Jurgen Habermas menguak sejarah bangsanya Jerman, dari Immanuel Kant hingga kebrutalan sistem Hitlerian. Kajian ini bisa menjadi refleksi penuntun untuk Indonesia dari merdeka hingga pada tahap menuju kemerdekaan --merdeka dari (term korupsi, praktik nihilsme, kemiskinan, terorisme, bom bunuh diri hingga pada aksi yang berujung pada friksi dan disintegrasi sosial).
Habermas adalah filosof yang sangat berpengaruh sejak abad yang lalu. Dia berani menanyakan sejarah masa lalu bangsanya, Jerman. Sebuah polemik besar baginya adalah di mana bangsanya (Jerman) yang diberkati oleh tradisi filosofis humanis seperti Kant dan Fichte bisa kecebur dalam kubangan absolutisme dan tiranisme Hitlerian yang kebijakkan politisnya merupakan lawan dari humanisme?Â
Di atas segalanya ketika politik adalah sebuah diskursus yang mana diskursus tersebut tentulah mengantar manusia pada pembebasan.
Atas dasar ini, hemat saya, kita perlu menoleh ke belakang. Let us go back to the track record of our nation to be free from the discrimination. Menurut Jrgen Habermas, politik haruslah memiliki karakter diskursif.Â
Politik demokrasi tak bisa dimimpikan jika tidak berupa sebuah aktivitas diskursus. Habermas sungguh-sungguh menyadari kegagalan modernitas yang digandeng dengan ideologi. Ideologi memublikasikan absolutisme yang sama buruknya dengan absolutisme monarkhial.
Demikian jika agama dibawa-bawa dalam ranah politik ideologis secara absolut dalam adopsi kehidupan secara drastis, yang pasti produknya akan sama dengan absolutisme.Â
Absolutisme bukanlah wacana, melainkan sebuah sistem. Absolutisme adalah diktatorisme atau tiranisme. Absolutisme melenyapkan diskursus. Inilah yang didendangkan oleh Habermas tentang perspektif emansipatoris dalam ranah politik.
Menurutnya, pengalaman Jerman dengan ekstriminasi sistem terhadap diaspora orang-orang Yahudi yang ada di negaranya yang di bawah rezim Hitler, menyisahkan sebuah pelajaran mahal tentang politik.Â
Ideologi absolut sebagaimana diusung Hitler tidak lain adalah tiranisme kehidupan politik. Tiada ruang emansipatoris pada era Hitlerian. Tak jarang, jika tak ada satu pun manusia baru yang mengenakan namanya sekarang.
Emansipatoris pada prinsipnya mengantar orang pada pembebasan. Bagaimana sebuah tata kelola kehidupan bisa berelasi dengan kondusif dan bebas?Â
Habermas menyebutkan hal ini perlu mengajukan pola-pola relasi komunikatif-interpersonal. Pola komunikatif inilah yang disebut diskursus. Namun, diskursus tidak mampu berjalan mulus tanpa adanya konsensus yang bertalian denagan bahasa komunikatifnya. Apa yang dimaksudkan dengan konsensus oleh Habermas?