Untuk contoh anarkis mutakhir kita bisa menyebut Noam Chomsky, yang dalam suatu wawancara mengatakan bahwa banyak orang yang terkejut ketika  dia  berpendapat  positif  atas  anarkisme  dan mengasosiasikan dirinya dalam tradisi  ini (Red & Black Revolution  No. 2,  1996).
Yang perlu diperhatikan adalah  bahwa anarkisme  bukanlah  dogma,  dalam  pengertian  suatu sistem  pemikiran  tertutup  yang  mengklaim  adanya  kebenaran  mutlak.   Ketika seorang  pengagum  memuji  sistem  Proudhon,  dengan  kaget  Bapak  "daripada" Anarkisme  Modern  ini  menjawabnya:  "Apa?  Sistem  saya?  Saya  tidak  punya sistem."  Proudhon  tidak  mempercayai  bangunan  teoretis  apapun  sebagaimana dia tidak  mempercayai  struktur  pernerintahan.
Di situlah letak perbedaan antara anarkisme dengan Marxisme. Â Walaupun sama-sama memperjuangkan kebebasan manusia, Marxisme masih mempercayai bahwa negara bisa dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuannya, sementara anarkisme tidak.
Proudhon dan Marx hidup di jaman yang sama, dan mereka pernah bertemu, berdebat dan berpolemik lewat tulisan-tulisan mereka. Â Karena adanya beberapa perbedaan fundamental keduanya harus berpisah jalan.
Sementara itu, di dalam anarkisme itu sendiri ada banyak variannya seperti anarkisme individual, anarkisme kolektif, anarkisme komunis, anarkisme sindikalis, anarkisme hijau, dan lain-lain.
Di Indonesia, anarkisme bukanlah suatu paham yang barusan muncul akhir-akhir ini. Â Paham ini sudah ada sejak jaman kolonialisme Belanda, sebagaimana diungkap oleh Bima Satria Putra dalam dua bukunya, yaitu Perang yang Tidak Akan Kita Menangkan: Anarkisme dan Sindikalisme dalam Pergerakan Kolonial hingga Revolusi Indonesia (1908 -- 1948)Â dan Di Bawah Bendera Hitam.
Menurut Bima Satria Putra, peran kaum anarkis tidak begitu nampak dalam sejarah Indonesia dikarenakan "kebutaan ideologi" para pejabat dan kepolisian kolonial yang membuat laporan dokumentasi gerakan kiri. Â Ada semacam homogenisasi ideologi, di mana istilah 'kiri', 'sosialis', 'anarkis', dan 'komunis' dipakai secara serampangan dan untuk memudahkan semuanya dianggap 'komunis'. Â
Dan apa yang terjadi akhir-akhir ini ada mirip-miripnya. Kerusuhan dan perusakan fasilitas umum atau pribadi yang terjadi dalam aksi demo dikatakan sebagai anarkisme atau anarkis, bahkan ada yang mengkaitkannya dengan PKI. Â
Mumpung bulan Oktober ini adalah bulan bahasa, saya ingin mengingatkan gunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Â Stop penggunaan istilah anarkisme secara ugal-ugalan. Â Gunakan label yang benar untuk konsep yang diwakilinya. Â Bahasa menunjukkan isi kepala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H