Mohon tunggu...
krismanto atamou
krismanto atamou Mohon Tunggu... Guru - Penulis Amatir

Simple Man

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Negeri Para Cecunguk

15 Agustus 2019   23:47 Diperbarui: 15 Agustus 2019   23:46 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tak takut ditilang polisi lalu lintas sebab mereka sudah bosan menilangku. Jika aku ditilang, aku malas berdebat panjang lebar. Bagiku berdebat dengan anak buah Mayor Agus---kongsiku itu---hanya akan mencari sensasi dan mengejar ke-viral-an di media sosial. Kecuali aku ingin menjadi YouTuber. Kaya dari duit halal namun dengan cara yang haram.

"Apa sih yang haram bugimu, cecunguk?"

Jika sampai aku ditilang polisi---mungkin oleh yang baru bertugas, aku akan dengan santainya melanggeng pergi. Tak sampai sejam, polisi itu pasti akan datang mengantarkan mobil. Sambil tersenyum malu-malu, menunjukkan rasa pakewuh, sambil berkata, "Maaf Pak, saya petugas baru. Saya belum tahu." Dan kemudian dia minta diri. Pergi. Tak akan pernah  berani menilangku lagi.

Jika di negeri kalian pernah mendengar istilah pengakuan dosa para pendosa, tidak demikian di negeriku. Di negeriku, justru para kudus yang harus mengaku dosa. Ya, karena mereka telah menghambat pergerakan para pendosa. Apalagi jika para kudus itu sampai berkumpul, berserikat, dan melakukan gerakan perlawanan. Itu dilarang keras! Jika para kudus melawan, akan ada cecunguk yang disuruh memberangus dan membungkam mereka.

"Kami hanya menjalankan perintah! Silakan kalian membubarkan diri. Jangan anarkis---kecuali kami. Yang kami lakukan adalah untuk kepentingan umum. Jangan melawan petugas!" Kata cecunguk itu sembari meneror. Kalimat yang diucapkannya seakan menjadi pemantik semangat anak buahnya untuk beringas membubarkan massa para kudus.

Di negeriku, pendosa nilanya sangat-sangat berharga dibanding para kudus. Pendosa harus dibela, bukan saja karena mereka kaya raya, tetapi juga keberadaan merekalah yang menggerakkan perekonomian negara. Katanya. Mereka masuk kategori VVIP. Orang yang sangat-sangat penting, atau orang yang sangat-sangat berkepentingan, aku tak tahu membedakannya. Sama saja.

Nah, kali ini yang akan kutemui adalah Pak Tegar, cecunguk VVIP juga, sama seperti diriku. Yang membedakan hanyalah posisi dan legalitas kantor. Posisinya ialah kepala kejaksaan yang ia peroleh karena berpendidikan tinggi---tak mungkin diperoleh oleh orang malas berpikir seperti diriku. Mungkin, jabatannya itu juga cuma titipan dari sang penitip. Gajinya yang tak resmi di tempat resmi itu tentu lebih besar. Kerjanya yang tak resmi di tempat resmi itu tentu lebih menjadi prioritas utama---jika tak ingin dipecat dan dicap pengkhianat, dibungkam, dan dibunuh.

Dibanding dirinya, aku juga kepala. Ya, kepala yayasan. Juga jabatan titipan sang penitip. Mungkin penitipnya adalah orang yang sama. Aku tak tahu. Sang penitip selalu menitip segala sesuatu melalui penitip yang lain.

Secara ilmu manajemen hierarki, penitip 1 punya penitip 2, penitip 2 punya penitip 3, dan seterusnya agar menghilangkan jejak penitip semula. Ya, mirip kurir narkoba, atau yang lebih canggih, mentereng, dan berkelas ialah perusahaan A memiliki anak perusahaan B, anak perusahaan B memiliki anak perusahaan C, dan seterusnya.

Jika anak perusahaan C melakukan usaha secara ilegal atau setengah ilegal, maka anak perusahaan C yang akan menangung segala konsekuensi hukum---yang mungkin bisa dibeli atau ditawar proses atau putusan hukumnya. Sementara itu, perusahaan A dan pemilik aslinya---yang kadang identitasnya disamarkan---sebagai penerima manfaat berpangku tangan sambil menertawakan drama di media dan persidangan. Para cecunguk sedang memainkan perannya. "Ha ha ha ...." Mereka tertawa sambil mengisap ganja yang diselundupkan menggunakan mobil petinggi aparat keamanan. "Agar bebas dari pemeriksaan," katanya.

Desas-desus tentang pola kerja para cecunguk sudah menjadi rahasia umum di antara para cecunguk. Termasuk diriku yang menjadi ketua yayasan secara ajaib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun