Disisi lain Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membuat platform khusus aduan masyarakat. Laman yang dijadikan platform aduan nasabah yang merasa dirugikan oleh pinjaman online bisa diakses melalui AFPI.or.iod. Melalui laman tersebut, pengadu bisa langsung melaporkan berbagai tindakan pinjaman online nakal disertai dengan dokumen dan bukti-bukti pengaduannya. Atau bisa juga bisa menghubungi call center 02150821960 di jam kerja, juga e-mail:Â pengaduan@afpi.or.id.
Namun, Sunu menegaskan, pinjaman online yang bisa ditindak oleh AFPI serta komite etik AFPI hanyalah pinjaman online yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau pinjaman online yang legal. Namun, untuk aduan terkait pinjaman online ilegal akan tetap diterima namun akan diteruskan kepada Satgas Waspada Investasi atau Tim Cyber Crime Bareskrim Polri.
Dan apabila masyarakat terlanjur menjadi korban dari pinjaman online ilegal, ia menyarankan agar peminjam melunasi kewajibannya terlebih dulu. "Legal atau ilegal, tetap harus dilunasi daripada bermasalah, dan setelahnya atau secara bersamaan, korban bisa melaporkan fintech ilegal tersebut ke OJK dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing mengatakan bahwa hingga kini jumlah Fintech Peer-To-Peer Lending tidak berizin yang ditemukan Satgas Waspada Investasi sebanyak 543 entitas. Sehingga, saat ini jumlah fintech tak berizin yang diketahui OJK sebanyak 947 entitas, per 24 April 2019. Satgas Waspada Investasi menghentikan 73 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari pihak berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat, terdiri atas 64 entitas di bidang Trading Forex, lima entitas bidang investasi uang, dua entitas Multi Level Marketing (MLM) dan masing-masing satu entitas di bidang investasi perkebunan dan cryptocurrency.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Wimboh Santoso mengatakan, OJK tidak bisa berbuat apapun bila masyarakat merasa dirugikan oleh perusahaan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending ilegal atau tidak terdaftar di OJK. Pasalnya, OJK tidak pernah membuat komitmen apapun dengan fintech ilegal tersebut.
Wimboh meminta kepada masyarakat untuk melakukan pinjaman hanya kepada fintech P2P yang sudah mengantongi izin OJK. OJK tidak bisa memonitor fintech-fintech di luar itu. Masyarakat yang merasa dirugikan, lanjut Wimboh, harus lapor ke polisi lantaran kasus ini serupa dengan masalah utang piutang konvensional.
Sementara itu Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengakui, tidak mudah membasmi fintech ilegal luar negeri sebab fintech tersebut bekerja secara virtual dan berganti-ganti nama dengan mudah. "Selain itu, kita blokir satu, dia bikin lagi, malah ada duplikasi seakan dia legal hanya dengan spasi. Ini menjebak masyarakat. Kita makanya bikin tips menghindari fintech ilegal ini. Karena ini fintech ilegal delik aduan, saat ini masih ditingkat penyidikan."Â
Sementara itu, Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Infrormatika (Kemenkominfo) mengatakan masyarakat tidak perlu takut, Layanan pinjaman berbasis online atau fintech lending yang melakukan penyalahgunaan data dapat terancam sanksi denda dan pindana. Salah satu bentuk penyalahgunaan data, menurut Semuel adalah pengambilan kontak tanpa sepengetahuan nasabah. Untuk itu, diperlukan verifikasi layaknya layanan pinjaman offline.
Disisi lain dalam menindak aplikasi layanan peminjaman online yang berjalan tidak sesuai dengan aturan, Kominfo telah bekerjasama dengan toko aplikasi. "Kalau memang ilegal mereka akan kita kirimi surat untuk tidak boleh diunduh lewat Apple App Store ataupun Google Play Store," ujar Semuel. Lebih dari itu, Semuel mengatakan bahwa aplikasi yang menyalahi aturan dapat ditindak secara hukum. "Terkait penyalahgunaannya, kalau penyalahgunaan data Kominfo, kalau beroperasi tanpa izin di OJK," kata dia.