Mohon tunggu...
kris mada
kris mada Mohon Tunggu... -

Orang biasa yang sedang belajar apa saja karena belajar hanya selesai setelah nafas berhenti. Salah satu pelajaran yang sedang dilakoni : belajar menulis di Kompas sejak 16 Oktober 2003

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengakuan Wartawan Soal Saham Krakatau Steel (Bagian 1)

2 Desember 2010   05:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:06 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atas kondisi tersebut, SAYA patut menduga HENNY LESTARI, Direktur Utama Kitacomm selaku Public Relations Consultant IPO PT Krakatau Steel Tbk, telah memanfaatkan kedudukannya dan posisinya, bahkan kedekatannya dengan anggota DEWAN PERS untuk menyampaikan pengaduan tanpa bukti yang jelas untuk “menyingkirkan” SAYA dan teman-teman Wartawan Pasar Modal yang selama ini kritis terhadap proses IPO PT Krakatau Steel Tbk.

Patut diduga pula, oknum DEWAN PERS (BAMBANG HARYMURTI dan AGUS SUDIBYO) juga memanfaatkan posisi dan kedudukannya untuk kepentingan pribadi/kelompok/golongan, dengan memproses dan mempublikasikan “CURHAT” atau laporan sepihak (bukan laporann tertulis) dari HENNY LESTARI, melalui grup media yang dipimpinnya, yakni TEMPO (lihat berita tempointeraktif.com, “Gerombolan Wartawan Diduga Peras Saham KS” pada 17/11/2010, “Wartawan yang Minta Saham KS Harus Diberi Sanksi” pada 18/11/2010, “Dewan Pers Kantongi Nama Wartawan Pemeras Saham Krakatau Steel pada 18/11/2010).

Suatu hal yang menurut SAYA tidak lazim untuk ukuran sebuah lembaga Negara bernama DEWAN PERS, yang langsung memproses dan menuding SAYA tanpa meminta keterangan para pihak terlebih dahulu secara lengkap dan berimbang. Tindakan ini melahirkann sebuah tanda tanya besar bagi SAYA, “Ada Apa dengan DEWAN PERS?”

SAYA berharap publik bisa menilai secara jernih dan obyektif, bahwa kasus ini bukan murni kasus pelaporan pelanggaran biasa. Tapi ini upaya untuk menyingkirkan jurnalis dan media yang selama ini kritis dan melindungi kepentingan ekonomi negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun