Memulai Perjalanan Rohani
Pukul 09.00 WIB, 34 anak usia remaja awal sudah berkumpul di halaman Gereja Santo Aloysius Gonzaga, Cijantung. Mereka sudah bersiap untuk memulai perjalanan menuju sebuah rumah retret di Cianjur, Jawa Barat. Para kakak-kakak pendamping tampak sibuk dengan kegiatannya. Mereka sedang mempersiapkan keberangkatan anak-anak tersebut untuk mengikuti retret.
Seorang kakak pendamping mulai mengecek kehadiran anak. Dua orang kakak pendamping lain mempersiapkan snack dan minuman yang akan dibagikan. Seorang lagi membagikan tanda pengenal kepada setiap anak yang dipanggil namanya. Masih ada beberapa kakak pendamping yang menata tas anak-anak dan memasukkan peralatan ke dalam bagasi bus. Ada dua kendaraan yang akan membawa mereka semua ke tempat tujuan, yaitu satu bus ukuran sedang dan satu mobil ukuran kecil dengan kapasitas penumpang 14 orang.
Setelah semua persiapan siap, semua peserta, para kakak pendamping, orang tua yang mengantar anak-anaknya berhimpun untuk berdoa bersama yang dipimpin oleh seorang pastor. Doa dipanjatkan untuk memohon keselamatan dan kesehatan selama dalam perjalanan berangkat, selamat acara berlangsung, hingga perjalanan pulang dan kembali ke rumah masing-masing.
Perjalanan memakan waktu sekitar tiga jam karena macet. Maklum, hari itu masih musim liburan sekolah. Sekitar pukul 12.00 WIB, rombongan pun tiba di tempat tujuan. Suasananya masih terasa agak sejuk walaupun ada terik matahari. Rombongan bersiap untuk memasuki kamar yang sudah disiapkan.
     Baca juga: Prioritas Menjaga Kesehatan Mental Sejak Dini
Retret, Makna dan Tujuan
Retret berasal dari kata dalam Bahasa Inggris yaitu "retreat" mundur. Dalam konteks religius, 'retret' berarti sebuah periode pengalaman mengasingkan diri bersama dengan sebuah kelompok atau komunitas dalam kesunyian untuk berefleksi, melakukan evaluasi diri, sekaligus menemukan kekuatan yang masih tersembunyi dalam dirinya. Itu sebabnya, dipilih tempat yang benar-benar nyaman dan tenang. Situasi ini membantu peserta memasuki masa tenang (silentium) dan berefleksi. Mereka juga akan belajar jauh dari orang tua selama tiga hari dan belajar untuk mandiri.
Dalam retret, disediakan waktu untuk berefleksi, berdoa, dan bermeditasi. Selain itu, dalam retret dilakukan juga peserta mendapatkan pengetahuan dan aneka praktik positif interaktif dalam bentuk dinamika aktivitas baik personal maupun kelompok yang dipandu oleh satu hingga tiga fasilitator.
Retret biasanya dilakukan berkala, misalnya sekali dalam setahun. Tujuan dari kegiatan retret adalah mengevaluasi diri atas kehidupan yang sudah dilalui sebelumnya. Hasil evaluasi diri digunakan sebagai kekuatan untuk memperbaiki diri sehingga di waktu mendatang memiliki spirit baru dalam menjalani kehidupannya secara positif.
Topik-Topik Dalam Retret
Materi retret biasanya dikemas dalam tiga hingga empat tahapan (session) dengan topik-topik tertentu. Biasanya, ada tiga bagian yang dikemas secara kreatif yaitu: mengenal diri, berelasi dengan orang lain dan Tuhan, serta melakukan perbaikan.
Pada bagian pertama dalam retret ini, peserta mendapatkan pengetahuan tentang pengenalan diri. Mereka berefleksi  untuk menemukan siapa diri mereka yang sebenarnya. Mereka diajak untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dalam dirinya sebagai manusia ciptaan Tuhan, sebagai anak, sebagai siswa, dan sebagai anggota masyarakat. Mereka juga diajak untuk.mengevaluasi diri sebagai pribadi. Misalnya, bagaimana mereka memandang dan memperlakukan dirinya selama ini. Para fasilitator mengemas topik pengenalan diri ini dalam bentuk dinamika individu.
     Baca juga: Cita-Cita Terpendam dalam Perspektif Kebebasan
Pada bagian kedua, peserta diajak untuk mengenal siapa sesamanya. Peserta diingatkan kembali tentang ajaran iman Katolik bahwa semua manusia adalah sesamanya, tanpa memandang latar belakangnya. Bahwa siapa pun yang membutuhkan bantuan dan pertolongan, wajib dibantu. Karena mengasihi sesama sesungguhnya merupakan salah satu bentuk ungkapan mengasihi Allah.
Peserta belajar berinteraksi dengan baik, ramah dan sopan terhadap sesamanya. Merefleksikan bentuk komunikasi dan interaksi yang selama ini sudah mereka lakukan terhadap saudara, teman, guru, dan khususnya orang tuanya.
Selanjutnya pada bagian ketiga, mereka membuat komitmen pribadi untuk melakukan perubahan diri dari hal-hal yang tidak atau kurang baik ke arah yang lebih baik. Komitmen ini kemudian dikomunikasikan oleh peserta kepada orang tuanya setelah sampai di rumah. Seluruh kegiatan dalam retret ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi sebagai sumber kekuatan hidup beriman para peserta dan pendamping retret. Pada hari ketiga, rombongan kembali ke Jakarta dengan penuh sukacita.
Insight
Pengalaman mengikuti retret bagi peserta dirasakan berkesan. Mereka memberikan kesan positif dan menceritakan perasaan yang dialaminya. Begitu pula ketika para orang tua memberikan respon positif ketika anak mereka berkomunikasi dengan mereka setelah tiba di rumah. Perasaan emosional dan haru meliputi keluarganya.
Pengalaman ini akan terus mereka ingat dalam hidupnya dan akan selalu menjadi cermin refleksi untuk terus membarui diri ke hidup yang lebih baik. Retret adalah bagian dari perjalan hidup spiritual seseorang untuk berhenti lalu mundur sejenak, menatap ke belakang melalui "kaca spion" mereka, mengevaluasi dan mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu, kemudian bersiap menatap masa depannya dan melaju dengan langkah positif dan pasti.***
   Baca juga: Life Skill Sebagai Modal Kemandirian Anak
   Baca juga: Ketika Dia Seolah Diam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H