Semuel mengungkapkan bahwa Kominfo telah memiliki satuan tugas investasi bodong, juga mengenai fintech. Bahkan dia pernah menyampaikan secara ekstrim, bahwa jika nasabah fintech ilegal merasa dirugikan oleh tindakan dari aplikasi tersebut, setelah pinjam tak perlu membayar. "Ya (tak perlu bayar), mereka ilegal. Kenapa harus takut. Kan Mereka ilegal," ujar Semuel. Semuel menambahkan fintech ilegal tidak akan difasilitasi negara jadi mereka tidak bisa menuntut peminjam yang tidak membayar tagihannya. "Kalau mereka melaporkan ini, ya bagus, saya jadi bisa tutup nanti karena mereka kan ilegal," ujarnya.
Semuel menjelaskan untuk beroperasi di Indonesia, fintech lending harus mendaftarkan diri dan tunduk pada aturan yang ada di Indonesia. "Kalau mereka mau beroperasi di Indonesia ya daftar dong. Jangan merugikan masyarakat Indonesia begini," tambahnya.
Mengenai berita kriminal menyangkut keberadaan Fintech Ilegal ini terjadi pada akhir tahun yang lalu, dimana Kepolisian Indonesia melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) telah menangkap dan sekaligus menetapkan empat karyawan perusahaan fintech Peer to Peer (P2P) Lending ilegal bernama Vloan, sebagai tersangka. Para penagih utang P2P (pinjamanonline) ini menggunakan cara ancaman asusila, ancaman kekerasan, dan teror melalui media elektronik ketika hendak menagih uang pinjaman kepada nasabahnya.
Semula para nasabah diberi tahu untuk membayar utang, tapi lama-lama mulai disebarkan foto dan video porno, hingga ancaman-ancaman untuk menyakiti para nasabah. Kasubdirt II Tindak Pidana Siber Bareskrim Ploti Kombes Rickynaldo Chairul mengatakan, "Awalnya dikasih tahu untuk bayar utang. Lama-lama mulai disebarkan konten pornografi, pengancaman, hingga ditakut-takuti." Adapun identitas keempat penagih tersebut adalah Indra Sucipto (31), Panji Joliandri alias Kevin Januar (26), Roni Sanjaya alias X_X (27), dan Wahyu Wijaya alias Ismed Chaniago (22).
Penangkapan tersebut terjadi dalam kurun waktu 29 November 2018 - 10 Desember 2018 di wilayah Jakarta dan Depok serta Jawa Barat. Dari penangkapan ini, Polri menyita barang bukti, terdiri dari tiga laptop, empat telepon genggam, lima kartu SIM operator, empat Kartu tanda Penduduk (KTP), dan dua kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Di kasus yang berbeda, pada bulan Februari 2019, dikabarkan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri melakukan penangkapan terkait kasus fintech. Polri meringkus debt collector yang diduga menagih utang dengan cara yang melanggar. Para tersangka diduga melakukan penagihan dengan cara membuat "grup khusus" di aplikasi pesan singkat kemudian memasukkan kontak korban beserta keluarga, kerabat, dan teman-temannya yang sudah diambil sebelumnya dari ponsel peminjam, lalu dengan mudahnya mengirimkan pesan berisi pelecehan seksual. Hal ini dilakukan untuk membuat korban tertekan dan segera membayar pinjaman berikut bunga yang tinggi dan denda yang mencekik.
Penangkapan itu sekaligus mengafirmasi pola yang ditemukan LBH Jakarta pada pos pengaduan. Para debt collector penyelenggara aplikasi fintech dalam menagih utang memang melakukan pengancaman, fitnah, penipuan, pelecehan seksual, penyebaran data pribadi, pembuatan "grup khusus" di aplikasi pesan singkat, dan penagihan yang tidak hanya dilakukan pada peminjam atau kontak darurat yang disertakan oleh peminjam.
🔜Artikel Yang Relevan:
-Â Waspadai Pemalakan Sadis Pinjaman Online Ilegal
- Kisah dan Solusi Untuk Keluar Dari Jeratan Pinjaman Online