"Anda akan kesepian jika membangun tembok, bukan jembatan."
Apa yang kelihatan di bumi ini cepat atau lambat akan berakhir. Harta yang dikumpulkan bertahun-tahun dan mungkin dapat diwariskan ke anak dan cucu akan berakhir ketika bumi ini yaumul kiamah atau lenyap.
Demikian pula gelar yang disematkan pada awal atau akhir nama, jabatan yang disandang, kedudukan, dan pangkat akan ditinggalkan. Kesenangan menikmati indahnya negara-negara maju, keindahan alam dan kebahagiaan berkumpul bersama keluarga akan berujung.
Ada saatnya kita berbaring seorang diri dan tidak seorang pun yang dapat menolong. Sementara kita mesti rela menanggalkan segala atribut duniawi yang melekat dan kita harus berhadapan dengan Sang Pencipta.
Pada saat itu kita akan mengalami kegentaran, bila persediaan yang kita bawa belum cukup untuk melayakkan kita kepada Sang Pencipta. Dia tidak memerlukan seberapa harta yang kita miliki, seberapa tinggi jabatan atau seberapa banyak gelar yang diperoleh.
Namun, Dia akan mempersoalkan kebaikan, perilaku, kesetiaan, amal-ibadah, kepercayaan, kepedulian, kasih, tutur kata, sikap, karakter dan sebagainya yang menyangkut perkara-perkara yang tidak kelihatan, yang selama ini justru luput dari perhatian.
Realitas Kehidupan
Masalahnya bahwa realitas kehidupan itu belum disadari oleh sebagian orang atau mungkin banyak orang. Mereka hanya mengejar perkara-perkara yang kelihatan dan mengabaikan perkara-perkara yang tidak kelihatan.
Jika sudah menyangkut perut mereka memperjuangkan mati-matian terkadang tanpa menjunjung etika dan moral yang semestinya dijunjung tinggi. Mengumpulkan harta menjadi agenda utama dan keimanan menjadi sesuatu yang tidak penting.
Dan bilamana sudah memiliki banyak harta dan memiliki kedudukan mereka menjadi angkuh dan melupakan Sang Pencipta. Mereka dapat mengatur segala sesuatu dengan uang dan ukuran hidupnya adalah uang.
Uang Mengatur Kehidupan
Mereka menganggap uang adalah segala-galanya dan dengan uang dapat membeli apa saja yang diinginkan. Bersenang-senang, pesta pora, dan menghambur-hamburkan uang menjadi gaya hidupnya.
Mereka tidak menyadari bahwa semuanya akan berakhir ketika menutup mata. Bisa jadi sebelum menutup mata mereka sadar bahwa hidup itu singkat dan harus menghadapi pengadilan Sang Pencipta, namun semuanya sudah terlambat. Berapapun harta yang dimiliki tidak akan mampu memperpanjang umur.
Jadi ketika masih ada yang mengingatkan akan perjalanan hidup yang benar, kita patut bersyukur dan merupakan kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri. Membuang segala kesalahan dan mengenakan kebenaran dari Sang Pencipta apapun keyakinan kita.
Dianggap Ketinggalan
Kita jangan sampai menjadi orang yang dianggap ketinggalan, masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, namun hidupnya tidak dapat diubahkan karena kekerasan hati, bebal, dan menolak dikoreksi.
Sebenarnya Sang Pencipta tidak menginginkan satu orang pun di muka bumi ini yang mengalami kehinaan kekal, tetapi bukan berarti Dia memberikan target yang rendah dan dapat melakukan kompromi.
Tayangan-tayangan di media elektronik yang memamerkan kekayaan, kemewahan hidup, dan kemudahan untuk mencari uang ikut berperan dalam mengubah cara pandang manusia untuk berperilaku duniawi.
Manusia hanya di parkir pada kehidupan fana dan tidak mempersoalkan kehidupan setelah kematian. Mereka menggunakan filosofi binatang yang tidak menghadapi pertanggunganjawab, ketika mati maka semua akan berakhir.
Lalu langkah apa saja yang perlu dilakukan orang-orang yang menaruh kepercayaanya pada Sang Pencipta?
Pertama, Memaksimalkan potensi
Sang Pencipta telah memberikan banyak talenta kepada setiap orang, kiranya kita dapat memaksimalkan talenta yang ada. Bila talenta itu dapat dikembangkan maka kita akan menjadi pribadi yang mandiri.
Sang Pencipta tidak ingin manusia lamban dan tidak melakukan apa-apa. Kontra produktif dan tidak memiliki tanggung jawab, yang ada hanya menjadi beban bagi orang lain dan tidak dapat menghidupi dirinya sendiri.
Kedua, Mengumpulkan perkara rohani
Sudah waktunya kita mengumpulkan perkara-perkara rohani yang tidak kelihatan, karena itu yang akan dapat membawa kita masuk dalam kemuliaan abadi. Bukan berarti kita melepaskan tanggung jawab selama kita hidup.
Namun, kita tetap bekerja dan berkarya dengan menjaga kesucian hati dan perilaku. Mengarahkan kehidupan kekal dan tetap melakukan aktivitas yang efektif untuk mendukung sasaran keabadian.
Ketiga, Berbalik dan bertobat
Jika kita memahami akan realitas kehidupan maka seluruh waktu, tenaga, dan pikiran akan diarahkan pada perkara yang abadi. Sementara apa yang kelihatan yang tadinya nyata menjadi tidak nyata lagi.
Sadar, berbalik, dan bertobat menjadi tiga kata penting untuk menanggalkan perilaku lama yang keliru dan berjuang untuk sesuatu yang baru. Mungkin kita akan menjadi orang aneh dan berbeda dengan orang pada umumnya, namun itulah kebenaran yang mesti diikuti.
***
Semakin usia bertambah bisa saja kondisi fisik kita melemah, namun kehidupan rohani kiranya semakin menguat. Keimanan, kasih, dan pengharapan pada Sang Pencipta semakin bertambah, semakin kuat hingga menjadi manusia yang luhur.
Kita mau membuka hati menerima ajaran-ajaran dari Sang Pencipta dan membuang ajaran-ajaran dunia yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran dari atas. Ajaran kebenaran akan mampu mengubah cara pandang yang berakhir pada perubahan karakter. (KB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H