Penguatan sistem kesehatan tidak akan berhasil tanpa adanya strategi pemantauan yang memungkinkan para pengambil keputusan dapat menilai kemajuan, kinerja, dampak dan akuntabilitas secara akurat. Tetapi dalam kenyataannya sering terdapat kesenjangan ketersediaan dan kualitas data[4]. http://goo.gl/NYqvT6 Bagaimana hasil evaluasi pelaksanaan program JKN, sebagai sistem baru diyakini memiliki kekurangan, kelemahan, dan hal-hal yang harus disempurnakan (Setkab, 2014).
Cakupan universal membawa harapan kesehatan yang lebih baik dan memberi perlindungan dari kemiskinan bagi ratusan juta penduduk, terutama bagi penduduk paling rentan. Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Kesehatan dan Agenda Pembangunan Setelah 2015 sebagian besar tergantung bagaimana semua negara berhasil dalam menuju cakupan universal (WHO). Tingkat kesehatan yang lebih baik merupakan komponen penting pembangunan berkelanjutan dan kemajuan negara dalam pengentasan kemiskinan, pertumbuhan dan menjadi elemen kunci dari setiap upaya mengurangi ketidak-adilan sosial (WHO, 2014).
Program JKN menjadi sangat penting dan bernilai strategis, maka harus didukung oleh semua komponen bangsa dan perlu dikawal bersama agar jangan sampai ada kendala dan hambatan tidak tertanggulangi karena terabaikan. Penguatan pelayanan primer belum tentu terabaikan tetapi belum mampu disentuh secara masif, karena memang sulit dan kompleks. Hanya melalui reformasi baru boleh berharp. Reformasi pelayanan kesehatan primer, seperti telah ditegaskan dalam Laporan WHO 2008.
Deklarasi Alma-Ata, 12 September 1978 menyatakan pelayanan kesehatan primer penting untuk mencapai kesehatan bagi semua. Tiga puluh tahun kemudian WHO diselenggarakan Konferensi Regional WHO di Jakarta, 6-8 Agustus 2008, berjudul Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Primer. Dinyatakan revitalisasi pelayanan kesehatan primer adalah jalan menuju kedepan maka perlu ada ketegasan komitmen politik yang tinggi pada pelayanan kesehatan primer.
Selanjutnya pada 15-16 Oktober 2008, WHO menyelenggarakan Konferensi di Almaty, Kazakhstan (dahulu Alma Ata, USSR), untuk memperingati ulang tahun ke-30 Deklarasi Alma-Ata, dengan tema “Primary Health Care: Now More Than Ever”.
Perlu dicatat pada 3-13 Agustus 1937 di Bandoeng, diselenggarakan Intergovernmental Conference of Far-Eastern Countries on Rural Hygiene atau dikenal sebagai Bandoeng Conference oleh League of Nations Health Organization (LNHO, organisasi sebelum WHO). Persitiwa ini dipandang sebagai bayang-bayang didepan dari Deklarasi Alma-Ata. Membanggakan, ternyata inspirasi untuk memajukan pelayanan kesehatan primer dunia diawali di Indonesia.
Peran dan fungsi pelayanan kesehatan primer memang masih menjadi permasalahan serius, bahkan di tingkat global. Membangun dan memperbaiki pelayanan primer di Indonesia bukan tantangan sederhana, demikian perjalanan membangun pendidikan kedokteran keluarga di Indonesia yang tak kunjung berhasil, walau telah diinisiasi sejak tahun 1980-an.
Gerakan transformasi dokter keluarga di Amerika Serikat diawali dari frustrasi para dokter keluarga, dalam rapat kerja pada bulan Januari 2000. Pada 4-8 Oktober 2000 diselenggarakan konferensi Keystone III dan dibentuk the Future of Family Medicine (FFM) Project, oleh 7 organisasi terkait dokter keluarga. Dibentuk gugus tugas untuk menyiapkan data dan informasi guna menyusun strategi transformasi dan pembaharuan praktek dokter keluarga untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan masyarakat dalam dinamika perubahan lingkungan. [6]
Kerangka kerja direalisasi dalam proyek silih berganti, dengan dukungan berbagai organisasi serta perusahaan. Salah satu proyek di periode terakhir adalah Safety Net Medical Home Initiative, proyek 5 tahun (2008-2013) yang dirancang bagi 65 klinik di 5 negara bagian, berupa program transformasi menuju patient-centered medical home (PCMH). Penyandang dana utama adalah the Commonwealth Fund, [7] yang didirikan 1918 oleh Anna M. Harkness, istri Stephen V. Harkness, investor utama Standard Oil.
Yang perlu dipetik dari kisah perjuangan transformasi pelayanan primer menjadi lebih baik ternyata perlu kerjasama dari banyak pihak, diawali dari semangat dan kekuatan sebuah inisiatif. Bukan menunggu semua terselesaikan dengan sendirinya.
Advokasi pelayanan primer menghadapi tantangan yang tidak mudah dan sederhana. Penguatanan pelayanan primer yang berfokus pada mengutamakan pasien (patient-centered) merupakan perubahan fundamental pada model pelayanan primer. Bukan sekedar basa basi, atau seperti maraknya manage care yang cenderung semu, “quasi”.