Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jokowi, Omnibus Law, dan Kesejahteraan Bangsa

16 Oktober 2020   08:24 Diperbarui: 16 Oktober 2020   08:48 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi bangun tol masa depan Generasi Millenial melalui Omnibus Law. "Menuju millenial sejahtera!" itu kira-kira arah Ombinus Law Cipta Lapangan Kerja. 

Bonus demografi Indonesia memperlihatkan profil peningkatan jumlah penduduk usia produktif. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) menunjukkan data kependudukan Sementer I 2020 sebanyak 268.583.016 jiwa (per 30 Juni 2020). 

Dari total jumlah yang ada, penduduk usia produktif menginjak angka paling besar, yakni sebanyak 183,36 juta jiwa (68,7%). Jumlah ini tak sekadar angka, tetapi juga soal orientasi visioner dan kualitas kesejahteraan. Maka, pertanyaan kritisnya: "Bagaimana memberdayakan penduduk usia produktif ini untuk kesejahteraan bangsa dan negara?"

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengkalkulasi bonus demografi ini dalam peta kualitas dan peluang kerja. Dari data yang ada -- melirik konteks dikeluarkannya UU Cipta Lapangan Kerja -- terdapat lebih dari 7 juta orang belum mendapatkan pekerjaan (kategori pengangguran). 

Angka ini menjadi ancaman serius bagi negara mengingat dalam kurun waktu setahun, Indonesia selalu mendapat bonus angkatan kerja baru sebanyak 2 juta orang. Angkatan kerja baru ini diklasifikasikan ke dalam dua jenis pekerja, yakni pekerja formal  dengaan total 55,3 juta pekerja (42,74%) dan pekerja informal sebanyak 74,1 juta pekerja (57,26%). 

Dari angka ini, terlihat bahwa jumlah pekerja informal lebih mendominasi daripada pekerja formal. Meningkatnya jumlah pekerja informal, umumnya dilatarbelakangi oleh perkembangan sistem informasi dan teknologi. Ruang gerak usaha dan kerja pun lebih banyak memanfaatkan infrastruktur digital.

Lalu bagaimana strategi pemerintah dalam mencermati angka ini dan peluang yang mungkin bisa diambil? Pemerintah yang bijak tentu bisa membaca semua grafik performa angka jumlah penduduk dan bagaimana kemudian ia menyusun strategi agar bisa menangkap peluang. 

Pemerintah yang bijak, juga tak ingin bonus demografi hanya menjadi angka yang mampu memperkuat bangsa secara kualitatif. Jika hanya bangga secara kualitatif, untuk apa? 

Dalam orientasi kebijakan jangka panjang, pemerintah melalui kepala negara Presiden Joko Widodo membuat sebuah perencanaan matang dan melihat dengan jeli, faktor-faktor apa saja yang menghambat para pekerja untuk terjun ke lapangan kerja.

Langkah yang diambil sejauh ini adalah membuka investasi dan perluasan lapangan kerja. Dengan membuka kran investasi, pemerintah mampu menekan laju pertumbuhan ekonomi ke angka 7% atau lebih. Ini adalah target. 

Dampaknya, jika pertumbuhan ekonomi menguat dengan menarik investasi, maka pemerintah mampu mengcover 7 juta penganggur dan 2 juta angkatan kerja baru setiap tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun