Suatu ketika di perantauan, seorang pria bertemu dengan beberapa pria lainnya. Mereka bekerja di tempat yang sama. Di awal perkenalan, Â mereka saling mengetahui bahwa mereka berasal dari daerah yang sama, juga rumpun yang sama. Tentu saja, sebagaimana lazimnya, karakter rumpun itu memperlakukan orang yang serumpun memiliki rasa kesatuan dan persaudaraan yang erat. Namun , dalam perjalanan waktu, rasa itu semakin mengabur dan makin tak terlihat. Tidak ada rasa persaudaraan dan kesatuan dalam pergaulan sehari-hari. Bahkan, mereka cenderung tidak mengingat lagi siapa mereka ketika di awal pertemuan mereka saling berkenalan. Tidak lagi bertegur sapa dan mementingkan dirinya sendiri.
Kisah kecil di atas adalah kisah nyata saya beberapa waktu lalu. Bayangan pertemanan yang penuh persaudaraan di tanah perantauan terasa hanya cerita dongeng lama. Hal yang tidak saya bayangkan jika dibandingkan dengan di tempat pekerjaan saya sebelumnya.
Persaudaraan dan Kisah BermaknaÂ
Makna persaudaraan bisa dilihat dari beberapa hal penting yang mencerminkan hubungan erat dan saling mendukung antara individu atau kelompok. Secara teoritis, persaudaraan biasanya dilandasi hubungan emosional, kebersamaan dan solidaritas, saling percaya dan menghargai, serta kerjasama dan gotong royong.Â
    Baca juga: Vaksin Polio untuk Kesehatan Anak, Apa yang Perlu Diketahui?
Persaudaraan bisa terbentuk dalam berbagai lingkungan, seperti keluarga, teman, komunitas, atau hubungan kerja. Pada dasarnya, persaudaraan adalah upaya menciptakan relasi yang kuat dan saling mendukung antara individu-individu yang terlibat. Secara kemanusiaan, semua manusia seharusnya memiliki rasa yang sama yaitu merasa sebagai saudara bagi orang lain.
Saya teringat pada sebuah kisah tentang seseorang yang dirampok oleh sekawanan penjahat. Ironisnya, perampok itu adalah orang yang berasal dari komunitasnya sendiri. Orang yang dirampok itu dibiarkan terluka dan menderita seorang diri di tepi jalan. Harta dan pakaiannya telah diambil oleh para perampok.Â
Setelah beberapa waktu terlewat, muncullah seorang tokoh penting yang juga berasal dari komunitas yang sama dengan orang yang dirampok itu. Melihat orang yang menderita itu, ia berpikir berulang-ulang untuk menolongnya. Tidak ada tindakan apapun untuk menolong. Pada akhirnya, ia hanya diam dan berlalu tanpa melakukan apa-apa.
Beberapa waktu kemudian, muncul seorang lain yang merupakan pejabat. Ia pun berasal dari komunitas yang sama dengan orang yang terluka itu. Sayangnya, pejabat itu pura-pura tidak melihat dan mencari jalan lain agar tidak berpapasan dengan orang yang terluka itu.Â
Tidak lama, muncullah seseorang yang berasal dari wilayah lain. Ia berbeda asal-usul dengan orang yang terluka itu. Yang sangat mengejutkan adalah orang asing itu berusaha menghampiri orang yang terluka. Dengan cepat, ia meraih dan mengangkat orang yang terluka itu ke atas kendaraannya lalu membawanya pergi ke sebuah tempat. Ternyata, orang yang terluka itu di bawa ke sebuah balai pengobatan. Di sana, ia mendapatkan perawatan yang semestinya. Tanpa diketahuinya, orang asing yang tak dikenalnya itu telah mengurus segala sesuatu terkait pengobatannya. Bahkan biaya perawatannya pun telah diselesaikan hingga lunas. Â
Makna dan Spiritualitas
Pertanyaan reflektifnya adalah: siapakah saudaraku? Apakah seseorang dapat diperlakukan sebagai 'saudara' karena memiliki hubungan darah, relasi keluarga, latar belakang yang sama, satu budaya, dan lain-lain?
     Baca juga: Hits Sekali, Terkenang Selamanya, Fenomena One Hit Wonders
Bercermin dari kisah bermakna di atas, saya tertegun beberapa saat. Ternyata, tidak semua orang bisa memperlakukan orang lain sebagai saudaranya sebagaimana layaknya relasi di antara sesama orang yang bersaudara. Dalam konteks yang lebih sempit, ada orang yang lebih mengutamakan kepentingannya secara personal dibandingkan kepentingan bersama sebagai bagian dari sebuah komunitas yang sama.
Pada konteks yang lebih luas, manusia adalah saudara bagi manusia lainnya. Sebagai sesama ciptaan, setiap orang memiliki kodrat yang sama sebagai manusia ciptaan yang istimewa bagi Sang Pencipta. Dikatakan istimewa karena setiap orang dibekali dengan hati nurani dan akal budi. Hal yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup yang lain.
Sebagai sesama yang baik, diharapkan dapat hidup bersama sebagai saudara yang saling mendukung, saling menghormati, dan khususnya saling mengasihi. Dukungan, apresiasi, dan kasih sayang merupakan kebutuhan dasar manusia secara rohani. Dengan tiga hal ini, eksistensi persaudaraan manusia dapat terungkap dalam kapasitasnya sebagai ciptaan yang istimewa.***
Baca juga: Â Vaksin Polio untuk Kesehatan Anak, Apa yang Perlu Diketahui?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H