Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kepekaan Menurun? Berikut 4 Solusi Praktis

20 Mei 2022   19:49 Diperbarui: 20 Mei 2022   19:52 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Manusia mencengkeram harta kekayaan yang membekukan bagai salju, namun obor cinta kasih senantiasa kucari, agar nyala apinya menyucikan hatiku dan menghanguskan benih penyakit kedurhakaan. Karena himpitan kebendaan membunuh manusia, pelan tanpa derita, cinta kasih membuatnya terjaga, dan perih menghidupkan kepekaan jiwa." - Kalil Gibran, penulis dari Libanon-Amerika 1883-1931.

Setiap orang memiliki kepekaan berbeda-beda. Kepekaan diperoleh dari nilai-nilai yang diyakini dan merupakan akumulasi proses kehidupan. Jika kita dekat dengan Sang Pencipta apa pun keyakinan kita akan memiliki kepekaan yang tinggi.

Kepekaan yang dimiliki saat ini merupakan hasil pengalaman hidup dan hasil dari belajar pada universitas kehidupan. Mungkin kita pernah mengabaikan kepekaan yang ternyata berdampak tidak baik.

Sementara kita mengambil keputusan dari hasil proses kepekaan dan merasakan manfaat atas keputusan itu. Itulah kepekaan yang dapat dilatih dan dipersoalkan dalam menjalani kehidupan.

Pernah suatu ketika saya mengantre untuk membayar tol, kebetulan kendaraan didepan saya kesulitan untuk melakukan transaksi, mungkin saldo tidak mencukupi atau ada kendala dengan kartu/mesin tol.

Hati kecil saya berbicara "kamu turun dan pinjaman kartu tol ke pengemudi itu" Namun saya tidak peka suara hati dan hanya membuka kaca dan menawarkan untuk memakai kartu saya. Pengemudi di depan memberikan isyarat menolak tawaran saya dan memerintahkan saya untuk memundurkan mobil.

Akhirnya saya mundur dan dia pun ikut mundur. Kembali hati kecil saya perintahkan untuk membunyikan klakson karena dia meluncur agak cepat, namun kembali saya tidak peka karena saya memang tidak begitu suka untuk membunyikan klakson.

Dan benar hanya hitungan sekian detik ketika saya mengambil posisi untuk berpindah ke jalur sebelar kiri, "duk" mobil dia menabrak bagian belakang kanan mobil saya. Waktu itu sedang turun hujan, jadi mungkin si pengemudi kurang jelas penglihatannya.

Saya turun dan meminta dia bertanggung jawab dan saya minta uang untuk perbaikan, namun karena dia tidak membawa cukup uang maka hanya diganti sepertiga dari nilai yang saya minta.

Kemudian saya meneruskan perjalanan dengan kekesalan mengapa tidak peka akan suara hati kecil. Jika saya turun dari kendaraan dan memberikan kartu tol, peristiwa tabrakan tidak akan terjadi. Atau jika saya mengklakson pada waktu mobil dia mundur, peristiwa tabrakan juga akan terhindarkan.

Itulah pentingnya kepekaan yang dapat membawa kita luput dari peristiwa buruk. Diantara kita sebenarnya sudah dilengkapi dengan kepekaan hati, namun terkadang kita abai dan lebih mementingkan logika dan membangun kebenaran pribadi.

Pengertian Kepekaan

Kepekaan atau sensitifity diterjemahkan sebagai kesanggupan bereaksi terhadap suatu keadaan. Kesanggupan bereaksi berarti membutuhkan waktu yang tidak lama untuk memutuskan sesuatu atas peristiwa yang bersifat darurat.

Namun untuk hal-hal yang tidak bersifat darurat maka pengambilan keputusan dapat dipelajari, dipertimbangkan, dan dianalisis dengan mempertimbangkan kepekaan agar keputusan yang kita ambil tidak keliru.

Kepekaan Sosial

Sebagai makhluk sosial dan hidup bermasyarakat acapkali kita dihadapkan pada peristiwa sosial yang membutuhkan kepekaan. Simpati menjadi penting untuk berempati kepada oarang-orang disekitar yang sedang mengalami masalah atau berduka.

Terkadang kita terlalu cuek dan hanya mementingkan diri kita pribadi, alih-alih memberikan perhatian kepada orang lain, yang ada kita ingin orang lain memberikan perhatian kepada kita.

Photo by Pixabay: www.pexels.com
Photo by Pixabay: www.pexels.com

Kepekaan Rohani

Kepekaan rohani dapat diperoleh melalui nutrisi rohani yang masuk dalam pikiran dan tersimpan di dalam hati. Semakin banyak kita mendengar, melihat, dan membaca suatu kebenaran maka semakin memperkaya hati dengan kebenaran.

Dari hati ini akan memancarkan kebaikan melalui pikiran dan tindakan yang dilakukan. Tindakan merupakan buah yang dihasilkan oleh hati yang baik.

Bagaimana Membangun Kepekaan?

Manusia sering terjebak oleh kemapanan hidup, mereka seolah-olah baik-baik saja dan tidak ada masalah. Jika pun menghadapi masalah rohani dapat ditutupi oleh perkara-perkara jasmani.

Memang mereka ini tidak ada kekurangan dalam perkara jasmani, namun untuk perkara rohani mereka ini tidak memiliki kepekaan rohani, bahkan mereka dapat memungkiri keberadaan Sang Pencipta.

Lantas apa saja yang perlu dilakukan agar kita dapat memiliki kepekaan rohani? Berikut saya bagikan paling tidak ada 4 langkah untuk membangun kepekaan.

Satu, Melembutkan hati

Hati yang lembut ibarat tanah yang baik yang siap ditaburi benih, ia akan bertumbuh dan berbuah lebat. Hati yang lembut siap menerima ajaran-ajaran yang benar dan menolak ajaran-ajaran yang menyesatkan.

Era media sosial banyak sekali menawarkan ajaran-ajaran, kita harus pintar memilah dan memilih ajaran-ajaran yang sehat yang bermanfaat untuk pertumbuhan rohani. Memiliki sifat kepekaan, empati, tolong-menolong, dan cinta kasih pada sesama.

Dua, Bersedia berlatih

Hati yang telah diubahkan akan memiliki ketajaman ketika telah dibuktikan melalui proses belajar dan berlatih yang tidak berhenti. Bertindak hati-hati, tidak sembrono, dan memiliki kerendahan hati akan mempercepat mewujudkan kepekaan.

Belajar tidak hanya melalui bacaan, namun belajar dari setiap peristiwa kehidupan yang banyak menawarkan pilihan-pilihan. Di sini kepekaan akan dilatih secara terus menerus.

Tiga, Membangun kedekatan

Membangun kedekatan dengan Sang Khalik sesuai dengan keyakinannya akan memperoleh kepuasan hidup. Sedangkan jika kita membangun kedekatan melalui hawa nafsu dunia akan mengalami ketidakpuasan.

Kepuasan ini menjadi penting agar kita tidak ngoyo mengejar perkara fana dan hanya mencari kepuasan dan kebanggaan pribadi tanpa berjuang untuk menyenangkan Sang khalik.

Empat, Berserah

Tindakan berserah bukan suatu bentuk putus asa, namun berserah merupakan kepercayaan sepenuhnya kepada Sang Khalik, artinya menpercayakan seluruh hidup kepada-Nya.

Jika demikian mereka meyakini bahwa apa yang terjadi dalam hidupnya merupakan bagian yang harus diperjuangkan dan bentuk ketidak ketidakmampuan dalam mengerjakan kebaikan tanpa adanya campur tangan Sang Khalik.

***

Untuk mencapai kepekaan rohani tidak mudah mungkin harus jatuh bangun, bahkan dapat mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan. Namun, dapat dijadikan pelajaran untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.

Aktivitas rohani juga dapat digunakan sebagai alarm tingkat kerohanian kita. Jika kita mulai enggan untuk menjalankan ibadah atau berdoa, bisa jadi kehidupan rohani kita sedang menurun yang akan menggerus tingkat kepekaan kita. (KB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun