Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Politik Emansipatoris Jurgen Habermas dan Keindonesiaan Kita

20 Desember 2020   22:10 Diperbarui: 21 Desember 2020   09:02 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang pasti adalah bukan konsensus sebagaimana dalam arti formal seperti harus melakukan nota kesepakatan tertentu. Habermas lebih memaksudkan sebuah konsensus yang rasional. 

Bila kita mengerti secara sederhana konsensus Habermasian, kita sebenarnya diberitahu bahwa setiap klaim tentang kebenaran, kebaikan, keindahan, keadilan, kejujuran, perlu memiliki bobot rasional bagi semua yang terlibat dalam komunikasi interpersonal tersebut.

Jika kita berkaca pada lahan rumah kita (Indonesia), sejauh ini banyak problematika politik yang mengabsurdkan sejarah bangsa dan masa depannya. Rumah sendiri bahkan menjadi ajang perang tanding, tempat srigala birokrat bersarang, dan emblem-emblem lain yang sejenisnya. 

Tragisnya lagi, yang dipercayai itu, melahap kepunyaan orang lain dan uniknya pelahapnya tetap berkeliaran sambil menjinjing tas kecil berisi ribuan U$$ dollar serta triliunan rupiah, ludes! (sketsa kasus korupsi yang melibatkan dua menteri dan beberapa kepala daerah).

Dalam hal ini diskursus pedagogi politik, seharusnya diutamakan. Diskursus bukan hanya sebuah bentuk komunikasi, melainkan paradigma emansipatoris (paradigma pembebasan) dari keterbelengguan kepalsuan. 

Refleksi trobosannya adalah bagaimana Indonesia bisa berada dalam wilayah hitam seperti sekarang ini. Apakah para founding fathers kita konon telah membungkus aneka macam delik geliat politik kotor seperti ini --sejarah generasi yang membuahkan penerus tak bertanggung jawab-- dan baru terkupas di tengah perjalanan arus post modern?

Ataukah para elite politik negara kita salah menerjemah wejangan Jasmerah dari mereka yang berusaha membawa negara ini menuju kemerdekaan totem pro parte? 

Penelusuran sampai terhenti, jangan sampai pengupasan polemik atas kebingungan universal ini menjadi tragedi berdarah yang dialami tokoh kritis abad ini (almarhum Munir).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun