Mohon tunggu...
Krisna Wahyu Yanuariski
Krisna Wahyu Yanuariski Mohon Tunggu... Jurnalis - Pendongeng

Enthos Antropoi Daimon (Karakter seseorang ialah takdirnya)- Herakleitos Seorang cerpenis di kompasiana, ia juga penulis buku "Fly Away With My Faith", juga seorang Mahasiswa UIN SATU Tulungagung, ia juga jurnalis dan kolumnis di beberapa media. Instagram @krisnawahyuyanuar W.a 081913845095

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Membunuh Anak Kecil: Dalam Dirimu

28 September 2023   01:04 Diperbarui: 28 September 2023   01:09 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi- pagi yang mencorong entah tidak tahu mengapa, ada seseorang menitipkanku anak kecil yang lugu. Umurnya sekitar 7 tahunan. Ia sudah fasih bercakap- cakap dengan lancar, katanya, jaga anak kecil ini jangan biarkan dia sendirian. Atau jangan sampai engkau membunuhnya.

Kaget dengan pertanyaan itu, aku juga bukan psycopath, seseorang berjubah itu, meninggalkanku dengan sekejap mata. Ada yang aneh perihal perkataanya, hidupku memang hari- hari ini sangat melelahkan, bayangkan saja jam tujuh pagi sampai jam 4 sore, aku pergi ke kampus untuk menjalani aktivitas kuliah seperti biasanya.

Tetapi hari ini mata kuliahku libur, dosenya pergi entah mau kemana, pasti kegiatan orang dewasa. Anak kecil ini adalah anak periang, ia selalu bertanya- tanya kepadaku, "kak, itu awan cerh ya?, Kak beliin aku es krim". Aku beranjak menuruti kemauanya, sambil ku pegang tanganya yang kecil, dijalan ia selalu bernyanyi- nyanyi lagu "twinkel- twinkel litle star.."

Dalam perjalanan menuju warung es terdekat, ia selalu bertanya- tanya, " apa itu uang kak, mengapa kita selalu menghamburkan uang?", Dan aku menjawab "Uang adalah alat transaksi, kita tidak menghamburkanya, cuma terkadang kita tidak tahu mana kebutuhan dan keinginan". Kemudian anak kecil itu bertanya lagi "kalau waktu apa itu waktu kak?, Mengapa orang dewasa menghamburkanya?".

Pertanyaan itu membuatku terdima hening aku tidak bisa menjawabnya, es krim kuberikan pada anak itu, kuta berjalan bersama kembali menuju rumah. Pertanyaan mengenai waktu, terus membayangiku, aku pun tidak berani menjawab, sedangkan anak itu kembali bertanya lagi, "apa itu cinta kak?, Apakah kakak pernah mencintai?".

"Hmm pernah, tapi entah kapan, sudah lama sepertinya, tapi kakak mau fokus kuliah dulu". Aku bergumam, mengapa ia bertanya itu kepadaku, seolah- olah jiwa jombloku tergugah kembali untuk mencintai lagi. "Oke kak, aku bertanya kembali.." sambil menjilati es krimnya dengan wajah lugu.

"Tidak jadi bertanya, eh kak aku mau bercerita, aku suka main layang- layang, main petak umpet, kelereng, sering pergi ke sawah mencari belut dengan teman- temanku, kata orang dewasa, anak kecil  main saja tidak mengerti waktu."

"Hmm, kan bagus, kita bisa produktif lagi, untuk menghemat waktu".

"Tetapi orang dewasa itu membosankan, sering suka menilai, tidak merasakanya. Padahal aku dengan temanku, bermain- main, ingin mengisi kekosongan waktu, daripada bekerja terus tidak tahu waktu. Tidak ada istirahat."

Kemudian aku terdiam kembali, sesampainya di depan teras rumah, anak kecil itu, asyik dengan es krimnya yang dijadikanya sebagai pesawat- pesawatan. Aku masuk kedalam rumah, hendak mengambil snack yang ada di kulkas, setibanya di kulkas. Aku lupa dengan wasiat, seorang berjubah yang menitipkan anak itu kepadaku. Jangan meninggalkan anak itu sendirian.

Sadar akan wasiat itu, aku berlari kencang menuju depan teras rumah. Anehnya pintu yang semula terbuka, tertutup dengan sendirinya, aku bergegas mengetuk pintu dengan keras, "Dek.. apa kau disana, bukain dong, jangan main- main"..

Terdengar suaranya yang menangis terisak- isak, yang semakin keras. Sontak saja aku ingin mendobrak pintu itu. "Gubrakkk, pintu terbuka", anak kecil itu menghilang, langit seketika menjadi aneh, berwarna hitam, asap terbakar dimana- mana".

Kota menjadi hancur kacau, sedangkan tadi menurutku baik- baik saja. Aku berlarian mencarinya kesana kemari, memanggilnya, "Dekk.. kamu dimana, ayo kembali.."

Suara tangisan kembali terdengar di sudut pinggiran kota, banyak sampah- sampah. Aku berlari kearah situ, ku menengok, anak kecil terdiam, linglung sambil menangis, ia mengatakan "Aku sendirian.. Aku sendirian.., banyak hantu- hantu menakutiku." Tanpa lama- lama aku meraih tanganya, dan memeluknya, dan aku mengatakan, "ayo kembali ke rumah, kita istirahat disana". Ia menggelengkan kepalanya, dia berkata "aku siapa, dimana orang tuaku, aku berjalan sendirian, aku takut. "

Ketika anak kecil itu ku gendong di punggungku, anak kecil itu mengempes dengan sendirinya, berubah menjadi balon- balon yang bocor, membasahi tubuhku, dengan aroma- aroma kesedihan. Saat itu juga, entah mengapa, perasaanku berubah seketika, dunia menuntutku kesana kemari, seperti tidak mau mengakui aku.

Aku terjatuh tersungkur...
Menghela nafas..
Kata- kataku melirih "Adek.. dimana?, Aku rindu pertanyaanmu.."
Mataku terpejam..

Tik.. tik.. suara air impus menetes, ada seseorang terbujur lemah, ia bernama Alberd, seorang mahasiswa yang hampir membunuh anak kecil dalam dirinya. Ia kini di Rumah sakit, karena aktivitasnya yang tidak teratur, makan yang tidak cukup, pikiran yang entah berantah. Sementara disana adeknya yang kecil menemani dia, sambil bermain. "Mas.. sudah sadar buk..", ia berlari mencari orang tua Alberd di ruangan luar.

Sementara Alberd hanya terdiam, matanya melihat kesana kemari, ia bergumam dalam hati, "Sebegitunya kah aku?, Dimana anak kecil itu, apakah aku telah menyia- nyiakanya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun