Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seni: Sesuatu yang Kamu Kencingi

17 Oktober 2020   05:58 Diperbarui: 17 Oktober 2020   06:13 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam hal ini, karya seni menetas karena si seniman tak lagi mampu membendung semua perasaannya atas realitas atau objek tertentu. Kekaguman dan ekspresi lain yang melimpah-ruah itu, kemudian disalurkan melalui tulisan dalam bentuk puisi, novel, atau jenis sastra yang lain, atau juga disalurkan melalui kegiatan melukis.

Tapi tidak semua orang bisa menjadi demikian. Ada orang yang daya fantasinya lebar dan dalam, akan tetapi tidak mampu menghasilkan karya apapun. Mereka ini menjadi seniman hanya untuk imajinasinya sendiri. Konsekuensinya, karya seni mereka tidak mendapat apresiasi -- karena tak berbentuk.

Sejatinya, seorang seniman justru menjadi benar-benar seniman ketika ia mampu menunjukkan apa yang ia fantasikan ke dalam sebuah bentuk, entah lukisan, bunyi, maupun tulisan. Pada tahap ini, si seniman menyadari kekuatan di balik fantasinya sendiri.

Lalu pertanyaannya adalah apa sebetulnya yang dikagumi para penikmat karya seni atas sebuah karya seni? Apakah mereka menikmati karya seni seperti yang dimaksudkan pengarang, atau mereka justru menciptakan karya seni baru melalui pengamatan? Ketika membaca sebuah puisi, saya pertama-tama tertarik pada diksi si penulis.

Pilihan kata si penulis energik, indah, berirama, dan menginspirasi. Di sini, saya kemudian bertanya "Betulkah apresiasi seni yang tengah saya ungkapkan menunjukkan hal yang sama dialami si penulis ketika mulai menulis puisinya?" "Apakah maksud pengarang puisi sama dengan maksud apresiasi saya?"

Jika puisi katakanlah merupakan sebuah ungkapan perasaan kagum, terharu, dan takjub dari seseorang yang begitu berlimpah-ruah, maka kekaguman lain yang muncul dari perasaan para penikmat karya seni adalah ciri dari karya seni yang berhasil. Dalam hal ini, ketika maksud awal si pengarang mendapat pelebaran makna dan nilai, karya seni tersebut justru kaya nilai.

Sebaliknya, jika si pengarang atau seniman "ngotot" agar karyanya tidak boleh diinterpretasi, karya seni tersebut justru belum berhasil dari segi pasar nilai dan intensi.

Pada saat-saat tertentu, kita menemukan ambiguitas dalam memahami karya seni. Antara maksud pengarang-penulis dan maksud penikmat-pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun