"Pelajari masa lalu jika dirimu ingin menentukan masa depan." (Konfusius)
Fenomena
Belum lama, di media sosial ditemukan berita tentang 5 siswa SMP menjadikan korban Palestina sebagai bahan bercanda di sebuah restoran cepat saji. Dinas Pendidikan DKI Jakarta pun mewajibkan mereka untuk melapor ke guru BK di sekolahnya selama 7 hari untuk menjalani pembinaan.
Pada akhirnya, kelima siswa tersebut telah meminta maaf. Namun peristiwa ini telah menjadi keprihatinan bersama mengenai kualitas karakter siswa dan nilai-nilai karakter kebangsaan (detikNews, 2024).
DetikEdu (Rosa, 2024) menuliskan fenomena lain tentang maraknya kecanduan internet pada remaja. Melalui sebuah survey yang melibatkan 237 remaja berusia 10-19 tahun oleh peneliti University College London (UCL) ditemukan fakta bahwa remaja dengan kecanduan internet mengalami perubahan pada otak mereka. Lahir di era digital dan kemudahan mengakses ponsel pintar dan laptop membuat para remaja tak lepas dari internet. Para remaja menggunakan puluhan jam setiap minggu untuk mengakses internet dan bermain games.
Sebagai informasi, kecanduan internet dimaknai sebagai situasi dimana seseorang tidak mampu  menahan keinginan untuk menggunakan internet. Hal ini berpotensi untuk memberi dampak yang negatif terhadap kondisi psikologis, relasi sosial, prestasi akademik, dan karir di masa depan.
Ragam Persoalan Orang Muda
Fenomena di atas merupakan beberapa dari banyak persoalan yang terjadi pada orang muda. Masa-masa orang muda sejak remaja dimaknai sebagai suatu masa dimana seseorang sedang berusaha mencari jati dirinya, memiliki rasa ingin tahu yang besar dan berusaha untuk mencoba hal-hal baru. Persoalan lain yang dihadapi orang muda saat ini, baik fisik maupun mental, antara lain:
1. Gangguan Kesehatan Mental
Menurut Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Selain itu, 1 dari 20 remaja di Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Survey I-NAMHS merupakan satu survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 -- 17 tahun di Indonesia. Menurut I-NAMHS, angka tersebut setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. (Barus, 2022)
2. Gangguan Makan
Para remaja sering salah paham terhadap persoalan gangguan makan. Mereka menganggap hal ini sebagai pilihan gaya hidup. Contoh gangguan makan yang dimaksud adalah mengurangi porsi makanan secara ketat karena takut gemuk (anoreksia nervosa), mengkonsumsi makanan secara berlebihan diikuti rasa bersalah (bulimia nervosa), dan keinginan makan yang tinggi dan tidak terkendali (binge eating disorder).
 3. Wasting (Terlalu Kurus)
Wasting berbeda dengan stunting. Pada wasting, berat badan yang kurang dalam waktu singkat, tetapi tinggi badannya normal. Jika penanganannya cepat, fisik akan normal kembali.
4. Obesitas (Kegemukan)
Kondisi ini terjadi karena penumpukan lemak akibat jumlah kalori yang masuk lebih besar dari jumlah kalori yang dibakar. Selain menyebabkan penyakit seperti diabetes jantung, asma, dan penyakit hati, obesitas bisa menyerang psikologis seperti cemas, depresi, dan kurang percaya diri.
5. Kecanduan Rokok
Para perokok pemula berada pada usia remaja. Biasanya diawali dari keinginan mencoba dan akhirnya menjadi kecanduan. Bahaya kesehatan yang mengancam adalah gangguan paru-paru, kanker, penyakit jantung, dan asma.
6. Diabetes
Gaya hidup remaja yang statis seperti mengonsumsi minuman manis, makanan cepat saji, dan bermain game dalam waktu yang lama memicu munculnya penyakit diabetes.
7. Infeksi Penyakit Seksual
Pergaulan bebas remaja cukup memprihatinkan. Tidak sedikit ditemukan kasus siswa putus sekolah karena pergaulan bebas seperti hamil di luar nikah, narkoba, dll di Cirebon (mediacirebon.id, 2023). BKKBN mencatat sebanyak 60% remaja usia 16-17 tahun, 20% remaja usia 14-15 tahun ada, dan 20% remaja usia 19-20 tahun, melakukan hubungan seksual (Arifati, 2023).
Tantangan Besar Menuju Bonus Demografi
Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan yang sangat besar. Diperkirakan, pada tahun 2030-2040 nanti, terjadi bonus demografi, yaitu masa di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan mencapai jumlah lebih kurang 60% dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini lebih besar dibanding jumlah usia nonproduktif (65 tahun ke atas).
Jika dikelola dengan baik, bonus demografi akan menjadi kesempatan strategis untuk melakukan berbagai percepatan pembangunan dengan dukungan sumber daya manusia yang produktif dan berkualitas. Maka, tantangannya adalah memfasilitasi orang muda untuk mencapai kemampuan yang diharapkan. Hal ini sekaligus akan mengurangi persoalan mereka hadapi.
Jika  bonus demografi gagal dimanfaatkan, maka agenda besar pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) 2030 dengan Visi Indonesia Emas 2045 dapat terhambat ataupun gagal.
Harapan Orang Muda
Harapan utama orang muda yang perlu menjadi perhatian adalah ketersediaan pendidikan berkualitas sebagai kunci untuk meraih keberhasilan. Mereka memerlukan akses untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, mendapatkan keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Selain itu, orang muda menginginkan adanya keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, suatu kesempatan untuk berkembang dan berinovasi. Mereka memiliki pandangan berbeda tentang pekerjaan yang tidak terikat jam kerja dan lokasi yang kaku. Karena itu, diperlukan lapangan pekerjaan yang memberikan akses fleksibilitas waktu dan tempat seperti bekerja dari rumah (remote work).Â
Refleksi
Kaum muda milenial identik dengan kebaruan dan kekinian. Mereka memiliki harapan, tantangan, dan peluang yang besar di masa mendatang. Mereka akan bersaing dengan generasi lain, beradaptasi denganÂ
Terkadang, kaum muda dipandang jauh dari tradisi dan masa lalu. Namun, masih ditemukan kaum muda yang mau memperjuangkan tradisi. Mereka berusaha dengan berbagai cara agar kebiasaan baik dan budaya yang mereka kenal di lingkungan tempat mereka tumbuh dapat terus terpelihara. Mereka perlu didukung agar memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan mengejar impian mereka, serta tumbuh menjadi pribadi unggul.
Ada ungkapan dari Konfusius: "Pelajari masa lalu jika dirimu ingin menentukan masa depan." Pilihan, cinta, dan perjuangan kalangan muda untuk tumbuh menjadi pribadi unggul sesungguhnya merupakan cara yang baik untuk mendalami dan menghidupi hal-hal baik agar mereka tidak kehilangan masa depannya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H