Mohon tunggu...
Eko Kristie
Eko Kristie Mohon Tunggu... Guru - Payung itu melindungi diri. Payung itu norma, tradisi, agama, dan segala sesuatu yang menjadikan hidup semakin nyaman.

Pada mulanya adalah kata-kata. Itulah awal Tuhan Allah mengenalkan dunia. Ayo, saling mengenal untuk memuliakan karya agung-Nya!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perbedaan Itu ...

19 Oktober 2018   09:16 Diperbarui: 19 Oktober 2018   15:14 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Nyaman.

Apabila saling menghormati keyakinan dan agama.

Masjid atau Gereja

Klentheng atau Vihara

Kuil atau Pagoda

Gunung atau Altar

Hanya sarana belaka.

Di sana yang terpokok:

Hati yang diunjukkan kepada-Nya.

Indah.

Tatkala orang beramai-ramai mengumpulkan sembako untuk sesama.

Yang tertimpa bencana atau kenaasan.

Tidak peduli siapa mereka.

Tak pandang bulu siapa yang celaka.

Sumbangkan apa yang ada,

entah punya harta atau tenaga,

Sejuk.

Kita ini beragam suku bangsa,

ada di bumi yang sama -- Indonesia.

Ada Batak, Dayak, Jawa, China, India, Asmat, Melayu, Sunda ...

Siapa pun kita, pasti merindukan sesuatu hal yang sama

: bersahabat dan bersaudara.

Untuk memuliakan hidup yang dianugerahkan-Nya.

Sukacita.

Atas keberhasilan siapa pun,

dalam menyumbang prestasi,

demi kemajuan hidup manusia.

Kalau kita iri, kita perlu bertanya pada diri,

Normalkah cara hidup kita?

Semangat.

Saat melihat orang lain berprestasi.

Tidak merintangi, apalagi mencundangi.

Menjadi kesempatan untuk mawas diri.

Damai.

Setiap orang mengulurkan salam.

Setiap hati membuka diri.

Tidak peduli siapa yang dihadapi.

Tidak pandang bulu,

dia kaya atau miskin.

Manis.

Manakala kita mau berbagi.

Buat siapa saja,

terutama yang amat memerlukannya.

Tidak cuma berupa materi,

Juga keramahan yang murni.

Apalagi kita tidak mungkin hidup sendiri.

Sorak.

Kepada siapa pun yang pantas disanjung.

Dengan luapan applaus hati siapa saja menjadi semarak.

Wajah siapa pun akan bertambah semanak,

Menerima reaksi yang sigrak.

Bijak.

Barangkali masih ada,

Bahkan banyak lagi bahwa "berbeda" itu memang bercahaya,

Seperti rumus Albert Einstein E = MC2.

Tentu, dengan syarat-syarat yang memuat suatu hikmah tertentu.

Namun, muara untuk menyelami perbedaan adalah bijak.

Upapan yang bijak

Ekspresi yang bijak

Salam yang bijak

Tanggapan yang bijak

Ajakan yang bijak

Pernyataan yang bijak

Kelakar yang bijak

Nyanyian yang bijak

Seruan yang bijak

Tepukan yang bijak

Sentuhan yang bijak

(mungkin) siulan yang bijak

(mungkin) umpatan yang bijak

(mungkin) gertakan yang bijak

(mungkin) godaan yang bijak

Rasa bijak harus ada dalam perbedaan

karena cukup dengan rasa bijak,

suatu perbedaan akan dipandang

tanpa menimbulkan sengketa.

Mau?

Solo, Desember 2008

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun