Mohon tunggu...
Kristian Triatmaja Raharja
Kristian Triatmaja Raharja Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Jurusan Kesehatan, Politeknik Negeri Madura

Pendidik, peneliti, dan mengabdi kepada masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perilaku Merokok; Oksidan dan Antioksidan

11 Agustus 2023   17:45 Diperbarui: 11 Agustus 2023   17:58 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Akumulasi bukti mendukung peran utama stres oksidatif dalam perkembangan berbagai penyakit pada tubuh manusia [39, 40, 57, 58]. ROS  terdiri dari superoksida, radikal hidroksil, hidrogen peroksida. Radikal hidroksil merupakan oksidan paling kuat karena dapat langsung menyerang dan merusak DNA [7], [8]. Meskipun superoksida dan hidrogen peroksida tidak sereaktif radikal hidroksil, mereka merupakan produk sampingan metabolisme aerobik yang melimpah, dan dapat mengalami reaksi Haber-Weiss dengan besi untuk menghasilkan radikal hidroksil [8]. Dengan demikian, penumpukan superoksida dan hidrogen peroksida masih merupakan kontributor utama akumulasi kerusakan DNA oksidatif, karena kedua ROS ini dapat diubah menjadi radikal hidroksil yang pada gilirannya dapat menyebabkan kerusakan pada DNA [7], [8].

Pada tubuh manusia, terdapat beragam mekanisme pertahanan antioksidan, yang mengatur kadar ROS [20]. Ini termasuk antioksidan enzimatik dan non-enzimatik [23]. Antioksidan enzimatik yang paling menonjol adalah Superoxide Dismutases (SOD), Glutathione Peroxidases (GPx), dan Glutathione S-transferases (GST) [23], [24]. Antioksidan non-enzimatik utama adalah glutathione intraseluler (GSH)[23]. Enzim SOD mengkatalisis konversi superoksida menjadi hidrogen peroksida [25]. Hidrogen peroksida yang dihasilkan kemudian direduksi oleh enzim GPx menggunakan GSH sebagai kofaktor, menghasilkan H2O dan GSH teroksidasi (GSSG) [26]. Enzim GST mengkatalisis konjugasi GSH menjadi senyawa lipofilik, termasuk radikal bebas dan produk sampingannya, sehingga membantu memfasilitasi detoksifikasi seluler [27]. Oleh karena itu, baik enzim GPx maupun GST bergantung pada GSH untuk menjalankan fungsi antioksidan tersebut [26], [27]. Sebuah penelitian melaporkan penurunan yang signifikan dalam aktivitas SOD dan GPx pada eritrosit perokok dibandingkan dengan bukan perokok, hal ini menunjukkan bahwa ROS yang terkait dengan merokok mengarah pada saturasi enzim antioksidan, sehingga mengurangi bioavailabilitasnya [28]. Tingkat ekspresi GPx pada perokok bervariasi tergantung pada jenis jaringan. Pada pasien PPOK terkait merokok, GPx diregulasi ke atas di jaringan epitel paru, tetapi diregulasi ke bawah di komponen darah, seperti plasma dan eritrosit [29]. SOD telah terbukti memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif, seperti lesi DNA teroksidasi dan produk peroksidasi lipid [30].

GSH adalah antioksidan non enzimatik, yang mendetoksifikasi radikal bebas atau produk sampingan dari reaksinya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim GPx dan GST [26], [27]. GSH juga meningkatkan aktivitas antioksidan lain, seperti vitamin C dan E, sehingga meningkatkan kapasitas pertahanan antioksidan secara keseluruhan [23], [27]. Namun, sifat antioksidan GSH dapat dikurangi, sehingga dapat dibanjiri oleh ROS berlebihan yang dihasilkan selama peningkatan keadaan stres oksidatif, misalnya merokok [31]. 

Selain itu, aktivitas dan fungsi GSH dapat dihambat oleh adanya logam yang ada dalam asap rokok [27]. Misalnya, logam seperti arsenik, kadmium, merkuri, dan timbal dapat mengganggu aktivitas atau fungsi GSH dengan mengikat tripeptida dan mengurangi ketersediaannya untuk reaksi antioksidan. Logam lain dalam asap rokok, seperti kromium, nikel, besi, dan tembaga secara tidak langsung dapat berdampak pada sistem pertahanan antioksidan dengan menjalani siklus redoks, sedangkan dengan adanya hidrogen peroksida menghasilkan beban tambahan ROS [5], [6]. 

Penurunan mekanisme pertahanan antioksidan membuat tingkat ROS meningkat, sehingga mendukung kondisi di mana target makromolekul dapat dengan mudah diserang oleh ROS yang berlebih [5], [6]. Kerusakan yang terjadi protein, lipid, dan asam nukleat kemudian dapat menyebabkan gangguan fungsi seluler utama, yang mengakibatkan timbulnya penyakit [6]. Banyak bukti mendukung peran penting kerusakan oksidatif pada makromolekul dalam perkembangan berbagai penyakit terkait merokok [31] .

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya antioksidan ialah senyawa yang dengan mudah akan memberi elektron. Dengan demikian maka suatu oksidan dan radikal bebas akan lebih dahulu bereaksi dengan antioksidan dibandingkan dengan sel jaringan tubuh, sehingga sel tubuh tersebut tetap selamat dan utuh [32]. Dengan kata lain, antioksidan ialah suatu zat yang dapat meredam efek destruktif radikal bebas. 

Berdasarkan dua mekanisme pencegahan dampak negatif oksidan dan radikal bebas, antioksidan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu antioksidan pencegah dan antioksidan pemutus rantai (chain breaking antioxidants). Antioksidan pencegah antara lain SOD, katalase, glutation peroksidase. Antioksidan pemutus rantai antara lain adalah golongan antioksidan tokoferol (vitamin E), beta karoten (pro vitamin A) dan asam askorbat (vitamin C) [33].

Tantangan kesehatan terkait perilaku merokok di masa mendatang adalah upaya promotif untuk mencegah orang yang bukan perokok untuk mulai merokok, dan berpotensi menjadi perokok jangka panjang (mencegah inisiasi merokok). Selanjutnya adalah dengan memberikan edukasi yang memadai kepada perokok, tentang risiko kesehatan yang terkait dengan merokok (mempromosikan penghentian merokok) [34]. Upaya ini sebagian besar telah berhasil sebagaimana dibuktikan oleh penurunan substansial dalam prevalensi merokok dan denormalisasi merokok di beberapa negara. Selanjutnya juga yang tak kalah penting adalah memberikan anjuran untuk memperbaiki asupan makanan yang mengandung antioksidan, sehingga dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit akibat paparan radikal bebas dari asap rokok [24].

Referensi :

[1]        H. Chauhan and P. Setia, "Discouraging cigarette smoking through de-marketing strategies," Future Business Journal, vol. 2, no. 1, pp. 31--39, Jun. 2016, doi: 10.1016/j.fbj.2016.01.002.

[2]        H. Holipah, H. W. Sulistomo, and A. Maharani, "Tobacco smoking and risk of all-cause mortality in Indonesia," PLoS One, vol. 15, no. 12 December, Dec. 2020, doi: 10.1371/journal.pone.0242558.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun