Fenomena Golput di Indonesia bukan merupakan hal yang baru lagi, Dimana golput yang merupakan salah satu pilihan yang diamkkbil oleh pemilih Dimana pemilih lebih memilih untuk tidak menggunakan hal pilihnya. Hal ini merupakan isu yang tidak bisa terhindarkan dalam setiap pemilu, padahal KPU RI selalu menghimbu dan mengarahkan kepada seluruh Masyarakat Indonesia akan pentingnya menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi yang dilaksanakn di negara Indonesia. Angka golput menjadi sebuah tantangan yang serius bagi system demokrasi Indonesia. Menurut data terbaru dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pada pemilu 2024, jumlah pemilih terdaftar mencapai sekitar 204,8 juta orang. Namun pada kenyataannya masih banyak Masyarakat yang telah terdaftar sebagai pemilih lebih memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
Alasan Pemilih Melakukan Golput
Terdapat beberapa yang menjadi dasar alasan mengapa pemilih lebih memilih untuk melakukan golput. Beberapa alasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kekecewaan kepada politisi dan sistem politik, salah satu alasan utama mengapa pemilih melakukan golput adalah kekecewaan terhadap kondisi politik yang ada. Banyak pemilih merasa bahwa para politisi atau calon yang mencalonkan dirinya hanya melakukan lift service saat melakukan kampanye semua janji dan ucapan yang disampaikan kebanyakan hanya sebagai pemanis awal agar rakyat bisa memilih, tetapi pengalaman yang ada setelah si calon jadi semua janji dan ucapan yang disamapaikan tidak dijalankan dan tidak di realisasikan.
Sebuah survey yang dilakukan oleh entre for Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan bahwa generasi muda, yang menjadi kelompok dominan dalam pemilu 2024, sering kali tidak merasa terwakili oleh calon yang ada. Ketika mereka tidak melihat adanya perubahan yang konkret dalam hidup mereka akibat kebijakan politik, banyak dari mereka yang memilih untuk tidak ikut serta dalam pemilu
2. Apatisme dan ketidakpercayaan pada Pemilu, faktor ini juga menjadi sebuah faktor yang menyebabkan kenapa pemilih memilih untuk golput. Banyak orang merasa proses demokrasi di pemilu merupakan proses yang hanya membuang anggaran negara saja, bahkan Masyarakat merasa pemilu itu tidak cukup adil dan transparan. Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) dan beberapa lembaga riset lainnya, ketidakpercayaan terhadap hasil pemilu dan sistem politik menjadi faktor utama yang mendorong orang untuk golput. Korupsi dan politik uang yang masih marak menjadi salah satu penyebab apatisme tersebut. Sebuah survei yang dilakukan oleh KPU mencatat bahwa, meskipun partisipasi pemilih meningkat pada Pemilu 2019 menjadi sekitar 81,69%, angka golput masih mencapai lebih dari 34 juta orang, atau sekitar 18% dari total pemilih yang terdaftar
3. Faktor sosial dan ekonomi, Banyak orang merasa terasing dari kegiatan politik, terutama komunitas yang lebih rentan secara ekonomi dan sosial. Mereka percaya bahwa kebijakan politik yang ada tidak berpengaruh langsung pada kehidupan mereka. Kurangnya akses informasi, rendahnya pendidikan politik, dan ketidakmampuan untuk mengerti proses politik seringkali menjadi alasan mengapa mereka memutuskan untuk tidak memberikan suara.
Dampak Golput Pada Demokrasi Indonesia
Fenomena golput tidak hanya berisiko mengurangi tingkat partisipasi dalam pemilu, tetapi juga dapat memengaruhi kualitas demokrasi itu sendiri. Â Fenomena golput dapat menurunkan partisipasi pemilih dan juga berdampak pada kualitas demokrasi. Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Demokrasi yang baik memerlukan keterlibatan semua segmen masyarakat secara aktif. Ketika semakin banyak orang yang memilih golput, maka representasi politik menjadi tidak lagi mencerminkan keinginan mayoritas rakyat. Saat lebih banyak individu memilih untuk tidak memberikan suara, representasi politik tidak lagi menggambarkan keinginan sebagian besar populasi. Hal ini bisa menyebabkan keputusan politik yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat dan bahkan bisa memperburuk ketidakstabilan politik. Â Situasi ini dapat menghasilkan keputusan politik yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta memperburuk keadaan politik yang tidak stabil.
Selain itu, golput sering dipandang sebagai bentuk protes terhadap sistem yang ada, namun pada kenyataannya, golput tidak menyelesaikan masalah apapun. Â Selain itu, pemilihan untuk tidak memilih sering dianggap sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap sistem, tetapi sebenarnya hal ini tidak menyelesaikan masalah. Dengan tidak memilih, rakyat justru memberikan kekuatan kepada politisi atau kelompok yang tidak mengedepankan kepentingan mereka. Dengan tidak memberikan suara, rakyat justru memberikan kekuasaan kepada politisi atau kelompok yang tidak mewakili kepentingan mereka. Â Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk menyadari bahwa hak pilih mereka adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem politik dan pemerintahan. Â Oleh karena itu, masyarakat harus memahami bahwa hak suara mereka merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sistem politik dan pemerintahan.
Cara Yang Bisa Dilakakun Dalam Mengurangi Golput
Untuk mengurangi angka golput, beberapa langkah perlu diambil, baik oleh pemerintah, KPU, maupun masyarakat itu sendiri :
1. Peningkatan Edukasi Politik
Sosialisasi atau penyuluhan terkait sistem politik dan pemilihan yang lebih intensif dan berbasis pemberdayaan masyarakay bisa menjadi sebuah Solusi yang bisa di lakukandalam mengurangi golput yang ada id Indonesia. Pendidikan politik yang menjelaskan terkait proses pemilu berlangsung dan seberpa penting suara para pemilih dalam menentukan dalan kepemimpinan di negara ini haruslah ditekankan kepada para pemilih dalam hal ini adalah Masyarakat Indonesia sebagai cara untuk mengurangi rasa apatis yang ada.
2. Peningkatan kepercayaan pada proses pemilu
Pemerintah dan penyelenggara pemilu harus terus berupaya meningkatkan integritas pemilu, mengurangi praktik politik uang, dan memastikan bahwa setiap pemilih bisa melaksanakan hak suaranya dengan bebas dan tanpa tekanan. Transparansi dalam proses pemilu akan menjadi kunci untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat.
3. Menangani kekecewaan kepada calon
Pemilih yang merasa tidak terwakili oleh calon yang ada bisa diberi ruang untuk menyuarakan pendapat mereka. Partai politik dan calon pemimpin perlu mendekati rakyat dengan visi dan misi yang jelas serta relevan dengan kebutuhan mereka. Terlebih, pemilih muda perlu merasa bahwa mereka memiliki suara yang didengar, terutama dalam isu-isu yang mereka anggap penting, seperti ekonomi, pendidikan, dan perubahan iklim
Golput tetap merupakan hambatan besar bagi demokrasi Indonesia, dengan lebih dari 40 juta orang diperkirakan tidak menggunakan hak suaranya pada Pemilu 2024. Walaupun ada berbagai alasan yang memicu fenomena ini, kekecewaan terhadap politisi, ketidakpercayaan pada sistem politik, dan apatisme terhadap perubahan, merupakan penyebab utama. Oleh sebab itu, sangat penting bagi pemerintah, KPU, dan semua pihak terkait untuk bersinergi meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses politik dan mendorong partisipasi yang lebih aktif dalam pemilu mendatang. Tanpa adanya perubahan signifikan dalam cara sistem politik beroperasi, angka golput yang tinggi bisa terus menjadi ancaman bagi kualitas demokrasi Indonesia.
SUMBER
Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Pemilih Terdaftar dan Prediksi Golput di Pemilu 2024." KPU RI.
Centre for Strategic and International Studies (CSIS). "Survei: Pemilih Muda dan Fenomena Golput dalam Pemilu 2024." CSIS Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS). "Survei Apatisme Politik dan Ketidakpercayaan terhadap Sistem Pemilu di Indonesia." BPS.
ACLC KPK. "Golput: Pengaruh Ketidakpercayaan Politik dan Faktor Sosial." ACLC KPK.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H