Mohon tunggu...
Edy Sukrisno
Edy Sukrisno Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

I've always wondered if there was a god. And now I know there is -- and it's me. ~Homer Simpson

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Apakah Nasib Pekerja Kontrak Akan Lebih Baik di Bawah UU Cipta Kerja?

13 Oktober 2020   15:30 Diperbarui: 13 Oktober 2020   16:10 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Status karyawan tetap ataupun karyawan kontrak tidak dikenal dalam Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ataupun dalam Undang Undang Cipta Kerja.

Istilah karyawan kontrak atau karyawan tetap bukan istilah resmi dalam Undang-undang. Kedua istilah tersebut kebanyakan dipakai dalam perbincangan umum.  Menurut Undang-undang ketenagakerjaan, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.  

Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu (PKWT) atau untuk waktu tidak tertentu (PKWTT).  Mereka yang diikat oleh perjanjian kerja untuk waktu tertentu dalam bahasa umum dikenal sebagai pekerja/karyawan kontrak, dan mereka yang diikat oleh perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu adalah pekerja/karyawan tetap.  

Di luar PKWT dan PKWTT, dikenal pula Perjanjian Harian Lepas (PHL).  PHL ini merupakan bagian dari PKWTT yang diatur dengan Keputusan Menteri Nomor 100 tahun 2004.

Dalam tulisan ini, saya akan menyorot pengaturan perjanjian kerja untuk waktu tertentu dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun Ketenagakerjaan dan Pasal 59 UU Cipta Kerja versi draf.

Dari jumlah ayat dalam kedua pasal tersebut, jumlah ayat dalam UU No. 13 tahun 2003 Cipta Kerja lebih banyak, yaitu 8 ayat, sementara dalam UU Cipta Kerja hanya 4 ayat.

Namun demikian, secara substansial tidak ada banyak perbedaan antara keduanya, terutama seperti yang tertulis dalam ayat (1) dan (2) di kedua pasal tersebut, yang intinya menjelaskan sifat dan jenis pekerjaan yang selesai dalam waktu tertentu.

Yang membedakan adalah bahwa di UU No. 13 tahun 2003 ada pembatasan waktu untuk jangka waktu perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana diatur dalam ayat (4) dan (6).

Dalam ayat (4) dinyatakan, “Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.”  

Sementara, ayat (6) berbunyi, “Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.”

Tafsiran saya, mungkin bisa salah, atas ayat (4) adalah bahwa perjanjian atau kontrak bisa dibuat untuk jangka waktu 2 tahun dan bisa diperpanjang satu tahun lagi.  Jadi, pekerja bisa menjalankan pekerjaannya selama 3 tahun.  Kemudian, setelah masa perjanjian atau kontrak tersebut berakhir, sesuai ayat (6), setelah ada jeda setidaknya 30 hari, perjanjian atau kontrak baru bisa dibuat untuk jangka waktu paling lama 2 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun