Mereka membagi peran dan tugas. Ada yang bertugas melempar jala atau pukat, mengontrol navigasi kapal atau perahu, dan ada pula yang bertugas menarik jala. Semua yang ikut melaut ikut kebagian peran.
Kekuatan elemen kerja tim ini kemudian direkrut Yesus dalam proyek misi ke depan. "Mulai hari ini, kalian akan menjadi penjala manusia!" (Markus 1:17). Dalam hal ini, Yesus jeli melihat kemampuan timnya. Ajakan Yesus tentu beralasan. Orang-orang yang Ia rekrut adalah orang-orang yang sudah sangat berpengalaman dan pandai -- konteks menjala ikan. Untuk itu, Yesus memberi mereka "tantangan" baru. Bagaimana jika kalian berganti peran menjadi penjala manusia?
Ketiga, Yesus memilih para penjala ikan (fishermen) menjadi murid-Nya karena keberanian. Para nelayan adalah orang-orang yang tergolong berani. Musuh mereka ketika melaut tentunya beragam. Musuh bisa hadir dalam rupa gelombang laut yang mencekam, badai dan hujan, unsur-unsur teknis berkaitan dengan perlengkapan proses jala (kapal, perahu, mesin perahu, penerangan, pukat, dll), makhluk laut yang berbahaya, serta hasil tangkapan itu sendiri. Untuk itu, mereka bertaruh nyawa di laut lepas. Hemat saya, pekerjaan ini sangat menantang. Dan, nelayan berani melakukannya.
Karakter keberanian ini dimasukan dalam bahan uji kemuridan Yesus. Yesus benar-benar jeli menilai, membuat kalkulasi, lalu merekrut orang. Keberanian para pelaut adalah sebuah karakter bawaan yang perlu dihidupi seorang pengikut Yesus. Ia perlu menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Yesus. Pada tahap ini, kita bisa memahami kenapa Yesus mengeluarkan pernyataan "Aku mengutus kamu ke tengah-tengah srigala" ketika hendak mengutus para murid. Yesus tahu bahwa para pelaut adalah orang-orang yang sudah terbiasa dengan tantangan. Untuk itu, Yesus memberi mereka tantangan baru -- memukat manusia.
Keempat, Yesus memilih para penjala ikan (fishermen) karena mereka memiliki elemen bargaining power. Salah satu aspek yang dimasukkan dalam list kemuridan Yesus adalah bagaimana memengaruhi orang. Jika kita bertolak ke belakang -- melihat latar belakang kehidupan para pelaut -- biasanya para nelayan atau pelaut memiliki kekuatan dalam memengaruhi para pembeli. Cara mereka "menjerat" pembeli ikan biasanya menarik dan umumnya berhasil.
Faktanya memang kelihatan. Ketika terjun ke pasar ikan (katakanlah di pesisir pantai), para penjual ikan biasanya fasih membuat penawaran. Berbagai "iklan" terkait kualitas ikan, harga, dan ukuran selalu membuat para pembeli takluk. Banyak pembeli akan "dihipnotis" atau "dibuat tak berdaya" oleh si penjual dengan kemampuan hidangan jualannya. Dalam hal ini, Yesus -- bisa saja -- melihat kualitas ini sebagai sebuah kekuatan dalam misi dan calon kemuridan-Nya ke depan. Untuk itu, Ia kemudian merekrut para nelayan.
Kelima, Yesus memilih para penjala ikan (fishermen) karena mereka tahu memanajemen waktu, kebutuhan, diri, dan ekonomi. Seorang pelaut biasanya mempunyai rencana yang matang sebelum melaut. Rencana ini dikelola dengan baik agar misi melaut tak sia-sia. Untuk itu, sebelum melaut, para nelayan benar-benar mampu membaca situasi -- arah angin, tanda-tanda alam (menunjukkan ada ikan atau tidak), mengkalkulasi persedian kebutuhan selama melaut (penerangan, bahan bakar kapal atau perahu motor), mengatur waktu dengan baik (kapan melaut dan kapan pulang ke darat) serta serta mengatur hasil tangkapan (mana yang akan dijual dan mana yang akan dikonsumsi sendiri). Semuanya dikelola dan dicermati dengan baik dalam kamus para nelayan.
Kekuatan-kekuatan ini (manajemen waktu, kebutuhan, diri, dan ekonomi) dilihat Yesus sebagai "lengan kekar" seorang pengikut. Yesus mendalami elemen penting ini, meski ia seorang tukang kayu dari pengunungan. Untuk itu, dia berupaya untuk mencari dan merekrut orang-orang demikian untuk sebuah karya misi yang lebih besar, yakni menjala manusia.
Semua usaha Yesus, tentunya tak terlepas dari upaya proyek bersama, yakni antara misi Allah Bapa dan keterlibatan manusia. Yesus tak ingin, karya misi-Nya diperjuangkan secara personal tanpa keterlibatan manusia. Yesus tahu, ada orang-orang tertentu yang memiliki bakat, kemampuan, keterampilan, dan talenta yang bisa membantu Diri-Nya dalam mewartakan Kerajaan Allah di dunia ini. Yesus tahu, manusia juga perlu ikut terlibat dalam proyek rencana keselamatan Allah.
Pada titik ini, kita boleh mengatakan bahwa sepanjang sejarah, Allah selalu melibatkan manusia dalam karya misi-Nya. Allah melalui Putra-Nya Yesus Kristus selalu ingin bekerja sama dengan manusia. Misi penyelamatan, dengan demikian adalah misi kolektif -- ada upaya dari Allah sendiri (pewahyuan) dan manusia menanggapi (iman). Konstruksi karya penyelamatan, dengan demikian bersifat relasional. Hemat saya, hal inilah yang mungkin kita bisa dalami, cermati, dan refleksikan dari kisah panggilan murid yang diperlihatkan oleh kisah Injil hari ini.
Maka, apa yang perlu dipelajari? Untuk konteks Umat Kristen, kekuatan-kekuatan yang dimiliki para nelayan bisa menjadi kekuatan yang bisa dihidupi zaman sekarang. Kelima kekuatan itu (jaringan sosial, kerja sama, keberanian, memengaruhi, dan manjemen) harus dihidupi oleh seorang pengikut Kristus. Hal yang sama juga seharusnya dihidupi oleh para gembala umat. Seorang pelayan umat ketika terjun ke wilayah manapun, setidaknya ia harus berani, mampu bekerja dalam tim, memiliki jaringan yang luas, terbuka dalam berelasi, dan mampu memanajemen apa saja.
Selamat berhari Minggu!
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI