Seorang santri terduduk di taman sendirian, dengan sebotol bir di tangannya. Dengan berpakaian baju koko putih, dilengkapi dengan sarung dan peci hitam. Ia minum sendirian  sebotol bir dengan seksama. Suasana malam sangat menyentuh badan, semilir angin mengguncang pepohonan rindang yang ada di dalam taman.Â
Masyarakat sekitar yang melihat seseorang itu, merasa jengkel dan marah, kepada santri yang membawa minuman keras itu, sambil terbahak- bahak (tertawa sendiri). "Hidup yang keras hanya minuman keras, hahaha..." Celoteh Santri. "Heh kau pergi dari sini, kau santri kok malah minum- minuman disini, ingin ku hajar kau!?". Kata salah satu warga yang marah menghampiri Santri tersebut.
"Apa urusannya kau denganku, aku tidak merusak tempat ini, aku juga tidak merusak dirimu!?, kebebasan bagi seseorang sepertiku!!" Kata Santri tersebut dengan nada mengumpat marah. "Dumm.. plak.." Santri tersebut dihantam pipinya dan di dorong, oleh salah satu warga. "Kalau minum- minuman jangan disini, ini tempat umum !!"
"Baiklah !!, asal jangan ganggu aku" Ujar Santri dengan nada kecewa.
Santri tersebut mengemasi barang- barang miliknya, kemudian membawa botol bir itu untuk berjalan sambil meminumnya. Sepanjang jalan yang lurus, ia masih menggumam dalam hati, "Dasar manusia- manusia berhasrat polisi moral !, padahal taman itu sepi aku pun tidak mengganggu yang lainya !". Ia berjalan terus tanpa arah, ketika berada di jembatan penyebrangan jalan.Â
Ada segerombolan anak muda dengan memakai kaos perguruan dan membawa senjata tajam, kemudian memojokkan santri tersebut. Terjadilah kejadian yang kurang mengenakan. "Hei.. pak yai, mau kemana !?, malam- malam gini bawa minuman pula !".
 Salah satu pemuda seperti preman mengejek santri itu. "Aku !?, ya sak karepku !, apa masalahmu denganku !!". "Masalahku, masalahku sekarang berikan tas itu kepadaku, atau ku gorok leher kau !!". Pemuda yang membawa senjata tajam itu, menodong kepada santri tersebut, tas yang dibawa, seketika dibuat berantakan. Dua buah buku dan kitab terjatuh di jalan yakni " Sejarah Filsafat karya Betrand Russel" dan "Misykat Al Anwar".
"Ora enek isine, mung duet 200 ribu, gowo ae". Kata pemuda preman itu. "Ojo macem- macem, Uang kwi milik ibuk ku, dia sakit- sakitan di rumah jangan dibawa.." Beberapa Pemuda itu menendang santri tersebut, terjadi perkelahian kecil, tak sengaja tanga. Santri tersebut tergores senjata tajam. Pemuda tersebut melarikan diri dengan sepeda motornya yang brong (Modif).Â
"Dasar Pemuda bajingan, tak kerja, kerjanya hanya begal.. aduh tanganku sakit." Di sobeknya, syal putih di tasnya, ia mengobati tangannya itu dengan perlahan. Walaupun keadaanya gelap gulita hanya ada cahaya lampu di pinggir jalan. Ia merintih kesakitan, tapi tetap melanjutkan perjalananya untuk pulang.
Â
Dalam perjalanan pulangnya, ditengah perjalananya yang jauh. Dalam kegelapan Tuhan memberikan bantuan, ia diberikan tumpangan oleh sopir truck yang bekerja membawa muatan tebu.Â
Karena melihat kondisinya yang berdarah, sopir truck tersebut mengajaknya makan seadanya di angkringan, dan membelikannya perban dan pengering luka. Â Sopir truck tersebut, lantas menanyakan apa yang sudah dialaminya. Santri tersebut menceritakan mulai dari awal. Sudah jatuh tertimpa tangga, ia menceritakan dengan nada yang kesal.Â
Sopir tersebut sebenarnya ingin mengantarkan dia pulang, tapi masih membawa muatan. Ia ingin menghibur santri tersebut, perjalanan pun dilanjutkan, sampai kepada daerah Surabaya. Dan truck tersebut berhenti dan parkir di depan sebuah gang yang dari jauh terlihat ramai. "Aku lihat kau membawa arak, mari ikut denganku kita istirahat dahulu..". Santri tersebut hanya mengangguk dan melihat kanan kiri dengan heran.
Ketika memasuki gang, Santri tersebut heran, ada banyak perempuan yang berdandan, dan duduk didepan rumah- rumah semacam tongkrongan. Dengan di depannya berbagai macam minuman, mulai dari Vodka, Ice Land, Anggur Merah dan banyak lagi.
"Heh sini, masuk ke sini, kita pesen minum 2 kita istirahat disini, kau mau rokok bukan?" Kata Sopir truck, yang asyik menyalakan sebatang rokok nya. "Ini dimana bang?, seharusnya aku sudah pulang, mengapa harus disini." "Santai dululah, kau nanti istirahat disini saja, besok pulanglah, marni akan mengantarkan mu ke terminal, marni.. minum dua.."
Dari jauh terdengar suara wanita yang lugu, kemudian menampilkan wajahnya dibalik surau pintu. Wajah yang putih berseri, pipinya molek, tubuhnya yang padat berisi. Santri tersebut melihatnya dengan mata yang kagum, seperti melihat rembulan dalam kegelapan malam.Â
"Ayo minum dulu bertiga, kenalin ini santri yang habis dibegal di jalanan, aku bantu dia dan minta tolong istirahatkan dia disini.." Ucap sopir truck. "Iyaa bang.. nanti bisa tidur di kamarku saja.."
Mereka bertiga meminum, minuman keras. Waktu menunjukan pukul 1 malam. Sopir Truck yang telah mengajak santri itu. Ia berpamitan karena masih mengantarkan muatan tebu ke arah gresik. Sedangkan tujuan Santri tersebut adalah pulang ke rumah.
 Santri tersebut kelihatan lemah lesu, Marni segera menutup kedainya. Dan mengajak santri untuk istirahat di kamarnya. Kedai ditutup, lampu dimatikan, suara jangkrik berkeliaran. Hening menguasai malam itu.
Santri itu masih belum mengantuk, ia membaca sedikit- sedikit tentang bukunya yang hampir rusak itu di kamar Marni.
"Kamu baca apa..?" Tanya Marni.
"Sejarah Filasafat."
"Apa kau suka membaca?"
"Iya dari awal, aku memang suka membaca, tapi aku di pesantren sering di hukum karena tidak menaati peraturan, kau bekerja disini apakah sudah lama?"
"Hmm 3 tahun yang lalu, aku tidak punya keluarga, cinta, uang, semuanya merenggut dariku, aku sebatang kara disini."
"Keluargamu kemana?" Tanya Santri
"Keluargaku terpisah- pisah, ayahku menikah lagi, ibuku suda meninggal ia menderita sakit, adiku telah hilang beberapa tahun yang lalu."
"Hmm innalillahi, tapi kenapa kau harus memutuskan menjadi pelacur?, apakah kau tidak menyesal?, dan ibumu bagaimana jika melihat kau sekarang." Tanya Santri dengan nada penasaran mengapa marni memutuskan diri menjadi pelacur.
"Ibuku telah tenang di alam sana, ini jalanku, Barangkali membuat dosa akan membuat manusia berpikir dewasa.."
Santri itu terdiam, melihat jawaban marni, dan marni yang sedang menyisir rambutnya. Jam menunjukan waktu 2 pagi. Mereka berdua mengakhiri obrolan itu, dan tidur seksama.
Dalam mimpi santri, buah- buahan tersaji, taman- taman bunga berbunga, ia berjalan kesana kemari, melihat pemandangan alam yang indah. Dalam pandanganya ia melihat rumah yang bercahaya, ia meihat sosok marni dengan wajah yang berseri.Â
Sontak ia membuka matanya dengan perlahan. Malam menunjukan hampir subuh, ia melihat kejauhan matanya, marni yang sembahyang untuk sholat tahajud.Â
Dalam sholatnya ia menangis tersedu- sedu. Hal itu semakin membuat heran Santri, kemudian ia melanjutkan tidur, dan berharap esok pagi ia mendapat jawabanya.
Mentari yang menjulang, suara ayam berkokok memanggil manusia. Awan biru mulai menampakan. Gang tersebut ternyata masib ramai banyak penjual makanan di depan rumah.Â
Santri tersebut bangun, jam tujuh. "Alamat.. aku lupa untuk sholat shubuh". Kemudian ia bergegas untuk ke kamar mandi dan mengambil air wudhu.Â
Ketika kembali di kamar ia meihat Marni sudah tidak ada. Ia berkeliling di kamar marni dalam pandanganya, ia penasaran pada buku berwarna merah. Ia kemudian mencoba membuka buku itu.Â
Yang ternyata adalah galery album milik marni. *Foto- foto marni menunjukan, bahwa ia dahulu adalah anak seorang kyai.*
Kemudian dibawah album ada sepercik berita dari potongan koran. Yang berjudul "Kyai Pondok Pesantren, memperkosa Santriwati". Dan dalam berita potongan koran tersebut ia membaca ada inisal S.Â
Dan pada Album poto bersama keluarganya ia melihat ayahnya yang bernamai Supriyadi. Suara Pintu terbuka,Â
Marni masuk kedalam kamar, melihat Santri membuka Albumnya. Ia sontak marah dan mengambil Album tersebut. "Cukup kau saja yang tahu semua ini, aku melarikan diri dari rumah. Setelah melihat kelakuan ayahku seorang pengasuh pondok pesantren seperti itu, dan aku membalas dosa orang yang diperkosa tersebut, menjadi pelacur.Â
Jangan tanya lagi apapun ! Selebih ini kau bisa pulang, aku akan mengantarkanmu ke terminal !"
"Maaf marni.. aku tidak sengaja membuka Album itu, kenapa kau tetap menjadi pelacur?"
"Hasrat manusia tiada yang mengerti, dengan aku menjadi seperti ini, aku mengerti bahwa agama tidak mempengaruhi moralitas manusia itu sendiri, kecuali manusia itu mempengaruhinya. Aku melakukan ini bukan untukku, tapi aku kehilangan makna atas diriku.. semua uang yang ku buat ku berikan kepada fakir miskin, jadi janganlah kau mengatakan ini kepada semua orang."
Santri itu hanya mengangguk dan merekapun sarapan pagi, dan pada akhirnya santri tersebut diantarkan marni untuk pulang ke rumahnya. Setelah sampai di terminal terjadi perpisahan antara marni dan santri tersebut. "Maafkan aku, pertemuan kita hanya sesaat, aku harap kau mengambil pelajaran yang kau lakukan" pinta marni.
"Terimakasih, untuk semuanya mar.. aku tidak bisa membalas jasa mu semuanya, aku harap kau tetap dalam kegelapan agar kau bisa melihat cahaya, dan kegelapan adalah kenyataan dalam penderitaan itu sendiri".
"Terimakasih juga, semoga engkau sukses kedepanya".
Mereka berpelukan, eluh mata tak terasa menetes di keduanya. Pertemuan yang singkat mengajarkan makna yang mendalam. Bahwa menjadi manusia adalah menyadari bayang- bayangnya yang dianggap sebagai ketakutan, adalah ketakutan dari keinginan manusia itu sendiri. Bayang- bayang akan selalu ada.Â
Setelah beberapa tahun ia mondok dan pulang kerumah, konon katanya nama santri tersebut melejit. Karena ia membuat sebuah karya, buku novel yang berjudul "Dalam Selimut Kegelepan" diadaptasi dari perjalananya bertemu dan berbincang dengan Marni.Â
Tapi berita di televisi mengatakan, Â 3 tahun gang itu ditutup dan direlokasi, Kedainya tak terurus, barang- barangnya berceceran berdebu. Lantas Kemanakah perginya Si Marni?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI