*By: Os Hayon (Siswa Seminari Hokeng, Flores).
2000
Tak ada lagi ibu, tinggal aroma tubuhnya membentuk kenangan. Tak ada lagi hangat di bawah ketiaknya tempat pertama ia berdecak kagum akan mimpi sedangkan waktu itu aku masih berusaha belajar berdiri. Tak adalagi rumah hanya tinggal asap membumbung alang-alang. Hangat yang nyala pada dinding-dinding bambu manjadikan semuanya abu. Tubuh ibu terbujur kaku. Gosong. Hanya sedih dan tangis dari jauh saat aku berhasil berada di puncak gunung dengan si kecil yang masih menunggangi pundakku.
Sudah sejauh perjalanan kami. Namun suara raung teriakan masa masih sempat meledak dan memadati ruang pendengaranku.
"mampus kamu wanita sialan!"umpat seseorang disusuli nyaring kelewang.
"dasar wanita jahat. Dasar menaka"
"ibu tidak semestinya merahasikan sesuatu dariku " sungguh kali ini aku mencoba mambatin sejenak.
"jika kehilangnannya adalah salah satu rindu yang akan tumbuh namun sakit, izinkanlah aku mencoba merasakannya Tuhan !"
Pagi belum terlampau dewasa biar kujamah namanya dengan tangis, duka dari luka. Aku tahu belum tentu hari ini berbeda dengan hari esok, hari kematian. Tetapi sejujurnya aku mewakili harapan layu yang menunggangi pundakku. Memastikan betapa cepat semuanya akan senantiasa menjadi serupa doa sebagai ketenangan.
1995
I