Sewaktu kecil, penulis bermain petak umpet bersama sepupu di rumah Opung. Salah satu tempat persembunyiannya, di bawah tempat tidur. Kemudian, tanpa sengaja, penulis menemukan kantung kecil berisikan uang di bawah dipan. Begitulah, salah satu kegunaan dipan di zaman dahulu: brankas rahasia.
Bicara soal uang, barangkali cara di atas aman karena hanya sang empulah yang tahu letaknya, kecuali siapa yang bersembunyi di tempat rahasia itu. Untuk era kakek-nenek, ayah-ibu kita, mungkin saja cara itu efektif. Lantas, bagaimana cara efektif menabung zaman now?Â
Di saat belanja cukup dengan satu jari. Bila tersedia uang di rekening, cukup klik dan transfer uang, produk pun datang. Di saat tawaran iklan bermunculan tak tertepiskan, sepertinya uang mudah sekali terkucurkan. Berikut kiat yang dapat dicoba untuk menata keuangan:
Pertama, menabung di bank syariah yang tidak menyediakan layanan ATM. Jika kita hanya punya buku tabungan, untuk menggunakan uang, kita harus datang ke bank dan menuju teller. Untuk zaman now, itu cukup ribet. Harapannya, karena ribet, kita jadi malas tarik tunai. Belanja di internet pun, jadi pikir-pikir lagi.Â
Kemudian, pilih deposito. Sederhananya, deposito berarti menyimpan uang dalam jangka waktu tertentu, misalnya 5 tahun. Tidak seperti tabungan biasa yang bisa ditarik dan disimpan kapan saja. Uang seperti ini akan membuat kita berhati-hati dalam menyimpannya ataupun mencairkannya.
Ke dua, beli emas. Kalau kita sadar uang tunai tersedia, ada-ada saja pembenaran untuk menggunakannya. Sedangkan barang berharga, harus dijual terlebih dahulu. Pemilik emas pun dapat berpikir dua kali. Sayang kalau emas dijual begitu saja. Lebih baik disimpan dan dijual di masa mendatang dengan nilai jual lebih tinggi.
Agar tak terasa berat belanja emas, mulailah usaha sampingan. Kita tak perlu menggunakan uang penghasilan utama. Di zaman canggih seperti ini, uang seseran lebih mudah dimiliki. Cukup kenali kelebihan dan pengetahuan kita kemudian promosikan. Agar-agar jelly instan didesain ciamik bisa memancing konsumen. Daun pisang di belakang rumah, terbeli produsen tempe. Â
Jiwa otak-atik remote dapat jadi sewa jasa servis siaran televisi. Â Suka membaca tentang internet dan komputer dapat menservis laptop. Bahkan remaja kelas satu SMA dapat berpenghasilan dari les mengajar membaca, Â menulis, dan berhitung. Selama kreatif dan berkemauan, tak bertentangan dengan kebenaran dan kebaikan, Â apa saja bisa jadi penghasilan.Â
Saat ini, emas bahkan sudah ada yang 0,025 gram yang bisa dibeli dengan harga tak sampai Rp 50.000,-. Jika kita menyisihkan seseran uang dengan rutin, barangkali tanpa disadari sudah berapa gram yang kita miliki. Emas 24 karat ini pun tidak sulit membelinya. Mudah menemukan penjualnya di media sosial. Bahkan mungkin ia orang yang kita kenal.
Ke tiga, simpan uang kecil. Â Jangan anggap remeh uang seribuan. Garam, shampoo sachet atau permen penghilang bau mulut memang dibandrol murah. Namun, bagaimana saat dibutuhkan kita tak punya uang receh? Begitulah kurang lebih pentingnya uang kecil.
Uang kecil yang rutin disimpan di sebuah kaleng hingga penuh dapat kita sumbangkan. Kebiasaan ini pun bisa jadi contoh untuk membangun kesadaran bersedekah untuk anak-anak di lingkungan kita.
Ke empat, catat keuangan. Seolah ribet, tapi sebenarnya tidak. Cukup ingat jumlah belanja hari ini dan ketikkan di note ponsel. Mencatat apa-apa saja rencana belanja kita, juga dapat menangkis pemborosan. Jika kita sadar uang sudah terpakai 'kebutuhan', tak akan sembarangan belanja 'keinginan' . Akan lebih baik lagi, kita merencanakan beberapa tabungan dan memantau pembagiannya. Kita dapat memprioritaskan tabungan mana yang harus diisi terlebih dahulu.
Terakhir, no arisan, no kredit, no utang. Apalagi kredit yang durasinya bertahun-tahun. Bila ada yang menerjemahkan utang sebagai motivasi. Ingatkan diri. Bayangkan, jika di masa depan kita tak mampu membayarnya (kecelakaan, meninggal), siapa yang akan melunaskannya?Â
"Orang yang mati syahid maka akan diampuni dosanya kecuali orang yang memiliki hutang." (Hadits riwayat Muslim)
Jika sampai berhutang, jadikan ia prioritas. Segera lunaskan. Jangan sampai silaturahmi terputuskan karena utang.Â
Demikianlah adab berhutang. Niatkan, segala apa yang diberikan pada kita agar menjadi ibadah.Â
Seperti kiriman suatu akun media sosial, "Harta dimakan jadi kotoran. Harta disimpan jadi perpecahan. Harta disedekahkan, jadi amalan."
Sungailiat, 11.20 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H