Dalam hal ini, karya seni menetas karena si seniman tak lagi mampu membendung semua perasaannya atas realitas atau objek tertentu. Kekaguman dan ekspresi lain yang melimpah-ruah itu, kemudian disalurkan melalui tulisan dalam bentuk puisi, novel, atau jenis sastra yang lain, atau juga disalurkan melalui kegiatan melukis.
Tapi tidak semua orang bisa menjadi demikian. Ada orang yang daya fantasinya lebar dan dalam, akan tetapi tidak mampu menghasilkan karya apapun. Mereka ini menjadi seniman hanya untuk imajinasinya sendiri. Konsekuensinya, karya seni mereka tidak mendapat apresiasi -- karena tak berbentuk.
Sejatinya, seorang seniman justru menjadi benar-benar seniman ketika ia mampu menunjukkan apa yang ia fantasikan ke dalam sebuah bentuk, entah lukisan, bunyi, maupun tulisan. Pada tahap ini, si seniman menyadari kekuatan di balik fantasinya sendiri.
Lalu pertanyaannya adalah apa sebetulnya yang dikagumi para penikmat karya seni atas sebuah karya seni? Apakah mereka menikmati karya seni seperti yang dimaksudkan pengarang, atau mereka justru menciptakan karya seni baru melalui pengamatan? Ketika membaca sebuah puisi, saya pertama-tama tertarik pada diksi si penulis.
Pilihan kata si penulis energik, indah, berirama, dan menginspirasi. Di sini, saya kemudian bertanya "Betulkah apresiasi seni yang tengah saya ungkapkan menunjukkan hal yang sama dialami si penulis ketika mulai menulis puisinya?" "Apakah maksud pengarang puisi sama dengan maksud apresiasi saya?"
Jika puisi katakanlah merupakan sebuah ungkapan perasaan kagum, terharu, dan takjub dari seseorang yang begitu berlimpah-ruah, maka kekaguman lain yang muncul dari perasaan para penikmat karya seni adalah ciri dari karya seni yang berhasil. Dalam hal ini, ketika maksud awal si pengarang mendapat pelebaran makna dan nilai, karya seni tersebut justru kaya nilai.
Sebaliknya, jika si pengarang atau seniman "ngotot" agar karyanya tidak boleh diinterpretasi, karya seni tersebut justru belum berhasil dari segi pasar nilai dan intensi.
Pada saat-saat tertentu, kita menemukan ambiguitas dalam memahami karya seni. Antara maksud pengarang-penulis dan maksud penikmat-pembaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H