BAB II
                                                                         PEMBAHASAN
A. Tingkatan minat baca di Indonesia
   Di tingkat internasional, Indonesia memiliki indeks membaca 0,001. Hal itu berarti dalam setiap seribu orang, hanya satu orang yang memiliki minat baca tinggi. Kondisi itu jauh berbeda jika dibanding dengan Amerika yang memiliki indeks membaca o,45, dan Singapura 0, 55. (Kasiyun, 2015). Laporan Bank Dunia No. 16369-IND, sehari-hari. Sedangkan untuk taraf tingkat dan Studi IEA (International Association for literasi-5, kurang dari 1% siswa Indonesia the Evalution of Education Achievermen) di berada pada taraf tertinggi dari studi PISA ini. Asia Timur, menunjukkan bahwa tingkat Artinya, hanya sedikit dari siswa kita memiliki terendah membaca anak-anak dipegang oleh kemampuan membaca yang canggih, seperti negara Indonesia. Kajian PIRLS (Progress in menemukan informasi yang rumit dalam teks International Reading Literacy Study) yaitu yang tidak dikenal sebelumnya, studi internasional dalam bidang membaca mempertunjukkan pemahaman yang terperinci, pada anak-anak di seluruh dunia yang menarik kesimpulan dari informasi yang ada di disponsori oleh IEA ini menunjukkan bahwa dalam teks, dan mengevaluasi dengan kritis, rata-rata anak Indonesia berada pada urutan membangun hipotesis, serta mengemukakan keempat dari bawah dari 45 negara di dunia. konsep yang mungkin bertentangan dengan Kajian PIRLS ini menempatkan siswa harapannya sendiri.Indonesia kelas IV Sekolah Dasar pada tingkat Data lain juga menyebutkan hal yang terendah di kawasan Asia. Indonesia mendapat sama. Pada dokumen UNDP dalam Human skor 51.7, di bawah Filipina (skor 52.6); Thailand (skor 65.1); Singapura (74.0); dan informasi dalam belajar bergantung pada Hongkong (75.5). Bukan itu saja, kemampuan-kemampuan tersebut. Melalui membaca, anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan seseorang dapat menggali informasi, bacaan juga rendah, yaitu 30 persen saja dari mempelajari pengetahuan, memperkaya materi bacaan karena mereka mengalami pengalaman, mengembangkan wawasan, dan kesulitan dalam menjawab soal-soal bacaan mempelajari segala sesuatu. Oleh karena itu, yang memerlukan pemahaman dan penalaran. rendahnya minat baca dan rendahnya Studi internasional mengenai literasi kemampuan membaca oleh para generasi muda membaca yang dilakukan OECD (Organization akan berdampak buruk terhadap for Economic Co-operation Development) bisa pengembangan diri dan kinerja mereka yang dijadikan cermin peta kemampuan literasi selanjutnya akan berdampak buruk terhadap siswa Indonesia dibandingkan siswa lain seusia pembangunan bangsa. (Wahyuni, 2009).
   Data lain menyebutkan (1) Berdasarkan  studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian. Posisi Indonesia itu lebih baik dari Qatar, Kuwait, Maroko, dan Afrika Selatan," ujar Ketua Center for Social Marketing (CSM), Yanti Sugarda di Jakarta, Rabu (7/7); (2) Penelitian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002, menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari 173 negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009. (3) Berdasarkan data CSM, yang lebih menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku. (4) Kompas (Kamis, 18 Juni 2009) menyatakan budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi (OECD), kata Kepala Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya Arini. Saat berbicara dalam seminar "Libraries and Democracy" digelar Perpustakaan Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya bersama Goethe-Institut Indonesien dan Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) di Surabaya, Rabu, dia mengatakan, OECD juga mencatat 34,5 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf. (Kasiyun, 2015)
B. Faktor-faktor penyebab rendahnya minat baca bagi para pelajar itu ada empat, yaitu: (Siswati, 2010)
  a.  Lemahnya sarana dan prasarana Pendidikan. Khususnya perpustakan dan buku-bukunya belum mendapat prioritas dalam penyelenggaraannya.       Seperti, halnya fasilitas yang minim, terutama di daerah yang terpencil yang jauh dari perkotaan. Mereka sulit untuk melanjutkan                      pendidikannya, mereka ingin melanjutkan Pendidikan tetapi sarana dan prasarananya belum memadai mereka untuk pergi ke kota.
  b.  Kurangnya pengelolaan perpustakaan dan koleksi buku. Hampir semua jenjang Pendidikan, kondisi perpustakaan masih belum sepenuhnya            berfungsi. Padahal perpustakan sekolah fungsinya adalah untuk memudahkan para pelajar dalam mencari sumber-sumber ilmu yang lain, tidak        hanya dari buku atau sumber ilmu yang di pelajarinya. Tetapi faktanya, sekarang ini kebanyakan diantara siswa maupun mahasiswa lebih               memilih menggunakan internet, handphone, untuk mencari sumber-sumber. Apalagi di zaman sekarang sudah canggih, handphone selain             menjadi alat komunikasi juga menjadi alat untuk mencari informasi. Khususnya para pelajar dan mencari sumber-sumber ilmu.
  c.  Kemajuan teknologi. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang begitu cepat. Dan pusat-pusat informasi yang lebih menarik. Seperti         berkembangnya tempat-tempat hiburan (entertainment), atau acara televisi, sehingga status dan kedudukan perpustakaan, serta citra                 perpustakaan dalam pandangan mahasiswa sangat rendah. Tuntutan global menuntut dunia Pendidikan untuk selalu dan senantiasa                   menyesuaikan perkembangan teknologi. Khususnya dalam proses pembelajaran. Seperti, pada zaman sekarang pemrosesan nilai, absen, jadwal,       maupun kegiatan lainnya semuanya melalui online. Semua ini karena begitu cepatnya kemajuan teknologi saat ini. tidak hanya para pelajar, para       pekerja juga sekarang lebih memilih melalui online. Karena dengan online pun tenaga tidak begitu terkuras.
  d.  Kurangnya dukungan keluarga. Kondisi keluarga yang tidak mendukung juga dapat menyebabkan rendahnya minat baca para pelajar, terutama        dari orang tua siswa atau mahasiswa yang mayoritasnya jauh sehingga tidak mungkin mencontohkan kegemaran membaca kepada anak-anak         mereka. Faktor yang menyebabkan kurangnya dukungan orangtua terhadap anak dikarenakan orangtua telalu sibuk dengan pekerjaannya              sehingga sangat sulit untuk meluangkan waktunya untuk mengajarkan atau memberi contoh cara-cara membaca. Begitu juga dikarenakan faktor      ekonomi yang kurang, kurangnya ekonomi menjadi penyebab orangtua kurang memberikan Pendidikan pada anak. Mereka berfikir ekonomi pun      tidak memadai bagaimana bisa menyekolahkan anak-anak mereka. Selain itu juga dikarenakan kurangnya kesadaran orangtua terhadap                Pendidikan. Banyak di antara orang tua yang kurang perhatian terhadap Pendidikan. Mereka cuek begitu saja tanpa menanyakan Pendidikan            nya. Mereka sibuk dengan aktivitasnya tanpa memperdulikan Pendidikan ankanya. hal ini dapat dikaitkan pula dengan konsep Pendidikan yang        diterapkan dan dipahami orang tua yang sudah diatur dalam undang-undang bahwa Pendidikan adalah tanggung jawab Bersama antara keluarga,     pemerintah, dan masyarakat.
C. Upaya dalam meningkatkan minat baca