Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Anak Muda Katolik: Kami Bukan Generasi Anti Realitas

8 Desember 2020   09:12 Diperbarui: 8 Desember 2020   09:28 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Walaupun kami terhubung lewat data seluler dan wifi, kami bukanlah generasi iPad; bukan haters, melainkan generasi yang solider terhadap realitas."

Liburan semester Tahun Akademik 2019/2020, akhirnya harus dipadati dengan kegiatan pendampingan kaum muda. Lokasi yang diserbu kali ini adalah lahan sesak Orang Muda Katolik (OMK) Paroki St. Marianus, Pu'urere Ende, Flores-NTT. Utusan Claretian berjuang untuk berkubang dengan para tunas muda Gereja Katolik yang ada di sekitar wilayah danau Kelimutu itu. Perjalanan ke Paroki Pu'rere Ende adalah perjalanan testimoni -- sebuah akses untuk menanamkan spirit Gerejani bagi OMK melalui para Misionaris Claretian. 

Dari Jogja, kemasan ide dan etalase pendongkrak semangat OMK dibungkus. Durasi kegiatan ini berlangsung dari tanggal 04 Agustus -- 07 Agustus 2016. Ruang gerak kerja para Claretian Muda antara lain, katekese kaum muda, bazar promosi panggilan, Claretian Tonight Talk Show, malam gelar budaya, mengisi koor dan kegiatan gelar tikar bersama Anak Muda Claretian (AMC) se-Paroki Pu'urere, Keuskupan Agung Ende.

Orang Muda Katolik Paroki Pu'urere suka menyebut dirinya dengan panggilan Anak Muda Claretian (AMC). Sebagian besar AMC Pu'urere Ende terdiri dari para mahasiswa dari Universitas Flores (UNFLOR). Kontribusi mereka dalam membangun jiwa dan fisik Gereja Paroki St. Marianus Pu'urere Ende sangat mentereng. Tahun ini, pekerjaan fisik Gereja Paroki St. Marianus, Pu'urere Ende masih dalam tahap perampungan. Tangan-tangan AMC juga ikut melekatkan batu bata dan menaikan tiang penyangga demi kokohnya rumah Tuhan. 

Meski dalam tahap perampungan, semangat para AMC selalu berkobar terutama dalam membuka koneksi dengan Gereja. Gereja bagi mereka adalah stimulus pemberi arah bagi masa depan mereka. "Kami merasa terbantu dengan kehadiran Para Claretian di tempat ini. Para mahasiswa jadi dekat dengan Gereja, berbaur dengan masyarakat dan ikut bergotong-royong dalam menumbuhkembangkan pembangunan di sekitar Paroki St. Marianus Pu'urere Ende", ujar Kasmir, Ketua AMC Paroki Pu'urere Ende.

AMC pertama kali digawangi oleh mentor utama Claretian ambassador Keuskupan Agung Ende, Rm. Beni Nuwa, CMF dan Rm. Paul Jeraman, CMF. Kedua misionaris Claretian ini, dengan semangat Caritas Christi Urget Nos, membuka lebar leher botol keterlibatan para tunas muda Gereja Paroki St. Marinus, Pu'urere Ende. 

Dengan bermodal semangat yang diasah selama berada di tanur penempaan para Claretian, dua misionaris ini berhasil mengumpul dan menempa busur Gereja futuris dengan spirit Claretian -- "Men on Fire with God's Love!" AMC sangat mengapresiasi kehadiran para imam di Paroki St. Marianus Pu'urere Ende. Dan, bagi para Misionaris Claretian, kerasulan kaum muda adalah salah satu model misi yang harus terus dihidupkan, selain dari jenis kerasulan lainnya, seperti misi populer. 

Untuk menghidupkan semangat berorganisasi dan membentuk karakter kepemimpinan, Rm. Beni Nuwa, CMF dan Rm. Paul Jeraman, CMF, pun harus mengadakan banyak training. Dengan adanya berbagai training ini, struktur organisasi AMC semakin jelas dan solid. Hal ini tampak dalam berbagai kegiatan selama live in para frater Komunitas Wisma Skolastikat, Yogyakarta di Paroki tersebut. Koneksi jarak jauh Jogja-Ende, bisa terhubung dengan baik berkat kerja keras dan semangat masing-masing divisi dalam tubuh AMC. Semua kegiatan live in dan bazar promosi panggilan, serta agenda lainnya sukses oleh karena keterlibatan AMC.  

Dalam skema perjumpaan para Claretian Muda -- para Frater Tingkat II dan IV Komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta -- AMC merasa terdorong untuk duc in altum dalam membangun network dengan Gereja dan Claretian khususnya. Visi mereka adalah menciptakan dan membentuk tunas muda Gereja yang lebih kreatif dan berdaya guna. Kontribusi via Gereja adalah bahan bakar bagi perjalanan mereka terutama dalam berlayar bersama sang waktu. 

Koneksi dengan Gereja membantu mereka untuk lebih gentar menghadapi berbagai tantangan yang mengguyur orang-orang se-usia mereka di zaman sekarang. Gereja -- bagi AMC -- semacam bahan bakar sekaligus payung security bagi pertumbuhan dan perkembangan iman OMK futuris. 

Di samping itu, membangun network dengan Gereja membuat AMC lebih pandai berorganisasi baik dalam etalase Gereja maupun kampus. Sistem komunikasi AMC dan Gereja memberi ruang diskusi lintas iman -- bdk. komposisi penduduk di daerah perkotaan Ende yang didominasi oleh kaum Muslim.

Keterlibatan dalam sirkulasi kegiatan sosial, juga sangat terbantu dengan kehadiran AMC. Kegiatan bakti sosial (bakso), pembangunan Gereja, proses penyeberangan materi rohani dan fisik menjadi semakin lancar, serta menjadi mentor dalam berbagai kegiatan-kegiatan sosial lainnya. 

Campur tangan AMC di Paroki St. Marianus Pu'urere Ende adalah kontribusi besar bagi petumbuhan dan perkembangan iman generasi Gereja. Pada tahun kemarin, AMC Ende menyumbang dua utusannya untuk terlibat dalam kegiatan Asian Youth Day di Manila-Filipina. Kontingen Indonesia di bawah payung Claretian menyumbang puluhan AMC dari berbagai paroki Claretian di Indonesia. Kerasulan kaum muda di zaman kemenangan teknologi adalah sebuah peluang sekaligus tantangan. 

Dua sisi ini, gamblang terlihat dari bagaimana fungsi infrastruktur teknologi digunakan secara proporsional. Di satu sisi, teknologi dilihat sebagai sarana (peluang) testimoni oase rohani dan pertumbuhan iman, dan di sisi lain, teknologi menjadi semacam monster yang siap melahap (baca: memperbudak) para penggunanya. 

Perang ayat di media sosial menunjukkan betapa dua sisi kehadiran alat-alat teknologi beroperasi. Tindakan merajam sesama di dunia maya adalah model penghakiman zaman purba yang diputar ulang dalam kemasan yang baru. Di sinilah kaum muda, kadangkala cepat berubah wujud: menjadi haters atau lovers?

Untuk menyiasati kecenderungan jatuh pada pribadi seorang haters khususnya, kami berusaha membuka sebuah sesi Claretian Tonight Talk Show dengan tema umum "Etika". Dalam dinamikanya, kebanyakan AMC menyoroti aspek etika komunikasi terutama berhadapan dengan warga digital. 

Dalam kemasan talk show, AMC menyingung soal fenomena ketiadaan koneksi warga digital (kebanyakan anak muda) dengan realitas yang berakibat pada kesepian dan bunuh diri. Banyak anak muda sekarang yang cepat frustrasi dan akhirnya lari pada narkoba, miras, rokok, sex bebas dan kenikmatan semu lainnya yang sengaja diciptakan untuk merusak masa depan mereka. 

Selain berbicara mengenai etika komunikasi di era digital, para peserta live in juga menyinggung tentang etika lingkungan -- bagaimana membangun relasi atas dasar cinta antara manusia dan alam. Banyak fenomena janggal yang memburu kehidupan orang zaman sekarang. Sense of belonging, sense of love dan common sense atas alam ciptaan tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang urgent dalam membangun koneksi. 

Pencemaran lingkungan dengan ditandai melempemnya peradaban, membuat kebanyakkan orang -- khususnya kaum muda -- bersikap apatis dan cuek terhadap alam. Puntung rokok, plastik sisa makanan dibuang sesuka hati di pinggir jalan. Gaya hidup seperti ini terbawa dari pola hidup digital yang suka membuang kata-kata hampa di berbagai medsos. 

Maka, solusi konkretnya adalah setiap orang wajib memiliki satu semangat berkoneksi dengan alam melalui pola hidup sehat. Hal sederhana, berhenti merokok, adalah investasi dan contoh konkret kecintaan kita pada alam sekitar. Keterlibatan dalam kegiatan sosial juga menjadi pendogkrak semangat menanamkan kecintaan pada alam sekitar. 

Pohon keluarga adalah investasi. Oleh karena itu, semuanya harus dimulai dari tunas muda. AMC Paroki Pu'urere Ende sudah memulai kegiatan ini. Dengan membonceng rumah pendidikan Universitas Flores (UNFLOR) mereka membuka leher botol ketertutupan yang memblokir koneksi antara Gereja dan dunia, serta Gereja dan alam sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun