Sebuah media online ibukota meletakkan judul headline berita tentang legalisasi parkir liar. Isu ini cukup menarik perhatian. Dalam beberapa tahun ini, di beberapa lokasi tertentu memiliki tempat parkir liar.
Lokasi-lokasi seperti ini biasanya tidak jauh dari tempat-tempat keramaian atau perkantoran. Sebagian masyarakat menganggap tempat-tempat parkir ini cukup membantu. Alasannya beragam dan merasa diuntungkan seperti: tidak perlu memutar jauh, tarif parkir yang mudah, akses yang dekat, dan lain-lain.
Meskipun tidak di semua tempat, tetapi keberadaan parkir-parkir liar ini umumnya tidak tertata dengan baik. Tidak jarang kendaraan diparkir di trotoar sehingga mengganggu pejalan kaki. Selalin itu lokasi jalur hijau turut berubah fungsi menjadi tempat parkir liar. Bahu jalan dan tepian jalan raya juga menjadi tempat parkir liar.
Lokasi-lokasi tersebut sering membuat situasi lalu lintas menjadi tidak nyaman. Parkir liar kendaraan yang berada di atas trotoar menghambat lalu lintas pejalan kaki. Parkir liar yang menggunakan bahu dan tepian jalan juga membuat lalu lintas menjadi macet.
Terkesan Dilegalkan Sejak Lama
Parkir liar memang cenderung meresahkan. Kendaraan yang diparkir di tepi jalan sering membuat arus lalu lintas menjadi terhambat. Orang-orang tidak peduli pada lingkungan. Uang menjadi alasan utama sehingga mengorbankan kepentingan publik. Angkutan umum parkir sesuka hatihingga ke tengah jalan dalam waktu yang lama.
Masih teringat saat-saat di masa pemerintahan Gubernur Ahok beberapa waktu lalu. Lokasi parkir liar nyaris jarang ditemui. Semua kendaraan yang hendak parkir diarahkan masuk lokasi parkir berbayar yang sudah ditentukan oleh pemerintah daerah. Bahkan, jarang ditemui kendaraan umum yang parkir sembarangan.
 Namun, pasca lengser Ahok, parkir liar semakin menjamur. Hal ini menimbulkan dua kondisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, ternyata menertibkan parkir liar ternyata tidak sulit. Di sisi lain, mengapa saat ini parkir liar terkesan dibiarkan. Wacana legalisasi parkir liar terkesan sekedar menutupi ketidakmampuan pengelolaan parkir di ibukota.
Bukan rahasia lagi, bahwa ada dugaan masyarakat bahwa lokasi parkir liar dikelola oleh sekelompok preman dan menyetorkan sebagian hasilnya kepada oknum pemilik otoritas tertentu.
Parkir liar tentu dimaknai sebagai sistem perparkiran kendaraan yang tidak resmi karena berada pada lokasi yang tidak tepat dan biaya parkir yang dibebankan kepada pengendara tidak masuk ke kas pemerintah.
Pendapat Masyarakat
Wacana legalisasi parkir liar ini perlu dicermati secara serius. Perlu penjelasan yang tepat kepada masyarakat mengenai tata kelola perparkiran yang benar. Jangan sampai masyarakat mengira bahwa parkir liar memang "diamini" oleh pemerintah daerah.
Seandainya wacana ini sungguh terjadi, akan menjadi pertanyaan, apakah para preman akan direkrut sebagai karyawan pemerintah? Apakah sistem pembayaran non tunai akan digunakan untuk mencegah kebocoran pemasukan pendapatan pemerintah?
Banyak hal yang perlu dicermati, seperti: lokasi, tata kelola, aliran uang, efek bagi lingkungan sekitar, keamanan, sumber daya, munculnya pedagang, dan lain-lain. Melihat apa yang sudah pernah dilakukan pemerintah sebelumnya sebagai perbandingan, ada baiknya memang parkir liar dihapuskan, bukan dilegalkan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H