Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pastor Milenial dan Marketing Perjumpaan di Era Digital

31 Desember 2020   13:18 Diperbarui: 31 Desember 2020   13:58 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akun facebook saya sudah lama pensiun postingan. Biasanya, dalam sehari saya selalu mengunggah satu foto yang dijeperet kapan saja, kadang mengunggah opini tertentu atau sekadar iseng lempar status. Semua kegiatan ini adalah pekerjaan. Benar gak? Disebut pekerjaan karena di balik postingan tersebut ada reaksi dari seluruh penghuni jagat maya. 

Reaksi mereka bermacam: ada yang ngelike, ada yang komen, dan ada pula yang ngeshare. Reaksi ini membuat saya sebagai pemilik akun banjir notifikasi terutama setiap kali saya beralih ke kewarganegaraan online. Semua notifikasi ini membuat saya sibuk. Di tengah kesibukan membalas komen, secara tidak sadar saya sejatinya tengah bekerja. 

Sampai suatu ketika, saya membuat sebuah observasi cemilan pada branda facebook. Pertama, saya menggunggah sebuah gambar kudus pada laman facebook. Kedua, saya menggungah foto seorang pernyanyi ternama asal Amerika Serikat, Christina Aguilera. Kedua gambar ini diunggah dalam rentang waktu yang cukup lebar, sekitar 5 jam-an. 

Selama lima jam, postingan gambar kudus mendapat 8 likers, satu komen (berisi pertanyaan: apa kabar), dan no share. Sedangkan pada postingan kedua, saya mendapat 79 likers, 24 komen, no share. Komen-komen yang berseliweran memperlebar ruang interaksi dan perjumpaan.

Perjumpaan Luring dan Daring

Perjumpaan luring (luar jaringan) dan daring (dalam jaringan) adalah kata lain dari perjumpaan real dan maya. Kedua model perjumpaan ini adalah ciri khas zaman sekarang. Perjumpaan daring biasanya membantu seseorang memperlebar jaringan interaksi. 

Jika saya hanya memiliki satu teman atau kenalan di dunia real, saya bisa memperbanyaknya ketika masuk di jagat maya. Di sana saya bisa memilih teman sesuai selera saya dengan beragam brand: foto, nama, dan identatis diri yang lengkap. Menariknya, saya bisa menghentikan pertemanan jika saya jenuh atau tidak suka dengan seseorang. Ini hanya berlaku jika saya sedang daring. 

Pada dasarnya, perjumpaan di zaman internet menuntut sebuah karakter fisik, yakni penampilan (thumbnail). Ketika memilih teman di dunia daring, seseorang akan melayangkan permintaan pertemanan jika kualitas penampilan (profile) seseorang dirasa menarik. Jika tidak, yang muncul justru pengabaian, pembatalan pertemanan, menolak konfirmasi, dan bahkan ada yang ngeblock. 

Fenomena ini merupakan khas dunia daring. Karakter perjumpaan daring sepertinya datang dari kebiasaan perjumpaan luring. Di dunia luring, seseorang biasanya juga menempatkan kualitas yang sama, yakni mencari partner berdasarkan kriteria penampilan. 

Penampilan dalam hal ini merujuk ke kata sifat, seperti indah, ganteng, menarik, putih, tinggi, cantik, dll. Semua kata sifat ini kemudian mengunci pengelihatan sebagai senjata utama dalam perjumpaan. Seseorang pertama-tama membuka kanal relasi, jika pengelihatan mampu menakar kualitas-kualitas dimaksud.

Penampilan: Marketing Perjumpaan

Pasar bisnis online biasanya membaca minat konsumen melalui kualitas penampilan. Selain pasar bisnis online, bisnis real pun juga melalukan hal yang sama. 

Di berbagai pusat perbelanjaan, seorang pembeli jatuh hati pada barang belanjaannya karena kualitas luar atau penampilan. Seorang pembeli bisa saja membeli sebuah barang bukan karena ia benar-benar membutuhkannya, tetapi karena barang yang dilihat menarik. 

Parameternya pun diubah: semakin menarik kualitas barang yang dipajang, semakin banyak pembeli yang berminat. Bahkan di beberapa tempat, di Jogja misalnya, orang justru suka mencari tempat makan, ngopi, meeting, karena penataan tempat yang menarik. Nilai jual penampilan, dengan kata lain membuka ruang perjumpaan dan menarik orang untuk berkenalan atau membangun relasi.

Transaksi pengelihatan yang bermula dari ketertarikan pada penampilan merupakan ritus marketing perjumpaan di zaman sekarang. Hal ini tentunya mau menununjukkan bahwa unsur penampilan menjadi syarat utama dari sebuah perjumpaan. 

Di zaman keemasan teknologi -- dimana internet hadir menjembatani sekaligus menjawab hampir seluruh kebutuhan manusia -- orang menempatkan perjumpaan sebagai sesuatu yang urgent. Internet seakan-akan menciptakan sebuah kebutuhan baru bagi manusia, yakni kebutuhan untuk mencari dan menjumpai. 

Akan tetapi, karakter utama dari sebuah perjumpaan adalah soal penampilan. Saya tertarik sama si A atau si B, bukan karena hal-hal esensial yang melekat pada dirinya, tetapi pertama-tama karena penampilannya mengusik keberadaan saya. Saya seakan-akan dipaksa untuk melakukan sesuatu, misalkan menglike atau memberikan komentar atas pribadinya. Dari kegiatan ngelike dan koment, relasi dibuka dan perjumpaan menunggu ruang dan waktu 'tuk dimulai.

