Hal ini sangat mendesak kaum muda saat ini. Mengapa? Karena kebudayaan dan adat istiadat tetap harus dilestarikan secara turun temurun. Kaum muda harus sadar bahwa hidupnya merupakan sebuah siklus keberakakaran dengan orang lain. aneka ritus (mitos) harus tetap dipertahankan karena menjamin keseimbangan manusia dalam melewati tingkat kehidupan yang lama kepada yang baru. Â Inilah kekhasan yang kita miliki.Â
Selain itu, kaum muda dituntut untuk 'bertobat' dan menyesali perilaku kehidupannya. Artinya, mesti ada kesadaran akan nilai kebuadayaan yang tinggi. Dalam cerita "Fatu Atonis" kita temukan bahwa Nene Lana menipu kedua petani miskin, Neno dan Fai, yang sedang mencari kambing raja yang hilang yang akhirnya menyebabkan Neno dan Fai mati lemas dalam gua batu.Â
Kaum muda hendaknya 'bertobat' dari kesalahan cara hidupnya yang sering menutupi kemunafikannya dengan memakai jubah kedaerahan padahal ia tidak tahu lagi bahasa daerah, misalnya. Kaum muda harus terus melestarikan keberagaman budayanya dan bahkan menjadi promotor untuk mempromosikan kebudayaannya di tengah arus keras globalisasi.
Akhirnya, salah satu imperatif kategoris untuk kaum muda adalah menjaga dan melestarikan adat istiadat dan kebudayaannya agar tidak luntur bahkan hilang ditelan badai globalisasi.
Penutup
Setiap daerah di NTT memiliki kekhasannya masing-masing. Salah satu kekhasan setiap daerah ialah kebudayaan. Hal ini beralasan, NTT adalah daerah yang multikulturalis. Tak dapat disangkal bahwa justru kekhasannya itu menjadikan NTT sebagai daerah yang masih berpegang teguh pada kebudayaannya. Meski demikian, NTT tidak bisa dianggap sebagai daerah yang kurang modern. Justru kemodernan terbentuk dari kebudayaan asli yang ditanamkan oleh setiap masyarakatnya. Singkatnya, kemodernan (globalisasi) tidak an sich(berasal dari dirinya sendiri), melainkan berakar dalam kebudayaan tradisonal.
Salah satu kebudayaan yang terdapat di berbagai daerah NTT adalah ceritera rakyat. Penulis telah menguraikan salah satu ceritera rakyat dari Kabupaten TTS yakni "Fatu Atonis" (Batu Manusia) yang tentunya mengandung makna dan nilai bagi kaum muda sebagai promotor kebudayaan. Kaum muda merupakan sekelompok orang yang sangat diharapkan saat ini ketika dunia diliputi arus globalisasi.
Hendaklah pula nilai-nilai dari setiap adat kebudayaan seperti ceritera rakyat harus terus dilestarikan agar budaya kita tidak tergerus oleh arus zaman modern. Atau seperti penegasan presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, saat pidato kenegaraan terakhir di depan rakyat dari halaman Istana Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1966: "Jas Merah (jangan sekali-kali melupakan sejarah--never leave your own history)."
Semoga lewat tulisan sederhana ini, kaum muda kita bisa tetap melestarikan kebudayaan seraya tidak menutup mata dengan globalisasi yang terus berkembang. Singkatnya, kaum muda kita tidak menjadi seperti "kacang lupa kulit". Ayo kaum muda, kita bisa.*** Â
REFERENSI:
BukuÂ