Malam itu, bintang- bintang berjejeran gumilang, menandakan komet yang jatuh bersilang, pada saat itu juga aku sempat menemuimu, Wahai Baginda, dan meminjamkaanmu sebongkah kedua bola mata yang jelita.
Aku berikan dengan niscaya, tanpa iming- imingan, janji maupun amplop- amplop yang bertebaran di hati kita. Baginda, aku mencintaimu dengan tulus, tanpa kata dan frasa.
Di jakarta, kemayoran, konon kau akan menuju kesitu dengan secarik harapan- harapan kita, kau akan pergi mengembara, melintasi rasa dan perjalanan dengan usaha. "Tetapi jangan pernah lupakan kedua mata kita ya". Yang akan menjagamu sepanjang usia, dan ketenangan, maka kau tidak akan roboh ataupun dijatuhkan.
Karena kedua mataku, merasakan apa yang dilalui oleh intuisi, menembus rasa simpati. Mataku adalah permata yang tiada bandinganya, bukan Mobil Alphard, Perhiasan emas, atau Cek milyaran yang membuncitkan perutmu dan syahwatmu saja. Tetapi mataku menjunjung tinggi prinsip- prinsip keadilan dan hukum untuk terciptanya kemerdekaan bagi setiap warga negara.
Mataku adalah mata yang meneropong cahaya dalam pada setiap hamba, consista(nurani) itu bungkus luarnya, lebih dari itu, ia tidak bisa dijelaskan oleh perkara- perkara metafisika.
Tetapi Baginda, setelah kau di jakarta, kau lupa dengan masih mengenakan kedua mataku, malah kau tutupi kedua mataku itu dengan kemewahan dari kaca mata hitammu. Kau menyebarkan flexing, kelayakan hidup, hedon, sedangkan aku disini makan seadanya dengan mata yang buta.
Sampai- sampainya kau selalu menggunakan kacamata itu, hingga sempat ada kejadian ribuan masyarakat yang mati di stadion. Gempuran penegak hukum dengan penonton umum, Kau pantulkan cahaya- cahaya manipulasi, seolah- olah itu kejadian yang tidak terduga, dan kau campuri itu dengan data statiska.
Padahal kejadian itu adalah kejadian nyata, dan walaupun mataku buta, tetapi aku bisa merasakan dari luar penglihatan, bahwa ada dugaan- dugaan, scenario halus dalam, oleh efek pantulan kacamatamu itu.
Setelah itu kau malah sibuk, hura- hura, menyusun strategi bagaimana kedua mata kita, tetap bernaung di ditubuhmu. Kau melemparkan berita- berita yang tidak benar, memojokan satu sama lain. Hingga kini suara- suara hoax itu mentulikan pendengaranku.
Kembalilah kedua mataku, aku hanya menitipkanya kepadamu, tapi kau malah lupa dari mana kau akan kembali. Kau malah memuja kedua mata yang bagus yang sesuai ideologimu dan mengagung- agungkan mata, yang memanjakanmu dan memberimu posisi.
Mata yang seharusnya bisa merasakan apa yang dirasa, justru kini buta warna menyerang dengan pantulan cahayanya.
Terkadang juga, kau melepas kacamatamu, dan hendak pergi kesuatu tempat, kau bisa berkuasa, saat itu malah kau turun dan menggunalan kedua mata kita. Memberikan sesuatu yang menarik empati, tidak dibimbing, lalu ditinggal pergi. Konon ada hubunganya dengan persaingan beberapa mata? Mata apakah itu?
Aku sungguh bingung dengan keadaanku hari ini, membaca dengan bebas pun aku tidak bisa, bayangkan saja, aku buta tetapi setiap hari dicekokiw oleh buku- buku yang tebal selapis baja. Padahal, kan aku buta !
Aku rindu suara- suara itu, nyanyian burung perci di sawah menyanyikan "mina dzulumati ila nuur" sebuah lagu folkore dari daerah terperosok. Yang membunuh para burung dengan melarang burung betina untuk mencari padi di tempatnya.
Kini aku hanya menunggu kapan kau mengembalikan kedua mataku, wajahku telah usang, aku sibuk bermusafir, kesana- kemari, tuli. Hanya berhalusinasi dan berimajinasi, untuk kedua mata kita, yang selalu menatap kedepan, dan menarik yang selalu menatap keatas, untuk melihat kebumi.Â
Disitu aku hidup, tanpa mengerti apapun di kota. Karena aku hanya seorang gadis miskin, yang tak punya apapun kecuali kamu, dan kedua mata kita. Yang aslinya sama- sama seorang teman karib. Tapi dewasa telah melupakanya, candaan kita kink hanyalah sebuah kenangan. Kau tamak, bengis dengan kedua mata kita. Namaku adalah Pertiwi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H