Mohon tunggu...
Kris Monita
Kris Monita Mohon Tunggu... Lainnya - -

Kris Monita, S1 Ekonomi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selanjutnya

Tutup

Financial

Prediksi Resesi Dunia Tahun 2023 dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia

28 September 2022   09:11 Diperbarui: 12 Oktober 2022   13:38 2448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi via kompas.com

Kondisi ekonomi dunia saat ini semakin mengkhawatirkan, di mana banyak negara-negara dunia yang mengalami lonjakan inflasi akibat adanya gangguan pasokan. 

Prediksi resesi dunia di tahun depanpun terus berlanjut oleh berbagai lembaga internasional, termasuk Bank Dunia dan IMF. Prediksi tersebut juga diyakini oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Indonesia, Sri Mulyani. 

Resesi ini dipicu oleh laju inflasi yang tinggi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Inggris. Inflasi Amerika Serikat (AS) pada Agustus 2022 berada di posisi 8,3% year on year (yoy). 

Lonjakan inflasi ini direspon oleh bank sentral AS, The Fed, dengan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bps) menajadi 3-3,25% pada periode September 2022. 

Selama tahun 2022, The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 300%. Selain itu, di Inggris inflasi sudah mencapai 9,9% yoy pada Agustus 2022 dan direspon  oleh bank sentral Inggris dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 1,75%. 

Respon kenaikan suku bunga bank sentral di berbagai negara ini yang menjadi pemicu munculnya prediksi resesi global di tahun 2023 mendatang.

Adanya resesi global tersebut tentu akan berdampak kepada perekonomian Indonesia. Ekonom Indef, Abra El Talattov, menilai bahwa implikasi resesi global akan membebani ekonomi Indonesia pada tahun 2023, terutama dari sisi perdagangan internasional. 

Resesi global dapat memicu penurunan harga komoditas energi, terutama mineral serta batu bara dan CPO karena penurunan permintaan global akibat resesi. 

Hal ini akan menekan ekspor dan neraca dagang Indonesia. Pasalnya, dalam setahun terakhir Indonesia tengah menikmati windfall dari harga komoditas tersebut.

Dampak dari kondisi tersebut juga perlu diwaspadai pada kalangan petani khususnya petani sawit yang saat ini masih merasakan harga jual yang rendah di tingkat petani.  

Hal ini juga akan mempengaruhi APBN dari sisi penerimaan negara dari ekspor dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berpotensi defisit kembali. Hal ini sejalan dengan perkiraan penurunan nilai ekspor Indonesia. 

Jika PNBP dan penerimaan ekspor tidak mencapai target, maka dapat menekan defisit fiskal. Di sisi lain, belanja subsidi energi cukup besar. Meskipun ada potensi penurunan harga minyak dunia, tetapi kebutuhan atau konsumsi BBM dan LPG masih akan meningkat.

Selain itu, resesi global juga akan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Saat terjadi resesi, investor lebih memilih untuk beralih ke asset aman seperti emas dan menarik dananya dari pasar obligasi maupun saham Indonesia. 

Pelemahan nilai tukar rupiah juga akan memicu risiko pembengkakan belanja subsidi kembali. Pasalnya dalam beberapa hari terakhir ini nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS. 

Sehingga, pemeirntah perlu mempersiapkan dana cadangan untuk mengantisipasi jika terjadi kebutuhan tambahan subsidi energi yang meningkat. 

Jika tidak, risiko kenaikan harga jual ke masyarakat akan terulang kembali, seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi saat ini.  

Berdasarkan data Trading Economics, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan siang ini, Selasa (27/09/2022), yaitu berada di posisi Rp15.140 per dolar AS. 

Bahkan pada perdagangan pagi ini, rupiah sudah menyentuh angka Rp15.170 per dollar AS. Pelemahan nilai tukar rupiah ini sudah mulai dirasakan sejak beberapa hari terakhir ini.

Pelemahan nilai tukar rupiah yang terus berlanjut akan memicu terjadinya imported inflation, sehingga berpotensi menekan daya beli masyarakat. 

Lebih lanjut, kondisi tersebut akan menyebabkan industri semakin melesu dan memicu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan peningkatan pengangguran. 

Sebelumnya, dalam beberapa minggu terakhir ini Indonesia tengah dilanda badai PHK mulai dari perusahaan startup hingga teknologi. Selain itu, Indonesia perlu mengkhawatirkan penyebab pelemahan nilai tukar rupiah, yaitu kenaikan suku bunga The Fed. 

Kebijakan The Fed tersebut berimplikasi terhadap pelemahan ekonomi di AS yang merupakan perekonomian terbesar, sehingga dapat mempengaruhi nilai ekspor Indonesia ke AS. 

Kenaikan suku bunga di negara maju yang direspon dengan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) akan menekan investasi di Indonesia. 

Kenaikan suku bunga BI dapat memicu kenaikan suku bunga kredit di perbankan, sehingga menghambat industri untuk melakukan ekspansi. 

Hal ini akan berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali oleh berbagai industri. BI sebelumnya telah mengumumkan kenaikan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25%. Gubernur BI, Perry Warjiyo, telah memberi sinyal kenaikan suku bunga di perbankan, baik suku bunga kredit maupun simpanan. 

Transmisi suku bunga BI ke suku bunga kredit perbankan, baik kredit kepemilikan rumah (KPR), kredit Kendaraan Bermotor (KKB), Kredit Tanpa Agunan (KTA), hingga kredit usaha, akan terjadi dalam dua kuartal atau enam bulan ke depan.

Dalam menghadapi ancaman resesi, pemerintah perlu memperkuat belanja perlindungan sosial. Pemerintah perlu menambah porsi perlindungan sosial untuk masyarakat rentan miskin dan miskin. 

Selain itu, pemerintah harus mendorong UMKM Indonesia dengan menambah anggaran subsidi bunga untuk UMKM dan mendorong belanja fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk menopang keterjangkauan masyarakat terhadap sektor properti dari ancaman naiknya suku bunga. selain itu, pemeirntah juga perlu memitigasi terjadinya krisis keuangan di Indonesia dengan mempersiapkan dana darurat krisis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun