Tidak itu saja, survei juga menanyakan kepercayaan akan adanya surga dan neraka.
Sedangkan temuan lainnya adalah orang yang rajin beribadah percaya adanya surga (83%) dan percaya adanya neraka (77%), mereka yang kadang-kadang beribadah mengaku adanya surga (70%) dan neraka itu ada (59%) dan yang tidak pernah beribadah yakin adanya surga (43%) dan adanya neraka (35%).
Dari survei tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin umat taat menjalankan agama maka semakin mempercayai adanya surga dan neraka. Berarti tidak sia-sia mereka menjalankan ibadah, mungkin mereka mengenal kebenaran dari pembicara selama menjalankan beribadah.
Survei yang dilakukan di Amerika Serikat itu tidak dapat mewakili seluruh populasi yang ada di dunia, namun minimal menjadi pengetahuan bagi kita bahwa secara keseluruhan ada 72 persen yang mempercayai adanya kehidupan setelah kematian.
Berarti ada 28 persen yang tidak mempercayai adanya kehidupan setelah kematian. Pertanyaan jadi muncul apakah sebesar 72 persen yang mempercayai adanya kehidupan setelah kematian pasti masuk kehidupan kekal?
Tentunya tidak karena ada kriteria-kriteria dari Sang Pencipta yang perlu dipenuhi. Sebagai umat kita hanya berusaha untuk melakukan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Kembali pada temuan survei mengenai korelasi antara aktif beragama dengan keyakinan adanya surga dan neraka, bahwa sebagai umat sudah sewajarnya kita menjalankan kegiatan-kegiatan keagamaan karena akan menambah pengetahuan mengenai kebenaran.
Lalu apakah yang perlu dilakukan sebagai orang percaya?
Pertama, Aktif beribadah
Mengambil bagian dalam ibadah sebagai bentuk refleksi orang percaya yang taat pada Sang Pencipta dan rindu akan kebenaran. Bisa dibayangkan jika orang-orang tidak mau beribadah maka tempat-tempat ibadah menjadi kosong.
Para pemuka agama hanya berbicara kepada para pengurus tanpa kehadiran umat. Sementara pusat perbelanjaan dan tempat rekreasi penuh sesak. Mereka lebih memilih kebutuhan yang dapat memuaskan untuk kehidupan fana.
Kedua, Kehidupan dunia bukan tujuan akhir