Dunia internet mendorong orang untuk membuka jaringan (network). Tuntutan ini sejatinya memberi sebuah ruang terbuka bagi siapa saja untuk menjalin relasi. Jika saya hanya membangun relasi pertemanan atau memfollow hanya sebagian dari warga net, saya akan mengalami kemandekan dalam berelasi. Jangkauan saya akan menjadi terbatas. Orang-orang yang melihat karya-karya besar saya akhirnya adalah orang-orang yang hanya berteman atau yang menjadi followers saya. 

Oleh karena itu, penting menakar kualitas penampilan dalam marketing perjumpaan. Pasar daring dan luring biasanya selalu bermain dengan perasaan. Maka, kualitas penampilan sekali lagi perlu dijaga. Lalu, pertanyaannya adalah "Bagaimana kualitas penampilan ini dicover biar bertahan?" 

Di instagram dan facebook, banyak orang yang dipilih atau direkomendasikan untuk endorse atau jadi duta pemasaran barang-barang tertentu. Tindakan ini dilakukan karena pertama-tama, orang menakar kualitas penampilan. Aspek-aspek yang disasar adalah penampilan fisik, sikap, intelek, spiritual, tata krama, dll. Bahkan ada orang yang mengakatan bahwa kepribadian Anda juga dinilai dari kualitas Anda dalam menggunakan media sosial.

Semua fenomena yang diperlihatkan dunia daring ini bisa membantu seseorang dalam berpastoral. Menariknya, penampilan di zaman sekarang juga ikut mengorbit kemajuan proses berpastoral seorang gembala umat. Bagaimana seorang calon gembala umat melihat fenomena ini? Maukah seorang gembala umat mengubah penampilannya demi pertumbuhan dan perkembangan hidup domba-domba?

Gembala yang Millenialable

Data populasi penduduk dunia sebagian besar dipenuhi societas millenial -- rentang usia 18-35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan domba yang dituntun oleh Gereja adalah domba-domba usia produktif. Ciri utama dari domba millenial ini adalah nomaden dan akrab dengan media sosial. 

Bagi domba-domba millenial ini, definisi kesuksesan adalah sebagai berikut: punya banyak teman di facebook, memiliki banyak followers-subscribers dan likers. Kekayaan dan kemewahan, punya deposit banyak di bank, bukanlah sebuah kesuksesan menurut mereka jika followers, likers, dan subscribers ada di bawah angka 100. Semua atribut ini -- followers, likers, subscribers -- merupakan parameter kesuksesan seseorang di zaman sekarang. Seseorang akan disearch, punya link yang luas justru jika ia mampu mencapai ketentuan atribut-atribut demikian.

Berhadapan dengan fenomena ini, hemat saya, seorang gembala sebaiknya perlu mencermati dinamika penggembalaan dan proses berpastoral ala millenial. Slogan yang dibangun perlu mengfollback dinamika societas millenial, yakni instagramable, spotable, banjir followers, dan gandrung likers. 

Salah satu caranya adalah dengan mengubah penampilan. Mengubah penampilan dalam hal ini tidak berarti seorang gembala harus fashionable, tetapi hemat saya lebih pada upaya penyeimbangan aspek spiritual dan lahiriah. 

Penekanan ini beralasan, karena di tengah kemajuan zaman dan banyaknya tawaran, kadang seorang gembala merasa cuek dengan penampilan lahiriah, seperti pentingnya kesehatan fisik. 

Kita bisa menakar ada begitu banyak gembala yang "kehilangan stamina berpastoral-bermisi" di usia produktif. Hal ini biasanya dipicu oleh ketidakseimbangan pola hidup, makan, olahraga, istirahat, dll. Kualitas gembala yang demikian -- kehilangan stamina -- membuat domba millenial pesimis, khawatir, dan enggan untuk berdinamika bersama.

Secara gamblang, kita bisa mengatakan bahwa ciri khas domba millenial adalah semangat-gembira. Karakter ini hanya bisa dicapai jika ada gembala yang menganimator dan mengompori mereka para domba millenial. Dan dalam hal ini, tuntutannya jelas, sang gembala juga perlu bersemangat. 

Upaya menakar stok semangat dalam diri seorang gembala adalah dari kualitas penampilannya, yakni kesehatan fisik, cara berpakaian, apik, santun, bijak, tegas, bertanggung jawab, dan timely. Kualitas-kualitas ini membuat seorang gembala menjadi millenialable atau setidaknya dalam bahasa societas millenial seorang gembala yang instagramable. 

Dengan mengubah penampilannya seorang gembala senantiasa disearch, diendorse di berbagai tempat, dipanggil ke mana-mana jika sebelumnya susah menemukan domba-domba, dan recomendidable. Hemat saya, kualitas-kualitas demikian perlu dihidupi oleh seorang gembala di zaman sekarang.

Penampilan sebagai marketing perjumpaan pada dasarnya membuat seseorang -- khususnya dalam konteks pastoral-misi seorang gembala -- menjadi linkable dan recomendidable. 

Semua prospek ini, lahir, tumbuh, dan berkembang jika seorang gembala selalu memperhatikan keseimbangan kualitas rohani dan lahiriah dalam diri. Kita tidak bisa bermisi hanya menggunakan roda spiritual, akan tetapi kita juga perlu mengencangkan "ban serep" kualitas fisik sebagai tumpuan dan sebagai marketing perjumpaan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun