“Permisi pak, saya boleh minta air minumnya?. Saya haus sekali pak”.
“ Oh monggo mas. Sik sik ta tuangno nang botol yo…”
“Iya pak terima kasih banyak ya pak”.
Riang-peri-sedih-senang menari-nari disepanjang ragaku. Teriakan halu tanda terima kasih berkobar-kobar menuju kuli serabutan itu. Sedang meneguk air dengan bunyi tegukkan yang sedikit aneh membuat susunan percakapan semakin dalam.
“Darimana dan mau kemana mas?”
“Saya dari Juanda dan mau ke Tanjung Perak,pak. Bapak tau habis darisini jalannya lewat mana lagi”.
“Hah? dari Juanda?”
Mendengar kalimat saya itu,dia langsung menaruh sisi kasihan karena penampilan saya yang sudah kusuh sebab lumuran keringat. Ditambah lapar yang membuat aku semakin lemas. Entah hidayah apa yang membentang pertemuan kami waktu itu, iya semacam wahyu-lah. Dia menyuruhku untuk menunggu sebentar sementara dia pergi dan hanya menitip pesan untuk menjaga barang-barang pekerjaannya sebentar. Saya pun menurutinya karena sudah dikasih minum. Beberapa menit kemudian dia datang dengan wajah gembira dan langsung memegang tangan kanan saya yang bergandengan langsung dengan tangan kirinya selagi mengepal.
“ saya belum bisa bantu lebih mas,tapi mudah-mudahan ini bisa membantu untuk bekalmu menuju Tanjung Perak. Karena sampeyan orang baru jadi bisa dua hari baru bisa sampai kesana karena saya yakin sampeyan pasti muter-muter karena kebingungan jalan”.
“Wahh,nggak usah pak. Saya masih kuat pak. Ini buat beli sesuatu untuk keluarga aja pak”.
“ Demi Allah mas saya ridho. Semoga sampai tempat tujuanmu dengan selamat ya Mas”.