Romo Edi memberi contoh salah satu komunitas Deus Caritas Es yang melatih umat tuna daksa dan tuli untuk membuat berbagai asesoris. Hasil karya umat disabilitas itu dapat digunakan untuk memenuhi keperluan umat disabilitas tersebut.
Pentingnya Mewujudkan Ruang Inklusif
Bapak Anton Sinaga mengatakan bahwa umat Katolik di paroki hendaknya berusaha untuk menyediakan infrastruktur dan layanan yang dapat mendukung partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam berbagai aspek peribadatan.
Bapak Anton Sinaga mengutip salah satu ayat dalam Kitab Kejadian 1 ayat 21 bahwa Allah menciptakan manusia menurut rupa-Nya. Kutipan ini menegaskan bahwa tidaklah cukup mencaritau mengapa seseorang menderita disabilitas.
Dengan titik berangkat itu kiranya orang dapat membangun cara pandang dan sikap yang lebih positif terhadap saudara-saudari penyandang disabilitas. Hal itu diwujudkan dengan  mewujudkan ruang yang ramah bagi teman-teman disabilitas.
Lebih lanjut, Bapak Anton Sinaga menyampaikan Keputusan Direktur Jenderal Bimas Katolik, Kementerian Agama Nomor 199 Tahun 2022 tentang standar rumah ibadah Katolik yang ramah disabilitas.
Baca juga:Â Makan Dengan Tangan: Menggenggam Rasa, Menuai Sensasi
Standar rumah ibadah itu meliputi fasilitas gereja utk disabilitas seperti: kursi roda, parkir khusus, jalur pedestarian bagi tuna netra, tangga, jalur kursi roda (ramp), toilet khusus, pintu masuk khusus, kursi prioritas, dan sarana penunjang lainnya.
Selain itu, perlu memastikan ketersediaan Kitab Suci dengan huruf Braille bagi penyandang tuna netra, pelatihan penyuluh, dan meng-update data umat penyandang disabilitas.
Dalam konteks diskusi hari ini, Pembimas Katolik mengharapkan agar gereja sebagai sarana beribadah umat, memiliki standarisasi ramah disabilitas. Artinya, gereja menjadi sarana ibadah yang lebih aksesibel atau mudah dijangkau oleh teman-teman disabilitas. Ke depan, diharapkan semua sarana peribadatan lainnya memiliki standar yang sama sehingga dapat mengakomodir umat diabilitas dari keyakinan lainnya.Â