Di tengah kesibukan kota yang semakin padat, keberadaan polisi tidur di jalan raya menjadi salah satu topik yang sering diperbincangkan. Polisi tidur (speed bump)Â dirancang untuk mengurangi kecepatan kendaraan di area tertentu. Ketika berkendara di kawasan pemukiman, kita tentu pernah atau sering menjumpai "polisi tidur" di jalan. Kini, polisi tidur juga semakin banyak ditemui di jalan-jalan raya. Contohnya Jalan Raya Bogor daerah Gandaria, Jakarta Timur. Terdapat banyak garis-garis putih melintang di tengah jalan pada kedua arah.Â
Garis-garis putih melintang di Jalan Raya Bogor daerah Gandaria, Jakarta Timur ini dipasang terlalu banyak dengan ketinggian yang tidak sewajarnya. Pengendara yang baru melewati jalan ini akan terkejut dengan hentakan keras pada kendaraannya ketika melewati garis-garis putih tersebut. Â
Meskipun memiliki tujuan yang baik, keberadaan "polisi tidur" ini juga menimbulkan berbagai pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, ternyata pembuatan polisi tidur di jalan tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada aturan yang harus diikuti jika ingin membuat polisi tidur di jalanan. Aturan pembuatannya harus mengacu pada standar ukuran tertentu yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan agar tidak mencelakai pengendara yang melewati polisi tidur.
Istilah-Istilah dan Manfaat Polisi Tidur
Selain polisi tidur, banyak orang yang menggunakan istilah lain  speed bump atau pita penggaduh. Ketiga istilah ini digunakan untuk menyebut garis kejut di jalanan. Namun, ternyata ada perbedaan signifikan antara speed bump, polisi tidur, dan pita penggaduh.
Istilah pertama, speed bump merupakan alat yang digunakan untuk membatasi kecepatan kendaraan pada area parkir, jalan privat, atau jalan lingkungan terbatas. Batas maksimal kendaraan yang diharapkan adalah maksimal 10 km/jam. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan, speed bump harus memiliki bentuk landai melintang dengan ketinggian antara 8-15 cm dan lebar 30-90 cm. Kelandaian speed bump maksimal 15% dan diberikan warna kombinasi kuning atau putih berukuran lebar 20 cm dan warna hitam berukuran lebar 30 cm.
Di kawasan padat penduduk, jika ada suara kendaraan yang melaju kencang tentu dapat mengganggu ketenangan warga. Keberadaan speed bump dapat memaksa kendaraan untuk melambat sehingga suara bising dapat diminimalisir.
Istilah kedua, polisi tidur juga memiliki fungsi untuk mengurangi kecepatan kendaraan di area yang rawan kecelakaan atau memerlukan perlindungan lebih.
Contohnya: area jalan sekitar sekolah sekolah atau area perumahan. Bentuk polisi tidur biasanya bervariasi. Pembuatan polisi tidur harus memperhatikan kenyamanan dan keselamatan pengendara. Ketinggiannya tidak boleh sesuka hati sebab ukuran dan kemiringan yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan pada kendaraan atau bahkan kecelakaan.
Istilah ketiga adalah pita penggaduh (rumble strips)Â seperti yang ada di Jalan Raya Bogor tersebut. Pita penggaduh biasanya berwarna putih dan dibuat dari marka jalan menggunakan bahan asphalt atau termoplastik dengan profil serupa marka jalan.
Pemasangan pita penggaduh harus mengikuti spesifikasi tertentu dengan ketebalan maksimal 40 mm, jarak antar strip antara 50-500 cm dan kelandaian sisi tepi strip maksimal 15%.Â
Pita penggaduh dipasang melintang di jalan untuk mengingatkan pengemudi melalui getaran dan suara akan bahaya di depan, melindungi penyeberang jalan, dan meningkatkan kewaspadaan di lokasi rawan kecelakaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan, pita penggaduh terdiri dari tiga jenis utama, yaitu rumble strip, shoulder rumble, dan rumble area.
Area pemasangan pita penggaduh biasanya di area yang berisiko tinggi, seperti sebelum perlintasan kereta api atau di dekat sekolah. Tujuannya untuk memperingatkan pengemudi agar mengurangi kecepatan dan lebih waspada.
Tidak seperti speed bump, pita penggaduh dirancang lebih kepada peningkatan kesadaran pengemudi terhadap kondisi jalan ketika berkendara.
Baca juga:Â Gangguan Kepribadian NPD, Bagaimana Menghadapinya?
Dampak Negatif Polisi Tidur, Speed Bump, dan Pita Penggaduh
Meskipun memiliki manfaat, ketiga jenis penghalang kecepatan ini membawa dampak negatif yang tidak bisa diabaikan. Salah satu yang paling dominan berpotensi terjadi adalah adalah potensi kerusakan pada kendaraan dan kecelakaan. Banyak pengemudi yang merasa terganggu dengan keberadaan speed bump dan pita penggaduh yang terlalu tinggi atau tidak terawat.Â
Di beberapa lokasi, keberadaan speed bump dapat menyebabkan antrian panjang akibat kendaraan yang melambat, terutama saat jam sibuk di jalan-jalan utama yang sudah padat.Â
Solusi dan Pertimbangan
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi pihak berwenang untuk mempertimbangkan desain dan penempatan speed bump dan pita penggaduh dengan lebih baik. Pembuatannya sebaiknya dibuat dengan ketinggian dan kemiringan yang sesuai agar tidak terlalu menyulitkan pengemudi.
Selain itu, penempatan speed bump harus dilakukan dengan mempertimbangkan volume lalu lintas dan kebutuhan masyarakat setempat.Â
Pendidikan kepada pengemudi juga sangat penting. Sosialisasi mengenai pentingnya mematuhi batas kecepatan dan kesadaran akan keberadaan speed bump dapat membantu menciptakan budaya berkendara yang lebih aman.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, polisi tidur, speed bump, dan pita penggaduh di jalan raya memiliki sisi baik dan buruk. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan, dampak negatifnya terhadap kendaraan dan lalu lintas tidak bisa diabaikan.
Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi berkelanjutan terhadap keberadaan dan desain ketiga alat pembatas kecepatan itu agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi semua pengguna jalan tanpa menimbulkan masalah baru.
Dengan pendekatan yang tepat, kita bisa menciptakan lingkungan berkendara yang lebih aman dan nyaman bagi semua orang.***
Baca juga:Â Lingerie dan Perilaku Imitasi Dalam Berbusana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H