Mohon tunggu...
Kris Ibu
Kris Ibu Mohon Tunggu... Penulis - Sementara bergulat

Mulailah dengan kata. Sebab, pada mulanya adalah kata.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cerita "Fatu Atonis" dan Relevansinya bagi Kaum Muda Saat Ini

19 Februari 2018   10:14 Diperbarui: 19 Februari 2018   10:23 1586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah bermusyawarah sebentar, akhirnya diputuskan bahwa tangan Neno dan Fai dipotong sebagai barang bukti. Kemudian dengan upacara adat tangan ke dua anak itu dikuburkan di samping gua batu itu. Kubur itu berbentuk bulat dan bekas-bekasnya masih dilihat sampai saat ini. Mulai saat itu, orang Dawan menyebut gua itu "fatu ol mansian" artinya batu penelan manusia. Lama kelamaan nama batu itu disingkat menjadi "Fatu Atonis" artinya Batu Manusia.

Makna Cerita "Fatu Atonis"

Kabupaten TTS memiliki ceritera rakyat seperti nai mnasi moa hitu, Uis Neno dan Uis Fah, Fatu Atonis dan masih banyak lagi yang biasanya diceriterakan secara turun-temurun dan tentunya mengandung nilai, makna dan tujuan tersendiri. Hal ini beralasan, cerita rakyat yang dipandang sebagai mitos dan mengandung kebenaran mitologi sering dijadikan pegangan dalam hidup masyarakatnya. Salah satunya adalah ceritera rakyat Fatu Atonis (Batu Manusia).

Ada dua makna atau nilai yang dapat kita petik dari cerita Fatu Atonis yakni tanggung jawab (kerja keras) dan pertobatan. Pertama, tanggung jawab (kerja keras). Kedua pemuda miskin, Neno dan Fai, bekerja keras mencari kambing raja yang hilang. Mereka mencari dengan susah payah dan tanpa kenal lelah tetapi penuh dengan keikhlasan. Ini adalah bentuk tanggung jawab dari kedua pekerja yang tidak mau melalaikan tugas mereka sebagai pengembala binatang.

Kedua, pertobatan. Nenek Lana yang menyamar menjadi orang baik melalaikan tugas sosialnya yakni tidak membantu sesama yang berkesusahan. Orang yang membutuhkan pertolongannya, tidak diindahkan. Nenek Lana tidak berpihak pada korban. Ia merupakan gambaran dari orang--orang yang sering menipu orang lain demi memperoleh keuntungan pribadi dan mengutamkan keegoisannya. Dari nenek Lana, kita belajar untuk tidak boleh menipu dan 'memakai topeng' kemunafikan di hadapan orang lain. dengan demikian, tuntutannya ialah pertobatan.

"Fatu Atonis" dan Relevansinya bagi Kehidupan Kaum Muda Timor Saat Ini

Dunia saat ini sedang berada dalam era globalisasi. Hal ini ditandai oleh berkembang-pesatnya teknologi dan informasi. Pada zaman dulu duina dianggap luas dan sulit terjangkau, kini dunia bagaikan batu kecil yang mudah digenggam. Mengapa? Masyarakat pedalaman di Timor bisa berkomunikasi dengan masyarakat di Eropa dalam hitungan detik. Ini baru satu contoh. Singkatnya, di era globalisasi ini, setiap orang bisa saling menjumpai meski itu hanya dalam taraaf dunia virtual.

Era globalisasi yang membawa dampak positif bagi manusia seperti yang dipaparkan di atas tentunya berwajah ganda juga. Ada hal negatif yang diperoleh. Salah satu contohnya adalah tergerusnya adat istiadat dan budaya lokal setempat. Budaya-budaya lokal dianggap tidak kontekstual lagi berhadapan dengan dunia globalisasi. Orang dicap kolot dan konservatif ketika menggunakan atribut kedaerahan seperti pakaian adat, bahasa daerah, dan masih banyak lagi.

Hal ini tentunya pernah ditegaskan oleh Samuel Huntington, ilmuwan politik Amerika Serikat, dengan salah satu teorinya "Clash of Civilization", Benturan Antarperadaban. Hungtinton menegaskan bahwa akan ada semacam perbenturan antarperadaban antara peradaban yang merupakan sebuah entitas kultural dengan entitas negara yang konvensional. Masing-masing peradaban mempertahankan argumennya dan mulai secara perlahan tapi pasti bergesekan dengan entitas yang lainnya.

Perbenturan peradaban ini membuat banyak orang termasuk kaum muda berada dalam situasi dilema, antara globalisasi dan kebudayaan tradisional. Untuk mengatasi masalah ini, penulis mengedepankan cerita rakyat "Fatu Atonis" yang bisa menginspirasi kaum muda untuk keluar dari 'dilema paradigmatis' yang mungkin sudah akut.

Seperti yang telah dibahas di atas, cerita "Fatu Atonis" memiliki dua makna atau nilai yang khas: tanggung jawab dan pertobatan. Apa tuntutannya bagi kaum muda? Berhadapan dengan era globalisasi, kaum muda hendaknya meniru teladan dua petani miskin, Neno dan Fai yang bersusah payah mencari kambing raja yang hilang. Kaum muda mesti keluar dari keegoisan dirinya dan mencari akar kebudayaan, adat istiadat yang mulai luntur dan hilang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun